Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok tidak hanya menjadi ruang hiburan berbasis video pendek, tetapi juga berkembang menjadi salah satu pusat belanja digital yang memikat jutaan pengguna. Kehadiran voucher dan promo yang ditawarkan langsung lewat aplikasi ini menciptakan tren baru: berburu diskon lewat TikTok. Bagi sebagian orang, ini adalah cara cerdas untuk menghemat pengeluaran. Namun, bagi yang lain, justru menjadi pintu masuk menuju belanja impulsif yang sering berujung pada pemborosan.
Fenomena ini semakin terlihat jelas di Indonesia. TikTok yang awalnya populer karena konten hiburan kini merambah ke dunia kuliner dan produk gaya hidup. Berbagai restoran dan merek makanan cepat saji, seperti Roti’O, Tomoro Coffee, hingga Kopi Kenangan, memanfaatkan platform ini untuk menawarkan voucher dengan potongan harga yang signifikan. Misalnya, harga menu yang biasanya Rp35 ribu bisa turun menjadi Rp26 ribu hanya dengan membeli voucher lewat TikTok. Tak heran jika generasi muda, terutama pelajar dan mahasiswa, berlomba-lomba mencoba sensasi belanja hemat ini.
Sisi Positif: Hemat, Praktis, dan Seru
Dari sisi konsumen, tren ini tentu menawarkan sejumlah keuntungan. Pertama, jelas soal penghematan. Bagi remaja atau mahasiswa yang memiliki dana terbatas, selisih harga Rp5 ribu hingga Rp50 ribu bisa terasa sangat berarti. Dengan berbekal voucher, mereka tetap bisa menikmati makanan favorit tanpa menguras kantong terlalu dalam.
Kedua, sistemnya sangat praktis. Pengguna tidak perlu antre panjang atau mencari promo manual di berbagai aplikasi. Cukup menonton video di TikTok, klik tautan pembelian, lalu bayar dengan metode digital seperti GoPay, DANA, atau kartu debit/kredit. Setelahnya, kode voucher langsung siap digunakan di outlet restoran. Proses yang singkat ini membuat pengalaman belanja semakin menyenangkan.
Ketiga, ada unsur hiburan dan kebersamaan yang membuat tren ini semakin diminati. Banyak pengguna berbagi pengalaman mereka mendapatkan diskon lewat TikTok, yang kemudian menjadi konten viral. Tidak jarang, voucher yang dibeli digunakan bersama teman, sehingga tercipta momen sosial yang hangat sekaligus hemat.
Dari sisi bisnis, tren ini juga sangat menguntungkan. Restoran dan brand makanan cepat saji mampu menjangkau audiens lebih luas dengan biaya promosi yang relatif murah dibandingkan iklan konvensional. TikTok memanfaatkan kekuatan konten viral dan pengaruh influencer untuk mendorong penjualan, sehingga banyak outlet kebanjiran pembeli meski harga dipangkas.

Sisi Negatif: Godaan Belanja Impulsif
Namun, di balik sisi positif tersebut, ada risiko yang tidak bisa diabaikan, yaitu perilaku belanja impulsif. TikTok sebagai platform visual dengan algoritma For You Page (FYP) mampu menyajikan konten yang sesuai dengan preferensi pengguna. Artinya, jika seseorang sering melihat konten promo makanan atau produk, maka ia akan semakin sering disuguhi iklan serupa.
Bagi Gen Z yang mendominasi pengguna TikTok, hal ini bisa menjadi godaan besar. Dengan karakteristik suka tren viral, mencari kepuasan instan, dan cenderung emosional dalam mengambil keputusan, mereka mudah tergoda membeli produk meski sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Misalnya, hanya karena melihat diskon kopi Rp5 ribu, seseorang bisa terdorong membeli meski sebelumnya tidak ada rencana untuk jajan.
Hasil riset menunjukkan bahwa perilaku impulsif ini cukup dominan di kalangan pengguna TikTok Shop, terutama perempuan usia 17–23 tahun. Banyak yang mengaku membeli barang atau makanan secara spontan karena diskon atau ulasan menarik, bukan karena kebutuhan nyata. Pada akhirnya, uang yang seharusnya bisa ditabung atau digunakan untuk keperluan penting justru habis untuk belanja sesaat.
Selain itu, sifat “murah tapi sering” juga bisa menjadi jebakan. Diskon kecil memang terlihat menguntungkan, tetapi jika dilakukan berulang kali, total pengeluaran bisa lebih besar dari yang diperkirakan. Inilah yang membuat berburu diskon lewat TikTok memiliki sisi paradoks: terlihat hemat di permukaan, tetapi berpotensi boros di jangka panjang.
Strategi Agar Tidak Terjebak Belanja Impulsif
Agar tren ini benar-benar menjadi solusi hemat, bukan godaan impulsif, pengguna perlu menerapkan strategi cerdas dalam mengelola keuangan. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
- Bedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sebelum membeli voucher atau produk, tanyakan pada diri sendiri: apakah ini benar-benar dibutuhkan atau hanya sekadar keinginan sesaat karena tergoda promo? Jika jawabannya adalah keinginan, sebaiknya ditunda.
- Tentukan anggaran khusus untuk belanja hiburan. Mengalokasikan dana jajan setiap bulan akan membantu agar pengeluaran tetap terkendali. Misalnya, batasi Rp100 ribu per bulan untuk berburu voucher makanan. Dengan begitu, belanja tetap menyenangkan tanpa mengganggu kebutuhan utama.
- Hindari belanja saat sedang emosional. Banyak orang terdorong membeli karena sedang bosan, sedih, atau ingin mencari hiburan. Cobalah alihkan dengan aktivitas lain, seperti olahraga atau berkumpul dengan teman, agar tidak mudah tergoda iklan diskon.
- Bijak dalam memanfaatkan diskon. Diskon memang menggiurkan, tetapi akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk kebutuhan rutin. Misalnya, voucher makan siang ketika sedang ada jadwal kampus atau kerja di luar rumah.
- Evaluasi pengeluaran secara berkala. Catat setiap pembelian yang dilakukan lewat TikTok, lalu hitung total pengeluaran dalam sebulan. Jika ternyata lebih besar dari yang dianggarkan, saatnya mengurangi intensitas berburu diskon.
Tren berburu diskon lewat TikTok adalah cerminan bagaimana media sosial kini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga alat belanja yang memengaruhi gaya hidup masyarakat, khususnya generasi muda. Di satu sisi, voucher dan promo bisa menjadi solusi hemat yang praktis dan menyenangkan. Namun, di sisi lain, tren ini juga berisiko menjerumuskan pengguna pada belanja impulsif yang berujung pada pemborosan.
Kuncinya terletak pada pengendalian diri. Dengan sikap bijak, memisahkan kebutuhan dan keinginan, serta mengatur anggaran dengan disiplin, pengguna bisa tetap menikmati keuntungan dari promo TikTok tanpa terjebak dalam godaan impulsif. Pada akhirnya, diskon seharusnya menjadi sarana untuk berhemat, bukan alasan untuk boros dengan cara yang lebih halus.
Kalau Anda masih bingung bagaimana cara mengatur belanja agar tetap terkendali meski sering tergoda promo, segera login ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli. Di sana, Anda bisa berkonsultasi langsung dengan pakar keuangan serta menemukan banyak informasi bermanfaat lainnya seputar keuangan dan gaya hidup, semuanya bisa diakses secara gratis.
Sumber:
Berbagai sumber
Ropiyanto
09 December 2025
Semoga kita terhindar dari belanja implusif
Balas
.0
Rita Febrina
11 October 2025
Kebanyakan checkout di TikTok itu lebih ke godaan impulsif daripada hemat. Hati-hati jebakan diskon!
Balas
.0
Sarah Sechan
11 October 2025
Terimakasih daya id terbaik mantap
Balas
.0
Muhammad lutfhi
11 October 2025
Keren sekali terimakasih artikelnya
Balas
.0
Rifki Simatupang
11 October 2025
Terimakasih sudah memberikan manfaat keren
Balas
.0