09 April 2020
Dirilis
Penulis
Oky Setiarso
Overtraining syndrome (OTS) adalah suatu kondisi adanya proses latihan yang berlebihan disertai dengan waktu pemulihan yang tidak cukup atau singkat, sehingga akan mengalami kelelahan yang ditandai dengan beberapa gejala-gejala psikologi dan fisiologi, sehingga dapat menurunkan kemampuan tubuh ditengah-tengah program latihan akibat beban yang terlalu berat. Tanpa kita sadari terkadang semangat yang terlalu tinggi dalam berolahraga bisa menyebabkan overtraining yang berdampak negatif terhadap kondisi fisik.
Baca Juga: Olahraga Malam Berbahayakah?
Suatu penelitian tentang overtraining syndrome mendapatkan bahwa angka kejadian dari OTS sebenarnya sangat kecil, tapi data yang didapat masih merupakan data gunung es (laporan kejadian yang dilaporkan lebih sedikit dibandingkan dengan kejadian yang tidak dilaporkan). Suatu penelitian mendapatkan adanya sekitar 60% kejadian OTS pada elit atlet pelari laki-laki dan perempuan, dibandingkan dengan 33% pada non-elit pelari. Penelitian lain mendapatkan sekitar 35% perenang dewasa mendapatkan OTS paling tidak 1 kali. Risiko OTS akan meningkat pada olahraga perorangan, wanita, dan atlit elit.
Latihan yang dilakukan terlalu bersemangat, kadang kita lupa bahwa tubuh memiliki batasan kemampuan sehingga terjadilah overtraining. masalah ini kerap menghantui para atlet dan penggemar latihan beban. Sayangnya, tidak sedikit orang yang tidak mengetahui gejalanya sehingga tidak menyadari bahwa dirinya mengalami overtraining. Ada dua pengertian yang bisa digunakan untuk memahami overtraning. Pertama, kondisi saat latihan mengalami kelelahan akut akibat kelelahan (fatigue) berlebih karena intensitas latihan belebihan. Kedua, kondisi tubuh yang drop karena kurangnya waktu pemulihan (recovery).
Beberapa tanda atau gejala antara lain: terus-menerus merasa lelah, performa menurun tanpa sebab, insomnia, depresi, libido menurun, nyeri otot kronis, rentan atau gampang sakit, meningkatnya resting heart rate atau denyut nadi istirahat (10-15 x/menit lebih tinggi dari biasanya), hilangnya nafsu makan, dan kurang antusias secara psikologis. Mudahnya, jika tubuh mengalami kelelahan hingga lebih dari 72 jam setelah latihan, itu berarti kemungkinan mengalami overtraining. Adalah normal jika otot mengalami kelelahan selama 1-2 hari. Tapi jika kelelahan itu lebih dari 72 jam, maka bisa dipastikan mengalami sindrom overtraining. Jika tetap memaksakan diri untuk berlatih tanpa beristirahat untuk pemulihan (recovery) yang cukup maka tubuh menjadi rentan akan cedera serius. Ketika mengalami ini, Anda harus berhenti latihan selama beberapa hari, bahkan berminggu-minggu. Melawan gejala ini dengan tetap latihan hanya akan memperburuk keadaan. Jadi, pencegahan lebih baik daripada penyembuhan.
Baca Juga: Olahraga Malam Berbahayakah?
Suatu penelitian tentang overtraining syndrome mendapatkan bahwa angka kejadian dari OTS sebenarnya sangat kecil, tapi data yang didapat masih merupakan data gunung es (laporan kejadian yang dilaporkan lebih sedikit dibandingkan dengan kejadian yang tidak dilaporkan). Suatu penelitian mendapatkan adanya sekitar 60% kejadian OTS pada elit atlet pelari laki-laki dan perempuan, dibandingkan dengan 33% pada non-elit pelari. Penelitian lain mendapatkan sekitar 35% perenang dewasa mendapatkan OTS paling tidak 1 kali. Risiko OTS akan meningkat pada olahraga perorangan, wanita, dan atlit elit.
Latihan yang dilakukan terlalu bersemangat, kadang kita lupa bahwa tubuh memiliki batasan kemampuan sehingga terjadilah overtraining. masalah ini kerap menghantui para atlet dan penggemar latihan beban. Sayangnya, tidak sedikit orang yang tidak mengetahui gejalanya sehingga tidak menyadari bahwa dirinya mengalami overtraining. Ada dua pengertian yang bisa digunakan untuk memahami overtraning. Pertama, kondisi saat latihan mengalami kelelahan akut akibat kelelahan (fatigue) berlebih karena intensitas latihan belebihan. Kedua, kondisi tubuh yang drop karena kurangnya waktu pemulihan (recovery).
Beberapa tanda atau gejala antara lain: terus-menerus merasa lelah, performa menurun tanpa sebab, insomnia, depresi, libido menurun, nyeri otot kronis, rentan atau gampang sakit, meningkatnya resting heart rate atau denyut nadi istirahat (10-15 x/menit lebih tinggi dari biasanya), hilangnya nafsu makan, dan kurang antusias secara psikologis. Mudahnya, jika tubuh mengalami kelelahan hingga lebih dari 72 jam setelah latihan, itu berarti kemungkinan mengalami overtraining. Adalah normal jika otot mengalami kelelahan selama 1-2 hari. Tapi jika kelelahan itu lebih dari 72 jam, maka bisa dipastikan mengalami sindrom overtraining. Jika tetap memaksakan diri untuk berlatih tanpa beristirahat untuk pemulihan (recovery) yang cukup maka tubuh menjadi rentan akan cedera serius. Ketika mengalami ini, Anda harus berhenti latihan selama beberapa hari, bahkan berminggu-minggu. Melawan gejala ini dengan tetap latihan hanya akan memperburuk keadaan. Jadi, pencegahan lebih baik daripada penyembuhan.
Pencegahan Overtraining Syndrome
- Atur dan kendalikan intensitas latihan. Mengerahkan 100% kemampuan saat berlatih sangat tidak direkomendasikan. Melakukan kesalahan atau mencoba mengalahkan personal best setiap kali latihan hanya akan mempercepat munculnya OTS.
- Pastikan rencana latihan terstruktur ditambah dengan waktu istirahat yang cukup di antara latihan.
- Hindari latihan bila merasa tidak sehat, jangan paksakan untuk berlatih. Jadikan itu peringatan bahwa tubuh sudah cukup lelah. Kenali dan dengarkan tubuh sendiri. Inti dari strategi mengatasi overtraining adalah menemukan keseimbangan, yaitu keseimbangan antara frekuensi dan porsi latihan, waktu istirahat untuk pemulihan,
- Penting untuk memberikan tubuh asupan makanan yang cukup untuk membantu regenerasi sel dan pembentukan sel otot.
- Hidrasi yang cukup, penting untuk minum sebelum, selama dan setelah latihan.
- Poin yang penting juga adalah beristirahat. Hal ini perlu dilakukan mengingat otot membutuhkan waktu untuk memulihkan diri setelah dilatih dengan beban yang berat. Selain itu, dengan mengistirahatkan otot, sama saja dengan memberi ruang otot-otot untuk tumbuh.
- Latihan dihindari apabila terdapat penyakit infeksi pada tubuh, dan adanya heat stroke/stress.
- Hindari latihan bila terjadi kondisi lingkungan atau cuaca yang ekstrim.
- Pijat dan terapi memang sangat baik untuk merileksasikan otot yang terlalu kelelahan. Pijat yang diaplikasikan secara benar dapat mengembalikan keseimbangan pada sistem kerangka muskulo-skeletal. Pijat juga dapat mencegah cedera pada otot yang sering digunakan berlatih. Selain pijat, juga bisa menggunakan terapi dengan suhu (mandi es, air hangat atau dingin). Terapi ini dapat merangsang sistem kekebalan tubuh, memperbaiki sirkulasi darah dan pencernaan, mempengaruhi produksi hormon stres, serta mengurangi rasa nyeri.
Baca Juga: Cara Mengatasi Cedera Hamstring
Jika masih memiliki pertanyaan terkait topik ini, jangan ragu berkonsultasi dengan ahlinya melalui fitur Tanya Ahli. Dan silakan daftarkan diri Anda di Daya.id untuk tips dan info menarik lainnya.
Semoga bermanfaat dan salam olahraga!
Sumber:
Indonesia Sports Medicine Centre (ISMC)
Aprilliani Hariastuti
07 December 2020
baru tau tentang Overtraining syndrome (OTS). Thanks ya, jadi ngerti sekarang
Balas
.0
Lucky Lombu
30 November 2020
Hindari latihan kalau tidak sehat. Bener banget tuh
Balas
.0
Aliah Abdullah
27 November 2020
Wah sy lagi di posisi less training syndrome niy,moga ga sampe ke tahap over training syndrome....makasih daya.id infonya
Balas
.0
Aliah Abdullah
27 November 2020
Wah sy lagi di posisi less training syndrome niy,moga ga sampe ke tahap over training syndrome....makasih daya.id infonya
Balas
.0
Havie Abdul Gafur
26 November 2020
pernah mengalami OTS ternyata karena heat stroke..thanks infonya??
Balas
.0