Setiap orang akan sampai pada tahap kehidupan lanjut usia (lansia), tubuh, pikiran, dan perasaan tidak lagi sama seperti sebelumnya. Orangtua kita pun melewati fase ini dengan tantangan yang tidak mudah. Mereka mungkin harus berhadapan dengan keterbatasan fisik, perubahan kemampuan kognitif, perubahan suasana hati, rasa kehilangan dan kesepian, hingga berkurangnya lingkaran sosial. Dalam situasi tersebut, salah satu bentuk kasih sayang yang sederhana tetapi sangat berarti yang bisa kita berikan untuk mereka adalah dengan menjadi pendengar yang baik.
Sering kali kita lebih fokus pada memberi serta memfasilitasi secara materi atau buru-buru langsung memberikan solusi dari masalah yang mereka ceritakan, padahal yang tidak kalah penting mereka butuhkan adalah ruang aman untuk bercerita dan mengeluarkan keluh kesah. Berusaha mendengarkan cerita serta keluh kesah orang tua kita dengan empati dapat membantu orangtua merasa dipahami, dihargai, dan tidak sendirian menghadapi masa tuanya.
Meski demikian, menjadi pendengar yang baik tidaklah mudah, apalagi bagi orang tua kita sendiri yang mana umumnya juga sudah berusia lanjut. Sebagai anak, adanya ikatan emosional yang kuat, dorongan ingin membantu serta ingin melihat orangtua kita baik-baik saja, ditambah adanya kesibukan peran lain yang kita miliki, dapat membuat kita terpancing emosi negatif saat sedang mendengarkan keluh kesah orangtua. Butuh kesabaran dan empati yang tinggi untuk bisa menjadi pendengar yang baik.
Namun, ketika dilakukan cukup sering atau secara rutin, mendengarkan curahan hati serta cerita dari orangtua bisa mendatangkan manfaat bagi diri kita. Selain bisa memperkuat hubungan kita dengan orangtua, proses mendengarkan dapat menjadi momen belajar, terutama tentang nilai-nilai kehidupan yang mereka wariskan melalui ceritanya.
Agar dapat mendengarkan dengan baik dan berempati lebih dalam, memahami apa yang sedang dialami orangtua atau lansia secara psikologis menjadi penting. Memahami hal-hal ini dapat membantu kita mendekati orangtua dengan empati. Alih-alih cepat menilai atau mengkritik, kita bisa menyesuaikan sikap agar mereka tetap merasa dihargai.

Pahami, Orangtua Kita Sedang Berubah
Sebelum kita membahas lebih lanjut, kita harus pahami bersama, seiring bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan di orangtua kita:
- Perubahan fisik: tubuh cenderung lebih cepat lelah, pergerakan fisik lebih terbatas, penampilan fisik berubah, hal-hal ini berpotensi menurunkan rasa berdaya dan percaya diri
- Perubahan kognitif: daya ingat menurun, kecepatan berpikir melambat, atau kesulitan dalam menyusun cerita dengan runtut. Banyak lansia juga cenderung lebih reflektif, memikirkan makna hidup dan pengalaman masa lalu.
- Perubahan emosional dan sosial: meningkatnya kebutuhan akan perhatian, kasih sayang, serta keterhubungan dengan orang lain. Lansia rentan merasa kesepian, kehilangan peran, atau merasa tidak lagi dibutuhkan setelah pensiun atau ketika anak-anak sudah mandiri.
Beberapa perubahan yang dialami ini membuat lansia rentan mengalami beberapa masalah kesehatan mental yang seringkali tidak terlihat dengan kasat mata. Beberapa di antaranya adalah:
- Kesepian: hilangnya pasangan hidup, teman sebaya, atau berkurangnya aktivitas sosial membuat perasaan terisolasi cukup dominan.
- Konflik keluarga: perbedaan pandangan atau pergeseran peran dapat menimbulkan rasa tersisih. Misalnya, ketika pendapat mereka tidak lagi dianggap penting dalam rumah tangga.
- Kehilangan dan berduka: kehilangan pasangan atau sahabat dekat dapat menimbulkan kesedihan mendalam dan mengurangi motivasi untuk beraktivitas.
- Gejala depresi: ditandai dengan murung berkepanjangan, hilangnya minat, hingga perasaan tidak berharga
- Masalah tidur dan pengelolaan emosi: susah tidur, mudah terbangun saat tidur, mudah marah, khawatir, atau frustasi dapat muncul akibat kombinasi tantangan fisik serta sosial
- Kecemasan akan masa depan: kekhawatiran mengenai isu kesehatan diri, ketergantungan dengan orang lain, hingga kematian seringkali menjadi refleksi yang memunculkan kecemasan
Menjadi Pendengar yang Baik untuk Orang Tua
Hal yang utama dalam mendengarkan cerita orangtua adalah menjadi seorang pendengar aktif, yaitu hadir sepenuhnya ketika orang lain berbicara. Tujuannya bukan sekadar mendengarkan kata-kata, melainkan memahami perasaan, kebutuhan, dan makna di balik cerita yang disampaikan. Berikut ini beberapa bentuk hal yang dapat diterapkan dalam proses mendengarkan secara aktif cerita atau keluh kesah dari orangtua.
- Perhatikan unsur non-verbal saat lansia bercerita: penting memperhatikan ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, dan hal lain yang muncul saat orangtua bercerita. Usahakan duduk dengan posisi terbuka, menjaga kontak mata, dan suasana percakapan nyaman. Sikap ini menunjukkan kesiapan kita untuk benar-benar dan serius mendengarkan.
- Gunakan pertanyaan terbuka: ajukan pertanyaan yang memberi ruang bagi orangtua untuk bercerita lebih luas. Contoh: “Apa saja yang terjadi saat itu?” atau “Bagaimana pandangan Ayah soal peristiwa itu sekarang?”. Pertanyaan terbuka mendorong percakapan lebih mendalam.
- Melakukan parafrase: mencoba mengulangi inti dari cerita yang disampaikan dengan bahasa kita sendiri. Contoh: orangtua berkata, “Ibu capek banget dan pusing kalau diminta mengurus cucu.” Kita bisa merespon, “Jadi Ibu merasa tugas mengurus cucu cukup berat ya”.
- Refleksikan perasaan: tangkap emosi yang mereka rasakan, cobalah untuk berikan validasi bukan penghakiman. Contoh: “Ayah kecewa ya karena jadi susah sekarang ikut kegiatan di luar rumah.”
- Refleksikan makna: cobalah tangkap pesan yang lebih dalam. Contoh: orangtua berkata, “Kamu soalnya melarang Ibu ikut arisan, padahal senang kalau ketemu teman.” Kita bisa merespon, “Ibu ingin tetap punya kesempatan bersosialisasi agar tidak merasa jenuh di rumah, ya?”
- Berikan dukungan non-verbal: respon dengan anggukan, senyuman, atau nada suara yang hangat, hal-hal ini memperlihatkan bahwa kita hadir dan peduli dengan ceritanya.
- Menyimpulkan: sebelum mengakhiri percakapan, rangkum poin utama. Contoh: “Jadi Ibu merasa kesepian sejak kegiatan berkurang, dan ingin punya lebih banyak aktivitas bersama teman-teman ya. Betul begitu, Bu?”
- Tawarkan bantuan sesuai kebutuhan: setelah mendengarkan cerita, cobalah bertanya atau memastikan hal apa yang bisa kita lakukan sebagai anak untuk membantu meringankan atau memudahkan kesulitannya. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan sesuai dengan kesanggupan atau kapasitas kita, sampaikan dengan lembut jika memang ada keterbatasan yang kita miliki. Dengan berusaha mendengarkan secara aktif, harapannya orang tua bisa merasa benar-benar didengar, bukan sekadar ditemani secara fisik, dan masa tua mereka bisa lebih menyenangkan.
Dengan berusaha mendengarkan secara aktif, harapannya orang tua bisa merasa benar-benar didengar, bukan sekadar ditemani secara fisik, dan masa tua mereka bisa lebih menyenangkan.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.
Sumber:
Berbagai sumber
Abdul Hadi
12 November 2025
Artikel ini menegaskan bahwa mendengarkan orangtua dengan penuh perhatian & empati adalah bentuk penghormatan yang sederhana tapi penting. Langkah‑nyata seperti tatap mata, hindari interupsi, dan beri respons hangat bisa memperkuat hubungan.
Balas
.0
Ahmad Faux
18 October 2025
Isinya memberikan panduan sederhana namun bermakna tentang cara menunjukkan kasih sayang lewat mendengarkan dengan tulus.
Balas
.0
Tiara Nasyidah
18 October 2025
Artikel ini menyentuh hati karena mengingatkan kita bahwa perhatian dan empati jauh lebih berharga bagi orangtua dibanding bantuan materi semata.
Balas
.0
Sarah Sechan
15 October 2025
Mantap sekali artikelnya sangat berguna sekali terimakasih
Balas
.0
Aralansyah
15 October 2025
Kita harus paham apa keinginan orang tua Kita harus berbakti Terimakasih sudah memberi artikel yang bermanfaat ini sukses terus
Balas
.0