Mengendalikan Apa yang Bisa Dikendalikan
“Menghadapi kondisi ini, aku belajar untuk menerima keadaan. Jika kita terus larut dalam masalah tersebut, tidak akan ada yang berubah. Namun, kita bisa mengendalikan sikap dan fokus untuk merencanakan hal berikutnya.” tutur Evita ketika menceritakan usahanya untuk kembali mencari internship dan mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk pendidikan profesi psikolog yang telah direncanakan. Selain itu, ia juga bergabung dengan komunitas layanan konseling ibunda.id sebagai peer conselor.
Evita juga menghadapi tantangan selama mengikuti perkuliahan daring. Baginya, beraktivitas di rumah saja menumbuhkan kesan ‘malas-malasan’ dan kurang teratur, sebab semua terasa berjalan ‘begitu saja’. Evita menjelaskan suasana sangat memengaruhi fokus dan semangat beraktivitas. Tak jarang ia kurang bersemangat dan kewalahan dengan berbagai tugas perkuliahan.
“Ketika berada di kampus, tujuan kegiatanku jelas dan fokus untuk perkuliahan. Ini sangat berbeda dengan belajar dari rumah. Selain itu, beraktivitas di rumah juga membuat perhatian terbagi antara pendidikan dan pekerjaan rumah.” jelas Evita. Ia menyadari bahwa kondisi pandemi tidak bisa ia kendalikan, namun ia bisa mengendalikan sikapnya dalam mengatasi masalah ini.
Be Flexible Planner
“Beberapa orang merasa cemas ketika target harian tidak tercapai. Seolah jadwal itu mengendalikan kita, padahal jadwal itu kita yang mengendalikan. Jadi perlu flexible planner, sehingga kita tidak tertekan dengan jadwal tersebut.” jelas Evita sambil menceritakan alokasi waktu hariannya selama masa pandemi.
Quarter Life Crisis: Cerita Kepala Dua
Cerita Kepala Dua memberikan edukasi mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh dewasa muda seperti karir, percintaan, dan tujuan hidup. Usia kepala dua menjadi masa transisi antara remaja dan dewasa yang sering mengalami ketidakstabilan dalam berpikir dalam upaya mencapai tujuan hidupnya.
“Quarter life crisis itu wajar, dan kondisi pandemi semakin menurunkan well being orang-orang di usia ini.” papar Evita sembari menjelaskan hasil penelitiannya pada kelompok usia dewasa muda di masa pandemi. Menurut pengamatannya, kondisi terisolasi seperti ini mengakibatkan masalah sosial dan merasa kesepian. Selain itu, rentan terjadi miskomunikasi dalam percakapan daring. Menurut ilmu psikologi yang ia pelajari, ada pesan non verbal yang tidak tersampaikan jika hanya membaca pesan singkat atau melalui percakapan suara. Evita juga menjelaskan kemungkinan meningkatnya stress di kalangan usia dewasa muda saat ini disebabkan oleh life plan yang berubah karena kondisi pandemi. Kecemasan dan kekhawatiran seolah memenuhi pikiran di ruang-ruang kosong selama di rumah saja.
Berikut tips mengatasi masalah mental di masa pandemi versi Evita:
1. Prinsipnya, kendalikan hal yang bisa dikendalikan. Batasi penggunaan media sosial yang dapat meningkatkan kecemasan terkait pandemi.
2. Rencanakan aktivitas harian, hal ini membuat kita memiliki sense of control yang dapat mengatasi cemas dan lesu di rumah saja.
3. Manusia adalah mahluk sosial, sehingga interaksi sosial itu penting. Tetap jalin komunikasi daring dengan teman-teman.
4. Jaga pola hidup sehat, karena emosi juga dipengaruhi oleh kondisi biologis lho. Rutin olahraga, makan teratur, dan istirahat cukup.
5. Be mindful. Fokuslah dengan apa yang kita kerjakan.
Anda dapat bertanya seputar psikologi yang tepercaya dan langsung dari ahlinya di fitur Tanya Ahli. Salam sehat.