27 Januari 2025
Dirilis
Penulis
Farraas Afiefah Muhdiar, M.Psi., M.Sc, Psikolog (Tim Arsanara Development Partner)
Generasi Beta adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan anak-anak yang lahir antara tahun 2025 hingga 2039. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh McCrindle, seorang futurolog dan peneliti sosial asal Australia yang dikenal luas karena menciptakan istilah-istilah untuk berbagai generasi sebelumnya, seperti Generasi Alpha yang lahir tahun 2010 hingga 2024. Generasi Beta diprediksi menjadi generasi yang tumbuh dalam lingkungan teknologi yang semakin canggih, di mana kecerdasan buatan (AI) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Karakteristik Generasi Beta
Generasi Beta memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya. Beberapa ciri khas tersebut meliputi:
1. Sangat Dekat dengan Teknologi Sejak Lahir
Generasi Beta akan lahir dalam dunia yang telah didominasi oleh AI, Internet of Things (IoT), dan teknologi otomatisasi lainnya. Sejak usia dini, mereka akan berinteraksi dengan perangkat cerdas, robot asisten rumah tangga, dan platform pembelajaran berbasis AI. Penguasaan teknologi bukan lagi keterampilan tambahan, melainkan kebutuhan dasar.
2. Pendidikan yang Dipersonalisasi
Metode pendidikan bagi Generasi Beta diprediksi akan lebih terpersonalisasi, memanfaatkan teknologi AI untuk menyesuaikan materi pembelajaran berdasarkan kebutuhan individu. Dengan ini, proses belajar mengajar menjadi lebih efektif dan menarik, serta membantu anak-anak mencapai potensi maksimal mereka.
3. Sudut Pandang yang Penuh Kesadaran
Melanjutkan kesadaran lingkungan dari Generasi Alpha dan Z, Generasi Beta akan tumbuh dengan pemahaman mendalam tentang sustainability. Dalam dunia yang semakin global, Generasi Beta juga akan lebih menghargai keberagaman dan inklusi.
Mereka akan tumbuh dalam masyarakat yang semakin multikultural, dengan nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan yang menjadi bagian dari identitas mereka. Generasi Beta diasuh oleh orang tua Generasi Millenial akhir dan Generasi Z awal, yang umumnya juga memiliki pola pandang yang lebih inklusif dan rasional.
Dengan karakteristik tersebut, berikut adalah tantangan-tantangan yang kemungkinan akan lebih banyak dihadapi oleh Generasi Beta:
1. Kesenjangan Digital
Tidak semua anak Generasi Beta akan memiliki akses yang sama terhadap teknologi yang canggih. Hal ini dapat menciptakan kesenjangan pendidikan dan ekonomi yang signifikan.
2. Etika dan Privasi
Dengan meningkatnya integrasi AI dalam kehidupan sehari-hari, isu terkait etika dan privasi data menjadi perhatian utama. Kriminalitas yang menggunakan teknologi juga pasti akan meningkat. Orang tua dan pendidik harus mengedukasi Generasi Beta tentang penggunaan teknologi secara bertanggung jawab.
3. Adaptasi terhadap Perubahan
Dunia Generasi Beta akan berubah lebih cepat dari sebelumnya. Oleh karena itu, kemampuan beradaptasi, berpikir kritis, dan belajar sepanjang hayat menjadi keterampilan yang esensial.
4. Kesehatan Mental
Tantangan kesehatan mental, seperti kecemasan digital dan kecanduan gawai, akan menjadi isu penting yang perlu ditangani oleh generasi ini. Pendidikan dan pengasuhan yang mendukung keseimbangan hidup menjadi sangat penting.
5. Menyeimbangkan Penggunaan Teknologi dengan Aktivitas yang Mindful
Kemudahan teknologi sangat mungkin membuat Generasi Beta menjadi lebih enggan terkoneksi dengan lingkungannya. Kemudahan-kemudahan teknologi juga mungkin membuat Generasi Beta lebih enggan berusaha, sehingga dapat mempengaruhi resiliensinya dalam menghadapi tantangan.
6. Bersaing dengan AI
Kehadiran AI pelan-pelan akan menggantikan beberapa profesi, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang cukup repetitif dan mudah terprediksi.
Menyiapkan Generasi Beta
Berikut langkah-langkah penting yang dapat dilakukan untuk mendukung Generasi Beta:
1. Memanfaatkan Teknologi secara Positif
Ajarkan anak untuk menggunakan teknologi sebagai alat untuk belajar, berkreasi, dan memecahkan masalah; bukan hanya untuk hiburan semata. Batasi screen time untuk memastikan keseimbangan antara aktivitas digital dan fisik. Pastikan anak tetap memiliki hobi yang tidak melibatkan gawai, seperti berolahraga, mengeksplorasi alam, memasak, dan sebagainya; karena aktivitas-aktivitas tersebut penting untuk kesehatan fisik dan mental.
2. Mendorong Kepedulian Sosial dan Lingkungan
Tumbuhkan kesadaran tentang pentingnya menjaga bumi dan berkontribusi pada masyarakat. Ajak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang bermanfaat agar kepedulian anak menjadi tumbuh.
3. Mengembangkan Soft Skills
Keterampilan komunikasi, empati, kepemimpinan, dan kerja sama merupakan keterampilan-keterampilan yang dapat dilakukan lebih baik oleh manusia, bukan robot atau AI, sehingga sangat penting untuk ditanamkan sejak dini. Selain itu, kehadiran AI juga membutuhkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan keterampilan memecahkan masalah.
Setiap generasi memiliki tantangan dan peluang yang berbeda. Sebagai orang tua, penting untuk memahami dan menerima bahwa anak-anak kita akan hidup di zaman yang berbeda dengan saat ini, agar anak mampu bertahan dan berkompetisi di masa depan dengan tetap sehat mental.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.
Sumber:
Artikel : Berbagai sumber
Foto : www.shutterstock.com & www.freepik.com
Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Berikan Komentar