Dirilis

29 November 2018

Penulis

Tim Penulis Daya Sehat Sejahtera

Dalam dunia kerja, kekompakan seringkali dikatakan sebagai faktor yang sangat penting. Pengertian kompak bagi banyak pihak seringkali dianggap sebagai keadaan di mana seluruh anggota kelompok selalu se-iya dan se-kata dalam mencapai visi dalam menjalankan berbagai kegiatan sehari-hari. Jika ada salah satu anggota kelompok yang “berbeda”, maka ia akan ditekan untuk menyamakan persepsinya. Namun ada satu hal yang sering dilupakan orang adalah bahwa kesamaan pandang dari anggota kelompok secara ekstrim justru seringkali merugikan.

Gejala anggota kelompok yang selalu memiliki pendapat yang sama terhadap sebuah isu atau permasalahan, biasanya karena para anggota kelompok menganggap bahwa pemimpin mereka adalah orang yang paling tahu dan selalu benar. Gejala ini disebut sebagai group think. Pada keadaan group think, maka para anggota tidak berpikir kritis lagi dan cenderung beranggapan bahwa usul dari pemimpin mereka atau tokoh yang dianggap kredibel dalam kelompok adalah selalu benar dan terbaik.

Ciri-ciri dari group think:
1. Percaya Diri
Para anggota kelompok merasa terlalu percaya diri, terlalu optimis sehingga tidak dapat melihat kemungkinan bahaya atau kelemahan dari pengambilan keputusan.

2. Rasionalis
Para anggota kelompok akan mengingkari informasi yang bertentangan atau kemungkinan bahaya yang akan terjadi. Mereka akan membuat alasan-alasan yang merupakan pembenaran dari keputusan mereka.

3. Moralitas untuk tidak mempertanyakan keputusan kelompok
Cara berpikir ini membuat mereka tidak mempertimbangkan konsekuensi etis dari keputusan mereka. Kadang hal ini terlihat justru dengan tidak adanya komentar terhadap informasi dari pihak di luar kelompok, yang mempertanyakan keputusan mereka.

4. Stereotype negatif
Para anggota kelompok yang menjadi korban group think akan memiliki sikap dan praduga sangat buruk terhadap para pimpinan kelompok lain yang menjadi “musuh” atau target intervensi mereka. Akibatnya mereka sering membesar-besarkan isu atau justru merendahkan kemampuan pimpinan dan kelompok tersebut.

5. Tekanan terhadap anggota kelompok yang berbeda
Jika ada anggota kelompok yang mengajukan keraguan atau perbedaan pendapat, maka anggota tersebut akan ditekan dengan berbagai cara sehingga anggota lain akan enggan untuk berbeda pendapat.

6. Self-censorship
Para anggota kelompok yang mengalami group think, akan menghindari pandangan yang berbeda dengan konsensus kelompok. Biasanya mereka akan cenderung diam dan menganggap bahwa keraguannya tidak terlalu penting.

7. Mufakat
Dalam kelompok yang mengalami group think, “diamnya” para anggota kelompok diartikan bahwa semua pihak telah setuju dengan keputusan yang diambil dan tidak ada usaha untuk menggali atau mempertanyakan pandangan-pandangan yang berbeda.

Dalam dunia kerja, gejala group think akan menghambat kreativitas maupun pemilihan jalan keluar dari sebuah permasalahan. Ketika para anggota kelompok tidak lagi mau berpikir kritis tentang berbagai kemungkinan karena mengandalkan pada usulan orang-orang tertentu yang dianggap lebih kompeten, maka mungkin saja ada alternatif-alternatif yang  lebih baik terlewatkan. Bahkan ada juga kemungkinan bahwa keputusan yang diambil menyebabkan dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, seorang pemimpin kelompok justru perlu waspada ketika kelompok yang dipimpinnya selalu kompak dalam pengambilan keputusan.

Nah, Anda jangan khawatir, ada beberapa cara untuk mencegah agar group think tidak terjadi dalam dunia kerja.

Cara yang paling sering dipergunakan
Caranya dengan membiarkan anggota kelompok untuk mengemukakan usulan-usulan pengembangan atau jalan keluar permasalahan dengan menyertakan alternatif lain dan analisis kemungkinan yang muncul, serta cara untuk mengatasi atau menghindari efek-efek yang tidak diharapkan tersebut.

Cara lain: “the devil’s advocate
Dengan cara ini, ada seseorang atau lebih yang ditugaskan untuk selalu memikirkan kemungkinan terburuk dari sebuah alternatif keputusan penting yang sedang dipertimbangkan. Dengan demikian, karyawan yang mendapatkan tugas menjadi “the devil’s advocate” tidak merasa sungkan untuk berpikir kritis dan mencari kekurangan yang mungkin terjadi, karena ia memang ditugaskan untuk itu. Para karyawan lain juga tidak akan berpikir bahwa karyawan ini merusak kekompakan tim, memperlambat pengambilan keputusan atau bahkan memberi label sebagai karyawan yang “cari perhatian”, karena semua tahu bahwa karyawan itu menjalankan tugas demi kebaikan.

Alternatif lain
Anda dapat mengundang orang luar untuk memberikan masukan terhadap keputusan yang akan diambil atau dengan membuat dua kelompok (atau lebih) yang harus merapatkan dan mengambil keputusan terhadap isu yang sama.

Dengan cara-cara ini diharapkan agar pengambilan keputusan akan lebih obyektif dan efektif, karena telah mempertimbangkan berbagai sisi.

Sumber:

Tim Riset Daya Sehat Sejahtera

Penilaian :

0.0

0 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Muthmainah Mufidah, M.Psi

Psikolog Klinis Dewasa

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS