Informasi Artikel

Penulis Artikel

Neysa Nadia Lestari, M.Psi., Psikolog

Serial TV yang belakangan sedang ramai di Netflix ini bercerita tentang Jamie, seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun yang membunuh teman perempuannya, Katie. Jamie adalah anak biasa-biasa saja, seperti kebanyakan remaja yang sering kita lihat di sekitar kita. Pendiam, banyak menghabiskan waktu sendiri, tapi juga tidak pernah membuat masalah yang berarti. Keluarganya pun utuh, orang tuanya akur, dan sekilas tidak terlihat ada yang salah. Lantas, mengapa seorang ‘anak baik-baik’ bisa melakukan hal seburuk itu? 

Di balik wajah tenangnya, ternyata Jamie memendam luka yang tak terlihat. Pertama, ia adalah korban perundungan dari Katie. Katie telah merendahkan harga diri Jamie sebagai laki-laki dan tindakan perundungan tersebut mendapat dukungan dari teman-teman satu sekolah Jamie. Katie mengatakan Jamie termasuk kelompok laki-laki yang tidak punya kesempatan dalam hubungan romantis dengan perempuan, karena tidak ada satupun perempuan yang tertarik dengannya. Perkataan ini ia buktikan juga melalui penolakan terhadap Jamie, yang dilakukan bahkan saat Katie sedang berada di titik terendah. “Aku tidak seputus asa itu”, kata Katie. 

Pengalaman Jamie ini diperparah oleh konstruksi sosial yang ia serap dari lingkungan, terutama keluarganya bahwa laki-laki harus dominan, dihormati, dan harus 'lebih' dari perempuan. Di rumah, Jamie juga tidak pernah belajar mengekspresikan emosi secara sehat. Satu-satunya cara pelampiasan emosi yang ia lihat dari Ayahnya hanyalah agresivitas. Kombinasi tekanan ini mempersempit cara Jamie memahami dan merespons dunia, hingga akhirnya ia mencari pelarian di dunia maya.

Di tengah pengalaman sulitnya di sekolah, Jamie banyak menghabiskan waktu di kamarnya untuk mengakses internet dan menonton konten dewasa. Sangat mungkin ia juga terpapar dengan pandangan maladaptif yang membuatnya semakin menyalahkan wanita dan masyarakat atas kesulitannya, hingga berujung pada kebencian dan tindak kekerasan. Pada bagian inilah orang tua Jamie luput. Mereka pikir, Jamie yang selalu ada di kamarnya pasti aman dan baik-baik saja. Nyatanya, justru berselancar di dunia maya tanpa pengawasan bisa membuatnya tersesat begitu dalam.

 

Apa yang Bisa Kita Pelajari sebagai Orang Tua?

Kasus Jamie menggugah kita untuk merenung lebih dalam: apa yang salah? Apa yang bisa kita lakukan dengan lebih baik agar anak-anak kita terjaga? Berikut adalah beberapa langkah konkret yang bisa diambil orang tua untuk melindungi anak dari pengaruh lingkungan yang negatif:

 

1. Refleksi Diri

Pertama-tama, orang tua perlu melihat ke dalam. Nilai-nilai apa yang diwariskan dari generasi sebelumnya? Mana yang ingin diteruskan, dan mana yang perlu diperbaiki? Perubahan tidak mungkin terjadi tanpa kesadaran dan usaha sadar dari orang tua untuk memperbaiki diri. Generational trauma hanya bisa dihentikan dengan keberanian untuk memutus siklus.

 

2. Regulasi Emosi dan Koneksi

Ajarkan anak baik laki-laki maupun perempuan untuk mengekspresikan emosi dengan sehat. Bina hubungan yang aman sejak dini, sehingga anak merasa nyaman berbagi cerita. Dengarkan dengan penuh empati, validasi perasaannya, dan nasihati di waktu yang netral. Connection before correction menekankan pentingnya koneksi sebelum koreksi. Anak yang merasa diterima dan dihargai di rumah akan lebih kuat menghadapi tekanan dari luar.

 

3. Perhatikan Lingkungan Anak

Memilih sekolah berarti memilih lingkungan sosial anak. Memberikan akses gadget dan internet membuka pintu ke dunia yang tidak sepenuhnya aman. Oleh karena itu, orang tua harus membuat keputusan dengan penuh kesadaran: kapan anak boleh punya gadget? Apa saja batasannya? Bagaimana aturan berinternet yang sehat?

 

4. Pengawasan dan Batasan

Kasih sayang tanpa batasan tidak cukup. Anak juga membutuhkan arahan dan struktur. Kemampuan berpikir logis dan moral belum matang sampai dewasa. Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk mendampingi, membuat aturan, dan menjelaskan alasan di balik batasan tersebut terutama dalam penggunaan gadget.

Menjaga anak dari pengaruh negatif lingkungan bukanlah tugas yang mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil. Dengan praktik parenting yang penuh kesadaran, koneksi yang kuat, batasan yang jelas, serta kehadiran orang tua yang penuh kasih sayang, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, berempati, dan memiliki arah hidup yang positif. Di tengah derasnya arus informasi dan tantangan zaman, rumah yang aman dan penuh cinta adalah benteng pertama dan terkuat dalam membentuk generasi yang sehat jiwa dan pikirannya.


Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

4.5

2 Penilaian

Artikel Terkait

4.9
Kesehatan Mental

Mengenal Inner Child dan Cara Mengatasinya

06 Agustus 2023

4.8
Kesehatan Mental

Cara Edukasi Anak Agar Terhindar dari Pelecehan Seksual

31 Agustus 2023

4.5
Kesehatan Mental

Tips Mengatasi Zoom Fatigue

02 Desember 2021

4.9
Kesehatan Mental

Bagaimana Cara Menolak Tawaran Pekerjaan di Tempat Baru?

07 Maret 2022

Berikan Pendapat Anda

0 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS