Kembangkan Bisnis Kopi dengan Kultur Khas Nusantara

Dirilis

23 Januari 2023

Penulis

Majalah Franchise Indonesia (Mitra Strategis Program Daya Sejak 2014)

Pengusaha

Fajar Agung Santosa

Jenis Usaha

Pebisnis Kopi

Memadukan konsep kultur tradisional dan modern, Fajar Agung Santosa Santosa sukses mengembangkan Kopi Lawe di tengah persaingan bisnis coffee shop yang super ketat. Bagaimana kisahnya?

 

Menggeluti Bisnis Sejak Lulus SMK, Sampai Kepincut Peluang Bisnis Kopi

Fajar sudah menggeluti dunia bisnis sejak lulus SMK, waktu itu ia menjadi reseller baju sekolah anak. Ia kemudian menjajal beberapa usaha kuliner mengikuti jejak orang tuanya yang sudah lebih dulu menggeluti usaha food and beverages. Hingga akhirnya ia kepincut bisnis coffee shop yang menurutnya  memiliki potensi yang sangat bagus. Di daerahnya, Solo, berbagai merek kopi sudah banyak bermunculan meskipun banyak juga yang tutup. Makanya, menjadi tantangan tersendiri baginya untuk membuat konsep coffee shop yang  berbeda dari yang sudah ada. 

Pada tahun 2019 Fajar resmi membuka coffee shop dengan merek Kopi Lawe di Kecamatan Laweyan, Solo. Nama Kopi Lawe sendiri diambil dari nama daerahnya Lawean, dengan konsep yang mengolaborasikan kultur tradisional dan modern. Karena itu, nama kopi pada daftar menu juga diambil dari nama daerah di Laweyan seperti kopi Sidomukti, Sidoluhur, Sidoderajat dan sebagainya. Saat gerai pertama dibuka, responnya luar biasa. Banyak pengunjung yang tertarik dengan menu dan konsep desain yang diusung. “Coffee Shop ini mengenalkan kultur nusantara kepada anak-anak muda. Kita mengusung filosofi budaya kita, ada icon batik dan tembang sunan kalijaga juga,”ujar Fajar.  

Menurut Fajar, modal paling utama yag diperlukan saat mendirikan bisnis adalah modal niat. Ketika sudah memiliki niat, jalan apapun akan dicari untuk mewujudkan niat tersebut. Niat itu pula yang kemudian mendorongnya memberanikan diri meminjam dana ke bank untuk modal bisnis sebesar Rp500 juta. Meski tidak memiliki pengalaman di bidang bisnis coffee shop, Fajar berupaya melakukan R&D (Research and Development) dan belajar langsung dari teman-teman pengusaha kopi. “Proses trial and error selama satu tahun. Kita juga ikut KMPI, KADIN, dan belajar bagaimana membuat sistem ekonomi yang bagus,” katanya. 

 

Sulitnya Mengelola SDM dan Membangun Konsep Yang Disukai Pasar

Saat memulai bisnis, pria kelahiran Solo tahun 1990 ini mengakui kendala yang dihadapi adalah di sistem dan SDM. “Soal SDM lumayan sulit apalagi zaman sekarang bekerja hanya sebagai batu loncatan. Kalau ada yang keluar, kita harus training lagi. Untuk mengatasinya, kita adakan bonus dan tunjangan kesehatan seperti BPJS ketenagakerjaan,” kata Fajar. Selain itu ia menerapkan model leadership “belajar bersama”. Artinya, Fajar dan karyawan berkerja sekaligus belajar bersama-sama untuk tumbuh dan berkembang.

Untuk memperkenalkan bisnisnya, Fajar melakukan promosi di media sosial, membuat event seperti Lawe Creative Club seperti Lawe Pop, Lawe Seminar atau Lawe lainnya.  Tidak kalah penting, Fajar juga melakukan inovasi menu dan inovasi promo setidaknya dua bulan sekali, bahkan renovasi tempat. Tentunya hal ini dilakukan untuk mendukung konsep yang ia miliki. “Bicara konsep, itu hanya 2-3 tahun umurnya. Tidak awet sampai 5 tahun. Habbit market coffee shop sekarang saja berbeda. Yang dicari customer yang pertama tempat, kedua harga, dan ketiga produk. Kalau konsep tempat kita masih lama, jadi kurang menarik. Makanya ada pengeluaran untuk biaya maintain,” bebernya.  

Benar saja, konsep bisnis tersebut ternyata mendapat respon pasar yang baik. Saat ini Kopi Lawe sudah memiliki 4 gerai di Solo dan Klaten. Dengan harga menu yang dibanderol mulai dari Rp18 ribu sampai Rp21 ribu, ia bisa memperoleh omzet Rp4-5 juta per hari per gerai. 

 

Inovasi di Masa Pandemi

Awal pandemi menjadi momen terberat yang Fajar hadapi. Saat itu, mendapat omzet Rp500 ribu saja sudah sangat bagus. “Omzet turun sampai 82%. Yang penting tidak ada pengurangan karyawan saja.” ungkap pengusaha yang mempekerjakan 100 karyawan ini. 

Agar bisa terus bertahan dan mengindari pengurangan karyawan, mau tidak mau Fajar harus menyesuaikan kebijakan dan melakukan inovasi, diantaranya :

  1. Menekan biaya operasional 
  2. Pengurangan jam kerja karyawan dan jam operasional gerai
  3. Mulai penjualan secara online di beberapa platform online food
  4. Memberi promo 
  5. Menyediakan layanan pesan antar


Syukurlah seiring kondisi yang membaik, saat ini operasional dan omzet yang diraih mulai stabil dan membaik. Malah, rencananya dalam waktu dekat Fajar akan membuka gerai baru di Samarinda dan Makassar. Ia juga menggunakan sistem kemitraan dengan menawarkan dua paket Investasi yaitu :

 

1.    Cluster investment dengan total investasi Rp2 miliar

Paket investment ini bisa kongsi beberapa orang. Misalnya, 40 orang dengan nilai investasi Rp50 juta per orang sehingga total investasinya senilai Rp2 miliar.

 

2.    Investasi kemitraan senilai Rp500 juta

Untuk paket investasi ini, manajemen diatur dari pusat termasuk peralatan usaha, mesin dan desain interior seluas 300 meter persegi.

Bagi yang ingin menekuni dunis bisnis, Fajar menyarankan agar jangan berpuas diri, belajar terus, mau membaca, mau menerima saran dan kritikan orang lain. 

Fajar Agung Santosa adalah salah satu pebisnis yang sukses membangun bisnis dengan sistem kemitraan. Tertarik mengikuti jejaknya? Konsultasikan dengan pakar franchise di Daya.id agar usaha yang Anda jalankan semakin matang dan sukses.

Baca kisah sukses pengusaha inspiratif lainnya di Daya.id. Yuk daftar dan kunjungi Daya.id sekarang juga!

Penilaian :

4.9

34 Penilaian

Kisah Sukses Lainnya

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS