Informasi Artikel

Penulis Artikel

Muthmainah Mufidah, M.Psi.

Di setiap penghujung tahun, hal yang umum ketika kita berusaha untuk melakukan refleksi diri terkait hal-hal yang terjadi sepanjang tahun ini. Wajar jika perasaan yang muncul cukup bercampur, dimana terdapat hal baik terjadi maupun hal kurang menyenangkan yang terjadi. Ada hal-hal yang berhasil kita capai, namun ada juga bagian yang masih terasa berat, menyakitkan, atau belum tuntas. 

Ada hal-hal yang kita syukuri bahwa hal tersebut terjadi, tetapi tentu tidak semua perjalanan selama setahun ini berjalan mulus. Ada target yang meleset, relasi yang berubah, keputusan yang disesali, atau situasi yang tidak sesuai harapan. Merupakan hal yang manusiawi jika ada bagian dalam diri kita yang merasa lelah atau kurang puas ketika melihat ke belakang. Namun, hal yang perlu dihindari adalah menyalahkan diri secara berlebihan dan mengeneralisir kesalahan atau kekurangan pada semua aspek kehidupan. 

Tidak sedikit diantara kita yang terdorong untuk menilai hidup berdasarkan hasil akhir: apakah target tercapai, apakah karier meningkat, apakah sudah menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Namun yang sering terlupakan adalah bahwa hidup tidak hanya ditentukan oleh hasil yang tampak di permukaan. Ada perjalanan panjang, proses bertahap, dan usaha kecil yang justru membentuk ketahanan mental kita. Meski mungkin terdapat kekurangan atau mendapatkan hasil yang kurang menyenangkan, penting bagi kita untuk tetap menghargai proses yang sudah ditempuh. 

Oleh karena itu, salah satu cara yang sehat secara psikologis untuk menutup tahun adalah dengan melatih rasa syukur, bukan untuk memaksa diri “bahagia”, tetapi untuk mengubah cara otak memproses pengalaman. Syukur membantu kita menghargai proses, bukan sekadar menilai hidup berdasarkan pencapaian.

 

Syukur sebagai Cara Mengubah Fokus Otak

Secara biologis, otak manusia memiliki negativity bias: kecenderungan untuk lebih fokus, lebih ingat, dan lebih reaktif terhadap hal-hal buruk. Bias ini sebetulnya bertugas membantu manusia bertahan hidup, tetapi seringkali membuat kita lebih mudah merasa kurang, kecewa, atau gagal. Saat kita melatih syukur, fokus otak bergeser pada hal-hal yang lebih netral atau lebih baik. Pergeseran fokus ini membantu kita:

  • Melihat lebih realitas dan seimbang
  • Tidak terjebak pusaran hal-hal yang kurang terus
  • Lebih mampu menilai bahwa meski hasil belum sempurna, kita tetap bergerak

Syukur mengembalikan keseimbangan persepsi agar kita tidak tenggelam dalam bias negatif alami otak.

 

Syukur Mengaktifkan Hormon-Hormon Bahagia

Riset neuropsikologi menunjukkan bahwa rasa syukur bisa memicu pelepasan berbagai hormon positif, seperti:

 

1.    Dopamin – hormon penghargaan

Ketika kita mengakui hal kecil yang berjalan baik, otak memproduksi dopamin yaitu hormon yang muncul saat kita berhasil mencapai sesuatu. Ini membuat kita merasa lebih termotivasi.

 

2.    Serotonin – hormon penstabil suasana hati

Syukur menenangkan pikiran, menurunkan stres, dan membantu menjaga mood tetap lebih positif.

 

3.    Oksitosin – hormon kedekatan dan kepercayaan

Saat mengucapkan terima kasih atau mensyukuri keberadaan seseorang, hubungan sosial terasa lebih dekat, lebih hangat, dan lebih aman.

 

4.    Endorfin – hormon rasa nyaman

Syukur memberikan rasa ringan yang serupa dengan efek olahraga atau tawa.
Keempat hormon ini bekerja seperti bahan bakar emosional yang membuat kita lebih berdaya selama proses, bahkan saat hasil belum terlihat.

 

Syukur Memperluas Cara Berpikir dan Bertindak

Menurut Teori Broaden-and-Build, emosi positif, termasuk syukur, membantu otak untuk:

  • Membuka cara pikir
  • Melihat lebih banyak alternatif dari situasi sulit
  • Memunculkan kreativitas
  • Mendorong pencarian solusi yang lebih sehat

Inilah mengapa orang yang melatih syukur lebih mudah bangkit setelah mengalami kegagalan atau tantangan. Mereka tidak terjebak pada “ini salah semua”, tetapi bisa memikirkan langkah-langkah kecil berikutnya untuk bergerak maju. Syukur, pada akhirnya, membuat kita tidak terlalu lama berada dalam kondisi tidak menyenangkan.

 

Syukur Mengaktifkan Area Positif dalam Otak

Saat kita melatih syukur, beberapa area otak yang berhubungan dengan fungsi-fungsi penting ikut aktif:

  • Reward center, yang membuat kita merasa puas dan dihargai.
  • Empati, yang membantu memahami perasaan orang lain dengan lebih baik.
  • Moral cognition, bagian otak yang membantu kita membuat keputusan baik secara moral maupun etika.

Karena area-area ini aktif, orang yang bersyukur cenderung memiliki keputusan yang lebih baik, interaksi yang lebih sehat, dan hubungan yang lebih kuat dengan diri maupun orang lain, hingga pada akhirnya meningkatkan kualitas hidupnya. 

Jadi, di penutup tahun ini, mari kita coba melakukan refleksi dan menghargai proses serta usaha yang telah kita kerahkan. Yuk kita coba untuk:

 

1. Menghargai usaha kecil yang konsisten

Kadang kita tidak melihat perubahan besar, padahal usaha 1% setiap hari tetap progress, dan dapat membangun ketahanan mental serta kebiasaan yang lebih sehat. Hal-hal sederhana yang kita usahakan setiap hari secara konsisten patut untuk kita hargai, seperti sering bangun pagi, menjaga makan, meminta maaf saat salah, selalu mengucapkan terima kasih, dan lain sebagainya.

 

2. Menghargai hal-hal yang berjalan baik

Bisa untuk tidur cukup, tubuh sehat bisa untuk bekerja, memiliki teman yang mendukung, atau ada kesempatan belajar yang kita miliki di tahun ini, semua itu bagian dari proses yang sering luput disadari dan syukuri. Jangan sampai hal-hal tersebut diambil atau hilang dulu baru kita sadari kebaikannya. 

 

3. Menghargai diri yang bertahan

Tahun ini mungkin tidak selalu mudah, tapi kita tetap berusaha. Bertahan juga bentuk keberhasilan dan boleh kita merasa bangga dengan hal ini. Ada perjuangan yang kita lalui sendiri, ada kesulitan yang kita usahakan untuk bangkit sendiri, serta ada tantangan yang kita hadapi perlahan dengan cara kita sendiri sehingga tetap bertahan hingga saat ini. Lihatlah dirimu sudah sampai di titik ini dan syukuri kemampuan bertahan. 

 

4. Menghargai pertumbuhan yang tidak kasat mata

Ada perubahan ke arah lebih baik yang mungkin tidak terlihat secara jelas oleh kasat mata, tetapi merupakan hal yang penting dan layak untuk kita apresiasi, seperti kesabaran, keberanian memulai atau mencoba, kemampuan menetapkan batasan, atau cara kita memproses emosi. 

Syukur bukan tentang membandingkan hidup dengan orang lain atau memaksa diri merasa “cukup”. Syukur adalah cara lembut untuk berkata: “Aku melihat prosesku. Aku menghargai perjalananku. Dan aku memberi tempat pada hal-hal baik yang aku usahakan”. Dengan menutup tahun menggunakan syukur, kita tidak hanya merayakan hasil, tetapi juga menghormati perjalanan yang membentuk kita sepanjang tahun. Ini membantu kita memasuki tahun baru dengan pikiran lebih jernih, hati lebih tenang, dan langkah lebih percaya diri. Selamat melakukan refleksi dan apresiasi akhir tahun!

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

5.0

4 Penilaian

Artikel Terkait

5.0
Kesehatan Mental

Hati-Hati, Media Sosial Bisa Ganggu Psikologi Anda

15 Maret 2019

5.0
Kesehatan Mental

Cara Latih Otak Bagi Manula

01 November 2017

4.9
Kesehatan Mental

Tren Oversharing di Media Sosial dan Bahayanya Bagi Kesehatan Mental

19 Mei 2023

4.8
Kesehatan Mental

Cara Menghilangkan Stres dalam Diri Secara Total dan Positif

11 Agustus 2020

Berikan Pendapat Anda

0 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS