Setiap orang tua pasti ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang bukan hanya pintar, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang baik. Namun, di tengah kesibukan sekolah, les, dan hiburan digital yang tak ada habisnya, terkadang muncul pertanyaan: apakah anak masih memiliki ruang untuk mengasah kepeduliannya terhadap orang lain?
Pertanyaan itu tentu sangat wajar. Di zaman ini, anak-anak mudah teralihkan oleh gawai, lebih sering berinteraksi lewat layar dibanding tatap muka, dan terbiasa dengan segala sesuatu yang serba cepat. Jika tidak dilatih sejak dini, sifat peduli dan suka menolong bisa saja tenggelam. Padahal, kebiasaan ini bukan hanya penting untuk kehidupan sosial anak, tetapi juga untuk kesehatan mentalnya.
Sifat peduli dan suka menolong tidak kalah penting jika dibandingkan dengan kemampuan akademis. Anak yang peduli terhadap sekitar dan memiliki keterampilan sosial-emosional yang baik cenderung lebih mudah bergaul, lebih bahagia, dan bahkan lebih tangguh dalam menghadapi tantangan hidup.
Di dunia psikologi, perilaku membantu atau peduli kepada orang lain yang dilakukan demi kebaikan orang tersebut, bukan untuk keuntungan diri sendiri disebut dengan istilah “altruisme”. Kemampuan ini mulai muncul sejak usia dini (sekitar 2–3 tahun), misalnya ketika anak berusaha memperhatikan dan mendekat ke arah orang lain yang menangis. Seiring bertambahnya usia dan bimbingan dari lingkungan (orang tua, guru, teman), altruisme bisa berkembang lebih matang, misalnya dalam bentuk berbagi makanan yang disukai dengan teman, membantu teman yang terjatuh, dan sebagainya. Kabar baiknya, kepedulian dapat dilatih melalui kebiasaan kecil di rumah, sekolah, dan lingkungan sehari-hari.
Kenapa Altruisme Itu Penting?
Anak yang terbiasa peduli dan menolong biasanya lebih mudah punya teman, lebih percaya diri, dan lebih bisa mengatur emosinya. Bahkan, ada penelitian yang menunjukkan bahwa menolong orang lain juga bisa membuat kita merasa bahagia. Jadi, ketika anak membantu, bukan cuma orang lain yang senang, tapi anak juga ikut merasakan “energi positif” dari tindakannya. Dengan kata lain, mengajarkan peduli bukan hanya tentang moral, tapi juga tentang menyiapkan anak agar lebih tangguh dan bahagia.

Bagaimana Cara Menumbuhkan Altruisme?
Anak tidak belajar peduli dari nasihat panjang lebar. Mereka lebih banyak belajar dari pengalaman sehari-hari, interaksi, dan memperkatikan orang-orang di sekitarnya. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
1. Memberikan Contoh
Anak selalu merekam perilaku orang tuanya. Kalau mereka sering melihat kita membantu orang lain, menyapa dengan ramah, atau berbagi makanan, mereka akan menganggap itu sebagai hal yang biasa untuk dilakukan.
Yang bisa dilakukan:
- Mencontohkan menyapa satpam, petugas kebersihan, atau pekerja lain dengan ramah sambil melibatkan anak (“Yuk bilang terima kasih ke pelayannya”).
- Mengajak anak untuk berbagi, misalnya menyiapkan hadiah untuk keluarga atau bingkisan makanan untuk tetangga.
2. Ajak Bicara Tentang Perasaan
Ajarkan anak mengenai nama-nama emosi, setidaknya emosi dasar (marah, senang, sedih, takut, jijik, dan kaget). Ketika anak marah atau sedih, coba validasi perasaannya, misalnya, “Kamu kesal ya karena mainannya direbut?” Dengan begitu, mereka belajar bahwa perasaan itu penting untuk diakui. Anak juga juga akan lebih peka terhadap perasaan orang lain. Orang tua juga bisa menggunakan media film dan buku untuk membahas mengenai perasaan tokohnya untuk mengajarkan anak berempati, misalnya, “Menurut kamu, tokoh itu sedih nggak? Kenapa ya? Apa yang dia butuhkan?”
3. Beri Kesempatan Nyata untuk Menolong
Terkadang, orang tua terlalu cepat turun tangan untuk membantu anak. Padahal, jika diberikan waktu dan kesempatan, anak mungkin bisa melakukannya sendiri. Coba berikan anak kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya, misalnya saat anak sedang berkonflik dengan teman atau saudaranya, tunda respons kita atau berikan pertanyaan pemantik seperti, “Apa yang harus dilakukan?”. Orang tua juga bisa memberikan anak kesempatan untuk membantu rutinitas sehari-hari, misalnya anak bertugas untuk merapikan pakaiannya sendiri atau membagikan sendok untuk anggota keluarga saat sedang makan bersama, untuk belajar bertanggung jawab sekaligus membantu orang tua / ART.
4. Berikan Apresiasi yang Spesifik
Daripada hanya bilang, “Wah, kamu anak baik,” coba katakan: “Mama senang kamu meminjamkan mainanmu ke adik, itu pasti bikin dia senang.” Dengan begitu, anak bisa melihat dampak nyata dari tindakannya dan melihat perilakunya secara lebih spesifik.
5. Bangun Kebiasaan Kolaborasi
Lingkungan yang terlalu kompetitif bisa membuat anak lebih fokus pada “siapa yang menang” daripada bagaimana kita bekerja kerja sama dan saling membantu. Permainan kooperatif, misalnya seperti puzzle yang harus disusun bersama atau permainan peran, bisa membiasakan anak untuk berbagi peran dan saling mendukung. Pastikan anak memiliki banyak kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain.
Penting untuk diingat bahwa altruisme mungkin tidak ditunjukkan anak setiap saat, khususnya bagi anak yang masih berkembang keterampilan sosial-emosionalnya. Jangan berharap anak selalu mau berbagi atau menolong setiap saat. Wajar jika terkadang anak mempertahankan keinginannya atau lebih ingin sendiri daripada bermain bersama teman. Yang penting, kita konsisten menanamkan nilai peduli lewat teladan, percakapan, dan kesempatan. Dengan penanaman nilai yang konsisten, sifat peduli akan tumbuh jadi bagian dari diri mereka, bukan sekadar aturan dari orang tua.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.
Sumber:
Berbagai sumber
Anggita Putri
19 October 2025
Penjelasan tentang pentingnya memberi “kesempatan nyata untuk menolong” sangat bagus. Anak butuh pengalaman, bukan sekadar teori.
Balas
.0
Putra Agung
19 October 2025
Saya suka bagian tentang mengajarkan anak mengenali emosi. Dengan memahami perasaan sendiri, anak jadi lebih peka terhadap perasaan orang lain.
Balas
.0
Putri Anita Krusnadi
19 October 2025
Artikel ini menegaskan bahwa sifat peduli bisa ditumbuhkan sejak dini melalui contoh dan interaksi sederhana di rumah dan sekolah.
Balas
.0
Muhammad Fikri
19 October 2025
Tulisan ini memberi panduan yang praktis dan mudah diterapkan, seperti mengajak anak bicara tentang perasaan dan memberi kesempatan mereka membantu secara langsung
Balas
.0
Putri Anita Krusnia
19 October 2025
Bagus sekali karena menekankan bahwa anak belajar dari perilaku orang tua, bukan dari kata-kata. Ini mengingatkan orang tua untuk menjadi teladan setiap hari.
Balas
.0