Dirilis

23 Pebruari 2022

Penulis

Shaina Nabila

Pandemi COVID-19 sudah berjalan hampir dua tahun lamanya. Jika Anda amati, pandemi ini tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan tetapi juga berdampak pada ekonomi, pekerjaan, dan kekerasan.

Tanpa bermaksud bias gender, tapi berbagai laporan menunjukan, wanita adalah salah satu pihak yang paling merasakan dampak ini. Seperti apa dampaknya dan apa alasannya?

Tapi sebelum kita membahas hal itu, sekadar untuk memperjelas, dampak pandemi terhadap Anda para pria juga tidak bisa dianggap sepele. Bahkan sebagian Anda mungkin mengalami dampaknya yang sangat berat. Argumentasi di bawah ini adalah berdasar laporan yang ditemukan oleh beberapa institusi.


 

Beban Wanita di Rumah dan Tempat Kerja Meningkat Akibat Pandemi COVID-19

Brookings Institution melaporkan, jutaan wanita membiayai diri sendiri dan keluarga dengan mengandalkan upah kecil, bahkan sebelum terjadinya pandemi. Sementara saat pandemi, tingkat pengangguran meningkat pesat dan banyak dari wanita kehilangan pekerjaan.

Di sisi lain, sebagian ibu yang bekerja memikul tanggung jawab untuk pengasuhan keluarga. Bukti menunjukkan bahwa ibu yang bekerja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk mengasuh anak dan mengurus rumah atau anggota keluarga, dibanding ayah. Walau tentu saja, pembelajaran sekolah yang dilaksanakan di rumah pun menyulitkan ayah yang bekerja.

Baca Juga: Ibu Bekerja Rentan Depresi, Ini Gejala dan Cara Atasinya

 

1. Beban di Tempat kerja

Dalam laporannya tahun 2021, UN Women dan Rapid Gender Assessment (RGA) di Eropa dan Asia Tengah menemukan bahwa selama pandemi COVID-19 ini, lebih dari 15% wanita kehilangan pekerjaan dan 41% wanita mengalami penurunan upah kerja, serta peningkatan jam dan beban kerja di dalam keluarga.

World Economic Forum (WEF) dalam laporan Global Gap Index 2021 mengatakan bahwa pandemi COVID-19 telah memundurkan capaian kesetaraan gender secara global. Dibutuhkan waktu sekitar 133 tahun untuk mencapai kesetaraan antara wanita dan pria.

Di Indonesia, dampak tersebut sangat terasa, terutama pada lapangan kerja dan akses ekonomi masyarakat yang bekerja di pandemi informal. Pada sektor pekerja informal persentase wanita tidak mendapat tunjangan 80% dibandingkan pekerja pria 63% mendapat tunjangan.

Laporan Mckinsey and Company 2021, pekerja wanita 1,8 kali lebih rentan terhadap krisis daripada pekerja pria. Pekerja wanita memenuhi 39% dari pekerjaan global, tetapi 54% orang yang kehilangan pekerjaan adalah wanita. Hal ini dapat terjadi karena penyebaran virus telah meningkatkan beban bagi wanita, terutama yang sudah berkeluarga, untuk merawat keluarganya.


 

2. Beban rumah tangga

Penerapan kebijakan pemerintah untuk membatasi jarak sosial mengharuskan kegiatan untuk dilakukan di rumah. Kegiatan di rumah ini menyebabkan tanggung jawab sebagian wanita terutama para ibu, menjadi meningkat.

Peran sebagian wanita yang secara umum sebelum pandemi sudah timpang, sekarang menjadi lebih parah. Karena selain ikut mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan, sebagian wanita juga harus membantu anak belajar di rumah akibat kegiatan belajar yang dialihkan ke rumah, melayani kebutuhan suami, mengerjakan pekerjaan rumah, dan ditambah jika ia adalah seorang wanita karier.

Pandemi ini juga meningkatkan tugas wanita atau anak wanita untuk merawat anggota keluarga yang sakit dan lanjut usia. Kemudian karena COVID-19, wanita dihadapkan pada risiko baru, yaitu pernikahan dini, kekerasan, kehamilan usia dini dan eksploitasi seksual, serta akses terbatas atau sama sekali tidak ada terhadap pendidikan saat sekolah ditutup.

Ketika ada kondisi kekurangan makanan, anak wanita sering kali tidak diprioritaskan sehingga wanita akan makan terakhir dan makan lebih sedikit.

 

KDRT Terhadap Wanita Meningkat Selama Pandemi?

Seperti yang kita bahas di atas, pandemi COVID-19 memaksa banyak kegiatan seperti sekolah, perkantoran, dan pekerjaan lainnya untuk dialihkan di rumah. Hal ini juga meningkatkan risiko bagi

wanita terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Laporan CATAHU (Catatan Tahunan) terbaru tahun 2021 oleh Komisi Nasional Wanita menyebutkan jumlah kekerasan terhadap wanita tercatat sebanyak 299.911 pada tahun 2020. Jumlah ini turun sebesar 31% dari kasus yang tercatat di tahun 2019.

Tapi jangan salah membaca statistik ini. Penurunan yang signifikan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan untuk mencatat dan mendokumentasikan insiden kekerasan harus menjadi prioritas nasional. Hal ini karena jumlah kuesioner yang dikembalikan menurun hampir 100% pada tahun sebelumnya.

Tahun sebelumnya ada 239 lembaga yang mengembalikan kuesioner, tapi tahun ini hanya 120. Namun, 34% institusi yang mengembalikan kuesioner menunjukkan peningkatan pengaduan kasus selama pandemi. Data pengaduan ke Komnas Wanita juga mengalami peningkatan drastis yaitu 60% dari 1.413 kasus di tahun 2019 menjadi 2.389 kasus di tahun 2020.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi selama pandemi COVID-19 salah satunya karena peningkatan jumlah kebutuhan sekaligus menurunkan tingkat pendapatan ekonomi. Sebagian besar aktivitas yang dilakukan di rumah, seperti aktivitas bekerja dan belajar, meningkatkan kebutuhan kuota internet, kebutuhan asupan dan vitamin, kebutuhan obat, kebutuhan akan hiburan, serta kebutuhan lainnya.

Penurunan pendapatan ekonomi keluarga yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan dapat memicu stres yang dapat memicu pelampiasan emosi secara berlebihan kepada anggota keluarga yang berada di rumah, dan wanita adalah pihak yang rentan terhadap kondisi ini.

Baca Juga: Ibu, Lakukan 7 Hal Ini Agar Sehat dan Bahagia


 

Tips Minimalisir Beban Wanita Akibat Pandemi

Lalu apa yang bisa kita lakukan terhadap kondisi di atas?

Cara pertama yang dapat kita lakukan untuk menyelesaikan masalah beban rumah tangga yang besar pada perempuan adalah dengan membagi tanggung jawab pekerjaan rumah.

 

1. Pahami latar belakang masing-masing orang

Ingatlah bahwa kita masing-masing dibesarkan di rumah tangga yang berbeda. Hal ini membentuk kebiasaan dan kepribadian kita. Cobalah untuk saling mengerti dan mengutarakan pendapat Anda masing-masing agar terciptanya rutinitas yang efektif untuk keluarga Anda.


 

2. Diskusikan kekesalan Anda

Diskusikan beban di rumah dengan suami Anda, mengenai siapa yang mencuci piring, siapa yang memasak, siapa yang akan menemani anak sekolah, dan tugas-tugas lain. Diskusikan dengan nada dan volume yang sesuai, terkadang pasangan Anda mungkin tidak dapat mendengar apa yang Anda sampaikan karena intonasi bicara Anda.

 

3. Buatlah kesepakatan bersama

Tepat ketika Anda berdua memutuskan untuk duduk dan membicarakan tanggung jawab pekerjaan rumah, ada baiknya untuk membuat daftar semua tugas yang perlu diselesaikan di rumah di selembar kertas untuk melihat semua hal yang perlu diselesaikan setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulannya. Setelah Anda membuat daftar semuanya, Anda dan pasangan dapat mendiskusikan siapa yang melakukan tugas apa dan harapan yang Anda berdua miliki.

 

4. Jangan mengkritik pasangan Anda mengenai bagaimana cara mereka melakukan tugas rumah tangga

Jangan beri tahu bagaimana cara menyelesaikan tanggung jawab rumah tangga ke pasangan Anda kecuali mereka meminta bantuan. Jika itu tugas mereka, biarkan mereka melakukannya. Mengkritik pasangan Anda tentang bagaimana mereka memilih untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka hanya akan menciptakan lebih banyak ketegangan yang tidak perlu dalam rumah tangga.

Namun, jika mereka melakukan sesuatu yang mengganggu Anda, cobalah untuk tidak menggunakan kata-kata absolut ketika Anda berbicara dengan mereka. Misalnya, "kamu tidak pernah”, “saya selalu”, “saya melakukan segalanya”, “kamu tidak melakukan apa-apa”, dan lainnya. Jika Anda menggunakan kata-kata ini, secara naluriah manusia akan membela dirinya sendiri dan hal ini tidak akan menyelesaikan suatu masalah.



Wanita memiliki hak untuk memilih atas kerja dan menanggung beban keluarga. Kita perlu menyadari betapa pentingnya peran wanita dalam masyarakat kita, karena wanita merupakan setengah dari populasi dunia. Kita harus bertujuan untuk memberikan kompensasi yang adil kepada wanita untuk pekerjaan mereka, meningkatkan akses ke pekerjaan, dan mendukung wanita dalam peran apapun yang mereka pilih, mungkin sebagai pencari nafkah atau juga sebagai ibu.

Anda setuju?

Jika Anda punya argumen, silakan berikan di kolom komentar. Atau jika Anda ingin berkonsultasi terkait topik ini, silakan log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.

Sumber:

Berbagai Sumber

Penilaian :

5.0

5 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Farraas A Muhdiar, M.Psi. M.Sc

Psikolog Klinis Anak & Remaja

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS