Bulan Juli mendatang menjadi penanda tahun ajaran baru di Indonesia, momen yang kerap diiringi dengan kebingungan bagi para orang tua. Salah satu dilema yang sering ditanyakan adalah: kapan waktu terbaik bagi anak untuk masuk jenjang Sekolah Dasar (SD)?
Peraturan pemerintah menetapkan usia minimal 7 tahun untuk masuk SD negeri, namun tidak sedikit sekolah swasta yang membuka pintu lebih awal, bahkan untuk anak usia 6 tahun.
Di sisi lain, sebagian orang tua memasukkan anaknya ke pendidikan prasekolah sejak dini. Sehingga pada usia 6 tahun anak sudah dinyatakan lulus Taman Kanak-Kanak (TK). Walau, ada juga orang tua menimbang, apakah sebaiknya langsung melanjutkan ke SD atau justru mengulang TK 1 tahun lagi agar lebih matang?
Sebagian guru TK memberikan lampu hijau bahwa anak sudah siap. Sementara ada isu-isu seperti kesulitan adaptasi, tekanan akademis, atau bahkan dampak jangka panjang pada perkembangan emosional anak kerap dikhawatirkan orang tua.
Jadi, kapan waktu yang tepat untuk anak masuk SD?
Baca juga: Generasi Beta, Anak-Anak Masa Depan di Era Kecerdasan Buatan

Memahami Kesiapan Akademis: Apa Kata Penelitian?
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Oxford Review of Education (Verachtert, De Fraine, Onghena, & Ghesquière, 2010) mengungkap temuan menarik terkait usia relatif anak di dalam kelas. Riset tersebut dilakukan di Belanda, di mana tahun ajaran baru dimulai Januari. Ternyata, anak-anak yang lahir di kuartal keempat (yang artinya paling muda di angkatannya) menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Sekitar 20% dari kelompok anak ini sempat dirujuk untuk mendapatkan pengajaran khusus karena mengalami kesulitan belajar di kelas 1 dan 2. Angka ini kontras dengan kelompok anak yang lahir di kuartal pertama, di mana hanya sekitar 7% yang mengalami hal serupa. Namun, perbedaan ini menurun secara signifikan di kelas 2 dan kelas 3.
Pola serupa juga ditemukan dalam penelitian Stipek dan Byler (2001). Studi ini juga menunjukkan bahwa ada sedikit keunggulan prestasi di kelas 1 pada anak-anak yang masuk TK di usia lebih tua, namun perbedaan ini sudah tidak terlihat lagi saat mereka mencapai kelas 3. Senada dengan temuan tersebut, penelitian Lincove dan Painter (2006). juga menunjukkan bahwa anak-anak yang saat TK usianya cenderung lebih tua daripada teman-temannya, memiliki skor tes masuk TK yang secara signifikan lebih tinggi. Selama dua tahun pertama di sekolah, mereka juga menunjukkan peningkatan skor yang lebih baik.
Secara umum, penelitian-penelitian ini mengindikasikan bahwa anak-anak yang memulai sekolah di usia yang sedikit lebih tua mungkin memiliki keunggulan awal dalam hal kematangan kognitif dan adaptasi di kelas awal. Hal ini wajar, mengingat kemampuan kognitif anak memang masih berkembang pesat di usia balita. Oleh karena itu, anak yang usianya sedikit lebih besar umumnya memiliki kemampuan yang lebih matang. Namun, perbedaan ini cenderung merata seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, fokus utama seharusnya adalah pada kesiapan individual anak, bukan hanya usianya.
Faktor Non-Akademis yang Turut Berperan dalam Kesiapan Sekolah
Selain aspek akademis dan kognitif, ada beberapa faktor penting lain yang seringkali terabaikan namun krusial dalam menentukan kesiapan anak masuk SD:
- Kesiapan Emosional: Anak yang siap secara emosional mampu mengelola emosi mereka sendiri, menghadapi frustrasi kecil, berpisah dari orang tua tanpa kecemasan berlebihan, dan memiliki ketahanan terhadap tantangan. Mereka juga dapat mengekspresikan kebutuhan dan perasaannya dengan baik.
- Kesiapan Sosial: Kemampuan berinteraksi dengan teman sebaya dan guru sangat penting. Anak yang siap secara sosial mampu berbagi, bergantian, bekerja sama dalam kelompok, mengikuti aturan, dan menyelesaikan konflik sederhana. Mereka juga menunjukkan minat untuk bersosialisasi dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
- Kemampuan Mengikuti Instruksi: Di lingkungan sekolah, anak perlu mampu memahami dan mengikuti instruksi multi-langkah dari guru. Ini melibatkan kemampuan mendengarkan aktif dan mengingat apa yang telah disampaikan.
- Kemampuan Merawat Diri Sendiri (Self-Help Skills): Anak diharapkan mampu melakukan tugas-tugas dasar seperti menggunakan toilet secara mandiri, makan bekal sendiri, merapikan peralatan, dan memakai serta melepas pakaian. Kemandirian ini mengurangi ketergantungan pada guru dan meningkatkan rasa percaya diri anak.
- Minat dan Motivasi Belajar: Anak yang menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi, antusias terhadap kegiatan belajar, dan memiliki motivasi internal untuk mengeksplorasi hal baru akan lebih mudah beradaptasi dan berkembang di sekolah.
Jadi, Bagaimana Menentukan Kesiapan Sekolah Anak?
Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi kesiapan sekolah, keputusan untuk memasukkan anak ke SD tidak bisa didasarkan hanya pada usia atau pendapat satu pihak saja. Penting untuk melakukan penilaian secara menyeluruh. Jika Anda masih ragu atau ingin memastikan kesiapan si kecil, langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan profesional. Sebaiknya lakukan tes kesiapan sekolah dengan psikolog. Psikolog dapat melakukan asesmen komprehensif yang meliputi aspek kognitif, motorik, sosial, dan emosional anak. Hasil tes ini akan memberikan gambaran yang objektif dan rekomendasi yang terukur, sehingga Anda dapat membuat keputusan terbaik yang paling sesuai dengan kebutuhan dan potensi anak.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.
Sumber:
Berbagai sumber
Berikan Pendapat Anda