06 November 2024
Dirilis
Penulis
Andi Dala Nadhifa Asmarani
Pernahkah Anda mendengar istilah overconsumption dan underconsumption? Anda mungkin lebih familiar dengan istilah overconsumption atau konsumsi yang melebihi kebutuhan. Pola konsumsi berlebih muncul karena semakin canggihnya fasilitas berbelanja yang bisa kita gunakan. Fenomena overconsumption sering disorot karena dampak negatifnya terhadap keuangan, kesehatan mental, dan lingkungan.
Namun, akhir-akhir ini juga muncul tren underconsumption atau tren konsumsi minim yang mengajak orang-orang untuk mengurangi kegiatan belanja. Lalu, apakah tren ini adalah praktik yang tepat untuk melawan pola konsumsi berlebih? Jika diterapkan dengan cara yang salah, maka tren minim konsumsi ini bisa memiliki efek samping yang juga berbahaya.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih jauh mengenai dua pola belanja tersebut, termasuk dampak buruknya dan solusi yang bisa kita terapkan. Mari, simak penjelasan lengkapnya hingga akhir!
Berkembangnya Pola Konsumsi Berlebih dan Munculnya Tren Minim Konsumsi
Konsumsi berlebih adalah kecenderungan untuk membeli barang atau jasa dalam jumlah yang melebihi kebutuhan kita. Pola konsumsi ini didorong oleh kemudahan akses belanja online, promosi agresif dari berbagai produk, serta pengaruh media sosial yang menonjolkan gaya hidup konsumtif. Akibatnya, tidak sedikit orang yang terjebak dalam pola belanja impulsif hanya karena tren atau ada diskon tanpa mempertimbangkan kebutuhan yang sesungguhnya.
Dari sisi finansial, perilaku konsumtif ini bisa membuat kita kesulitan dalam mengatur keuangan. Risiko untuk terjebak utang atau gagal menabung meningkat karena pengeluaran yang tidak terkendali. Selain itu, berbelanja secara berlebihan juga memperparah masalah lingkungan dengan meningkatnya produksi barang dan akhirnya berujung pada limbah yang menumpuk.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap pola belanja berlebih, muncul tren underconsumption, atau gaya hidup yang mengurangi konsumsi secara drastis. Banyak juga yang mencoba tren No Spending Challenge, yang mengharuskan kita berkomitmen untuk tidak membeli barang yang tidak diperlukan dalam jangka waktu tertentu. Tujuan dari perilaku minim belanja ini adalah untuk menghemat uang, mengurangi dampak buruk bagi lingkungan, serta menciptakan gaya hidup yang lebih sederhana dan mindful.
Baca Juga: YOLO, FOMO, FOPO, Tren Belanja yang Ancam Keuangan Pribadi?
Sisi Gelap Tren Minim Konsumsi
Meski tampak sebagai solusi ideal, underconsumption yang dilakukan secara drastis malah menimbulkan masalah. Ketika kita terlalu ketat dalam pengeluaran, hal ini dapat berdampak buruk pada fisik dan mental kita. Sebagai ilustrasi, membatasi pengeluaran untuk makanan atau perawatan diri demi menghemat uang bisa menyebabkan kekurangan nutrisi dan menurunkan kualitas hidup.
Selain itu, tren minim konsumsi juga menciptakan tekanan sosial baru. Rasa bersalah bisa muncul saat kita membeli sesuatu meskipun pembelian itu masih dalam batas wajar, seperti makan di restoran atau membeli pakaian baru. Secara jangka panjang, pola pikir ini bisa menimbulkan stres dan ketidakpuasan karena merasa terlalu terikat pada aturan keuangan yang ketat.
Dalam beberapa kasus, tren ini bahkan bisa menimbulkan dampak ekonomi yang lebih luas. Jika banyak orang yang menghemat secara ekstrem, permintaan pada beberapa sektor ekonomi menurun. Sehingga mengancam bisnis-bisnis kecil karena produk mereka tidak laku. Akibatnya, banyak bisnis yang harus gulung tikar dan pengangguran meningkat karena banyak yang kehilangan pekerjaan.
Baca Juga: Merasa Gaji Tidak Cukup? Mungkin Anda Perlu Mengelola Pengeluaran Pribadi
Jalan Tengah: Pola Konsumsi yang Seimbang
Solusi yang lebih realistis adalah menerapkan pola konsumsi yang seimbang. Pola konsumsi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus melampaui batas, tetapi juga tidak mengabaikan kebutuhan diri dan kualitas hidup. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencapai keseimbangan belanja:
- Membuat anggaran: Tentukan jumlah uang yang dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi setiap bulannya dan pastikan Anda mengikuti anggaran yang telah dibuat. Anggaran yang kita buat akan membantu dalam mengontrol keuangan dan mencegah pembelian berlebih.
- Prioritaskan kebutuhan utama: Berikan kesempatan untuk berpikir dan memastikan bahwa Anda membutuhkan barang tersebut setiap kali hendak melakukan pembelian. Langkah ini bisa mencegah Anda terjebak dalam pembelanjaan impulsif.
- Fokus pada kualitas, bukan kuantitas: Pilihlah produk berkualitas yang tahan lama. Sehingga, kita tidak perlu terus menerus membeli barang yang sama karena kualitasnya buruk atau mudah rusak.
- Berikan ruang untuk menikmati hidup: Sesekali, alokasikan dana untuk kebutuhan tersier yang memberikan kebahagiaan, seperti liburan dan kegiatan rekreasi lainnya. Hal ini agar kita tetap dapat menikmati hidup tanpa merasa bersalah.
Baca Juga: Konsumtif Secara Sadar, Tips untuk Anda yang Suka Belanja Impulsif
Baik overconsumption maupun underconsumption memiliki risiko finansial, kesehatan, dan lingkungan yang sama buruknya. Sehingga solusi terbaik adalah mengambil jalan tengah dengan menerapkan perilaku belanja yang bijak dan bertanggung jawab, di mana kebutuhan diprioritaskan, keinginan dikendalikan, dan setiap pembelian dilakukan secara sadar. Dengan pendekatan ini, kita bisa menjaga stabilitas finansial, mengurangi dampak negatif pada lingkungan, dan tetap bisa merasakan kebahagiaan dalam hidup.
Apabila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan yang tepat, Anda dapat berkonsultasi langsung dengan ahli keuangan melalui website ini. Segera log in ke daya.id dan manfaatkan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.
Sumber:
Berbagai sumber
Berikan Komentar