Sebagai seorang pebisnis, apakah Anda berniat mewariskan usaha ke anak-anak Anda? Kalau kita amati, ada saja pengusaha yang ingin mewariskan bisnis keluarganya, tapi belum tentu anak-anda berminat dan mau melanjutkannya, bukan?
Penyebab Anak Tidak Minat Melanjutkan Bisnis Keluarga
Bisa terjadi karena beberapa hal, seperti:
1. Perbedaan minat
Kebanyakan anak memiliki minat yang berbeda dari orang tuanya. Misalnya, orang tua memiliki bisnis kuliner tradisional, tapi anak lebih tertarik pada teknologi, seni, atau profesi lain seperti dokter atau arsitek.
Sebagian anak melihat bisnis orang tua sebagai sesuatu yang “kuno” atau tidak relevan dengan zaman sekarang. Mereka mungkin lebih tertarik membangun sesuatu yang baru dan lebih sesuai dengan tren masa kini.
Kemudian mereka berusaha membuktikan diri dengan membangun karier atau usaha sendiri, bukan melanjutkan warisan yang sudah ada.
2. Tidak ingin hidup di bawah bayang-bayang orang tua
Anak bisa jadi merasa tidak siap atau tidak mau hidup di bawah bayang-bayang kesuksesan orang tua. Mewarisi bisnis keluarga sering kali datang dengan ekspektasi tinggi dan tekanan besar.
3.Hubungan keluarga yang tidak harmonis
Hubungan antara anak dan orang tua yang tidak harmonis, atau hubungan antara kerabat dengan orang tua, membuat anak enggan terlibat dalam bisnis keluarga karena konflik pribadi atau trauma masa lalu.
4. Kurangnya pengetahuan dan persiapan
Tidak semua anak dibekali dengan pengetahuan atau keterampilan yang cukup untuk melanjutkan bisnis keluarganya. Apabila proses melatih dan proses transisi tidak dipersiapkan dengan serius, berjenjang, dan bertahap, anak bisa merasa tidak percaya diri untuk mewarisi bisnis keluarga.
5. Persepsi terhadap bisnis
Kerja keras orang tua tatkala jatuh bangun membangun bisnis, sering kali membuat anak tidak mau mengulangi apa yang sudah pernah terjadi orang tuanya dan berdampak pada dirinya. Apa yang telah ia saksikan dan rasakan bersama orang tuanya, akhirnya membentuk persepsi tersendiri terhadap arti sebuah bisnis. Akhirnya ada sebagian anak yang justru tidak mau berwirausaha membangun bisnis seperti orang tuanya.
6. Ketidakjelasan masa depan bisnis
Jika bisnis orang tua sedang mengalami penurunan atau tidak memiliki prospek yang jelas, atau bisnis sedang terjadi perseteruan dengan anggota kelurga lain atau pihak eksternal, anak mungkin merasa tidak ada gunanya melanjutkan sesuatu yang tidak menjanjikan, karena mereka merasa diwarisi masalah.
Cara Mengajarkan Bisnis Keluarga kepada Anak
Kalau pun anak-anak tidak menyukai bisnis, itu sangat wajar, akan tetapi, tetap ada cara untuk dapat mengajarkan tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap usaha keluarga, tanpa memaksanya menjadi pebisnis.
Yang paling awal perlu ditekankan dalam melatih anak, adalah menggeser sudut pandang atau mindset “dari bisnis ke keluarga” dan komunikasi yang persuasif. Alih-alih mengatakan “Bantu usaha orang tua,” ubah narasinya menjadi “Ini bagian dari kontribusi kamu untuk keluarga. Kita semua punya peran.”
Dengan begitu, anak dari awal tidak merasa dipaksa jadi pebisnis, tapi dia merasa sedang membantu keluarga. Memang mempersiapkan anak-anak atas peran dan tanggung jawabnya pada bisnis keluarga di masa depan, membutuhkan perencanaan dan pelibatan yang matang.
Anda perlu melatih mereka secara berjenjang dan bertahap. Berjenjang artinya menyesuaikan usia. Bertahap artinya melatih mereka sedikit demi sedikit. Libatkan mereka dalam tugas-tugas yang sesuai dengan usianya. Hal ini akan mendorong anak-anak untuk mulai mengerjakan proyek-proyek kecil yang nantinya menumbuhkan rasa kepemilikan.
Latih Anak Sesuai Usia
Perhatikan aspek usia dalam melatihan anak. Misalnya:
- Usia Dini (8-12 tahun), mulailah ajak mereka melihat-lihat aktivitas bisnis, berkenalan dan berkomunikasi dengan para pegawai, mengenalkan atau memakai produk.
- Usia Remaja (13-17 tahun), berikan tanggung jawab yang lebih besar, seperti membantu pencatatan keuangan atau melayani pelanggan.
- Usia Dewasa Muda (18-20 tahun), libatkan mereka dalam beberapa peran strategis yang skalanya kecil, seperti membantu menyusun rencana bisnis atau pengembangan produk.
- Usia Dewasa Tumbuh (21-23 tahun), libatkan mereka untuk terlibat dalam seluruh divisi bisnis untuk memahami keseluruhan bisnis.
- Usia Dewasa Matang (23-25 tahun), seperti memimpin beberapa karyawan mengerjakan atau menyelesaikan satu-dua proyek inovasi buat perusahaan.

Perhatikan Aspek Psikologi dan Komunikasi
Selain itu Anda harus perhatikan aspek psikologi dan komunikasi ke anak seperti :
1. Komunikasikan secara bertahap proses yang terjadi di bisnis keluarga
Ceritakan sejarah bagaimana bisnis keluarga ini dibangun, tantangan yang dihadapi, dan pencapaian yang diraih. Ceritakan perjuangan membangun usaha, tantangan yang dihadapi, dan harapan ke depan. Lalu ajak anak memberi pendapat:
“Dulu Ayah/Ibu mulai usaha ini dari nol. Sekarang sudah jalan, kami ingin kamu tahu ceritanya. ………. Jadi bagaimana setelah dengar cerita itu, Menurut kamu, apa yang bisa kita tingkatkan?”
Pilih waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan kodisi bisnis ke anak, misalnya saat makan malam, jalan-jalan, atau ngobrol santai. Hindari suasana tegang atau penuh tuntutan.
Libatkan juga dalam keputusan-keputusan kecil, misalnya memilih desain kemasan, ikut rapat ringan, atau membantu di event usaha. Ini membuat anak merasa dihargai dan punya kontribusi. Ini bisa menumbuhkan rasa bangga dan keterikatan emosional.
2. Jadikan bisnis keluarga sebagai proyek belajar
Ajaklah anak membuat proyek kecil dan berdampak, yang bisa dijadikan bagian dari tugas sekolah atau kuliah, seperti studi kasus, magang, atau proyek kewirausahaan.
“Anggap aja ini kayak magang atau proyek pribadi. Kamu bisa belajar banyak hal, dan siapa tahu berguna buat masa depan kamu.”
Ini akan membuat anak merasa bahwa membantu usaha bukan hanya kewajiban, tapi sekaligus investasi untuk masa depan. Proyek kecil ini bisa jadi pintu masuk untuk anak merasa dihargai dan mulai tertarik.
3. Hindari paksaan, bangun dialog, gunakan bahasa mengajak
Ajarkan bekerja dengan metode coaching, jangan memaksa. Tanyakan pendapat anak “Menurut kamu, apa yang bisa kita tingkatkan dari bisnis keluarga ini?”
Dengarkan aspirasi anak, bahkan jika mereka belum tertarik. Kadang butuh waktu untuk tumbuh rasa ingin tahu. Berikan ruang untuk bertumbuhnya kesadaran dan memberikan ruang memilih, agar anak merasa dihargai. Menghargai anak akan memicu anak berpikir lebih terbuka pada pendapat orang lain. Daripada Anda memaksa, mereka malah akan cepat menutup diri dari pendapat Anda.
Baca: Tips Coaching Karyawan, Cara Efektif untuk Usaha Anda
“Nak, bisnis keluarga ini sudah berjalan cukup baik, omzetnya sudah 1 milyar setahun. Tapi Ayah/Ibu ingin kamu ikut belajar, supaya nanti kamu bisa punya pilihan: mau kembangkan ini, atau bikin usaha sendiri dengan bekal pengalaman nyata.. Bagaimana pendapatmu?”
Kalau anak bilang tidak tertarik, jangan langsung dibantah. Tanggapi dengan empati:
“Aku ngerti kok kalau kamu belum tertarik. Tapi Ayah/Ibu cuma ingin kamu tahu bahwa usaha ini bagian dari perjuangan keluarga. Kalau suatu saat kamu mau bantu, kami akan senang banget.”
Kalau anak belum mau, jangan dipaksa. Tapi tetap ajak secara konsisten dan dengan cara yang positif. Ingat butuh waktu untuk tumbuh rasa sadar, ingin tahu, dan tanggung jawab.
4. Sesuaikan dengan minat, hobi atau potensi anak
Jika anak hobi desain, libatkan di bagian branding atau media sosial. Jika anak bakat dalam teknologi, ajak bantu membuat sistem digitalisasi usaha. Jika anak suka komunikasi dengan banyak orang, libatkan dalam pelayanan pelanggan atau pemasaran.
Semua ini bertujuan agar anak merasa bahwa usaha ini bisa menjadi wadah berkontribusi bagi keluarga sekaligus aktualisasi bagi dirinya, bukan "kerja bantu orang tua".
Biarkan anak “happy” atau bahagia menurut dirinya, kebahagiaan adalah dasar orang untuk dapat mengerjakan apa yang dia mau dengan sepenuh hati sampai tuntas, meski terdapat beberapa halangan.
Pendekatan seperti lebih cocok buat karakter generasi Z saat ini, karena umumnya mereka berupaya meraih kebahagiaan terlebih dahulu, baru kemudian memikirkan karier atau jenis pekerjaan yang akan difokuskan. Terlebih gen Z cenderung mencari pekerjaan yang bisa membuat mereka meraih work life balance, keseimbangan antara kehidupan professional dan pribadi serta makna dan dampak sosial dari pekerjaan mereka.
Ketika suasana hati positif, orang akan cenderung mempertimbangkan tindakan yang lebih luas, lebih terbuka terhadap pengalaman baru yang ditawarkan, dan mampu mengintegrasikan segala informasi yang diperoleh dengan lebih baik. Jadi perasaan bahagia tersebut mampu meningkatkan kreativitas dan produktivitas kita.
5. Berikan ruang untuk melihat, kontribusi, inovasi dan apresiasi
Ajaklah anak Anda ikut mengamati situasi lapangan atau toko, melihat proses produksi atau pelayanan merasakan interaksi langsung dengan pelanggan, kemudiakan hubungkan dampaknya bagi bisnis dan keluarga. Kadang anak tidak suka bisnis karena belum pernah merasakan langsung dan dengan pengalaman langsung ini diharaplkan bisa membuka perspektif baru anak.
Setelah itu ajaklah anak berkontribusi memberikan ide baru buat pengembangan bisnis dan membantu kehidupan keluarga.

Katakan, “Ayah/Ibu sedang memikirkan gimana usaha ini bisa lebih cocok buat anak muda. Adakah ide darimu?” Daripada, “Kamu bantu dong usaha ini, masa nggak mau?”
Biarkan anak mencoba ide baru, meskipun kecil. Dorong anak untuk melihat usaha sebagai “startup keluarga” yang bisa dikembangkan.
Berikut ini terdapat beberapa contoh pilihan yang dapat ditawarkan anak untuk berkontribusi dalam bisnis keluarga. Buatlah checklist daftar pilihan kontribusi anak, yang bisa dicetak dan ditempel di rumah, lalu dipilih bersama anak. “Kamu nggak harus suka bisnis, tapi dari daftar ini, mana yang kamu mau coba bantu dulu?”
Sebagai contoh:
- Kontribusi Kreatif (untuk anak yang suka seni, desain, atau media sosial)
- Membuat desain konten Instagram/TikTok usaha
- Membantu foto produk atau dokumentasi kegiatan usaha
- Kontribusi Digital (untuk anak yang suka teknologi atau komputer)
- Membuat spreadsheet sederhana untuk pencatatan stok atau penjualan
- Membantu analisis data penjualan (misalnya grafik mingguan)
- Kontribusi Operasional Ringan
- Membantu packing produk saat ramai pesanan
- Menjawab pertanyaan pelanggan di media sosial
- Kontribusi Strategis (untuk anak yang suka berpikir dan berdiskusi)
- Memberi masukan dari sudut pandang anak muda (target Gen Z)
- Membantu riset kompetitor atau tren pasar
- Kontribusi Personal dan Keluarga
- Menemani orang tua saat meeting ringan dengan klien/vendor
- Menyusun dokumentasi usaha (foto, testimoni, pencapaian)
6. Berikan awareness tentang pengelolaan keuangan bisnis keluarga dan pengaruhnya pada keluarga
Memasuki usia remaja, ajaklah anak berdiskusi tentang omzet, margin, dan biaya operasional secara sederhana. Tunjukkanlah bagaimana bisnis keluarga ini bisa menjadi sumber penghasilan yang stabil dan berkembang, dan dapat memberikan uang saku bagi mereka.
Nah, demikianlah tips melatih anak untuk meneruskan bisnis keluarga. Perlu memberikan pelatihan secara berjenjang dan bertahap.
Baca juga: Menyiapkan Penerus Bisnis Melalui Pendelegasian Wewenang
Aspek komunikasi persuasif menjadi Landasan penting untuk dapat menggeser mindset anak, dari beban menjadi partisipasi berkontribusi untuk keluarga, bahkan masyarakat. Apabila masih ada beberapa hal yang ingin diketahui jangan sungkan, bertanyalah di fitur Tanya Ahli ya. Bagi yang belum daftar daya.id, yuk registrasi dengan klik daftar.
Sumber:
Berbagai sumber
Moch Fauzi Abdul Rohman
17 November 2025
baik untuk orang tua yang memang ingin anaknya melanjutkan bisnisnya, namun memang harus dipupuk dari sejak dini.
Balas
.0
St Nurliah
24 October 2025
Komunikasi 2 arah perlu banget apa lg masalah anak .. orang tua dan anak wajib saling memahami dan memberikan yang terbaik untuk masa depan
Balas
.0
Nawawi
23 October 2025
Perbedaan minat sudut pandang Sebagian besar anak memandang bisnis orang tua sebagai sesuatu yang “kuno” atau tidak relevan dengan zaman sekarang
Balas
.0
kurnia nurbaiti
23 October 2025
Poin poin di atas lengkap untuk menggambarkan tentang bagaimana bisnis keluarga bisa diwariskan. Sangat inspiratif
Balas
.0
siska pratiwi
23 October 2025
Panduan ini membantu memahami bagaimana anak bisa dilibatkan agar siap meneruskan bisnis keluarga—mulai belajar produk, manajemen, hingga adaptasi dengan zaman.
Balas
.0