14 Oktober 2022
Dirilis
Penulis
Oky Setiarso
Sebagian penyintas COVID-19 masih mengalami berbagai dampak penyerta, seperti lemot atau lalilulelo. Apa maksudnya?
Baca Juga: Mudah Lelah Setelah COVID-19? Ini Penyebabnya
Lemot atau lalilulelo sebenarnya bukan istilah ilmiah apalagi istilah kesehatan, melainkan hanya istilah populer yang berkembang di masyarakat. Lemot (Lemah otak) sendiri biasa diartikan sebagai kondisi pikiran melambat dan logika berpikirnya menurun. Sementara lailulelo merupakan singkatan dari labil emosi dan pendiriannya, linglung, lupa, lemot, dan logika menurun.
Istilah itu muncul sebagai gambaran akan gejala dari penurunan fungsi kognitif, dimana penyintas mengalami kecenderungan menjadi pelupa dan lemot.
Tapi kenapa sebagian orang yang sudah sembuh dari COVID-19 bisa merasa lemot? Dan apakah betul mereka benar-benar mengalami kondisi itu?
Kabut Otak Sebagai Dampak Long COVID
Menurut ahli dan juga dokter spesialis saraf Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K), seperti dikutip dari detik.com, penurunan fungsi kognitif yang gejalanya lupa sampai pikiran melambat dapat dialami oleh mereka yang sembuh dari COVID-19.
Selain istilah lemot atau lalilulelo, kondisi penurunan fungsi kognitif seseorang setelah sembuh dari COVID-19 juga disebut dengan nama Brain Fog (kabut otak).
Seperti dilansir media nasional, sejumlah pasien COVID-19 yang sembuh mengaku mengalami brain fog yang membuat mereka tetap merasa sakit, tidak sembuh sepenuhnya. Brain fog berdampak pada kondisi mental individu, memiliki ciri khasnya seperti bengong.
Menurut Prof. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH yang juga merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, brain fog merupakan masalah kesehatan yang disebabkan dua hal, yaitu:
- Pertama, hal itu dapat terjadui karena faktor fisiologi di otak penderita yang sudah terjadi lama atau sejak lahir.
- Kedua, brain fog muncul karena tekanan tertentu atau dampak dari suatu penyakit yang pernah diderita oleh penderitanya.
“Dan itu bisa menjadi salah satu dampak long covid yang hingga kini masih terus diteliti. Yang namanya long covid itu kita tidak tahu orang itu akan jadi long covid atau tidak. Kita tidak dapat memprediksinya, tapi itu memang bisa terjadi pada penyintas COVID-19,” papar Prof Ari Fahrial Syam.
Menurutnya, keadaan seperti bengong, terlambat berpikir dan bertindak tidak biasa merupakan ciri-ciri yang dapat ditemukan pada orang yang mengalami brain fog serta perlu dilakukan pengobatan.
Hasil sebuah studi yang dilaporkan pada konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer atau Alzheimer’s Association International Conference (AAIC) pada 29 Juli 2021 di Denver, Colorado, menunjukan bahwa terdapat hubungan antara COVID-19 dan defisit kognitif yang persisten, termasuk percepatan gejala penyakit alzheimer. Penelitian tersebut juga menunjukan bahwa banyak penyintas COVID-19 mengalami kondisi brain fog dan gangguan kognitif lainnya beberapa bulan setelah pemulihan. Gejala yang timbul ini identik dengan istilah lalilulelo.
Konsultasi ke Dokter atau ke Fasilitas Kesehatan
Hal yang pertama kali dapat dilakukan adalah perlu konsultasi dan menghubungi dokter atau fasilitas layanan kesehatan terdekat agar tidak salah informasi.
Sebenarnya berdasarkan hal di atas ada beberapa tanda yang dapat mengindikasikan terjadinya brain fog pada penyintas COVID-19. Gejalanya seperti:
- Sakit kepala,
- Sulit berkonsentrasi,
- Bingung dan merasa mental terganggu,
- Kadang disertai lesu
- Stres yang muncul
Nah, jika stres muncul, maka dapat meningkatkan tekanan darah, melemahkan sistem kekebalan tubuh serta memicu terjadinya depresi, kelelahan mental dan muncul penurunan fungsi kognitif.
Baca Juga: Sering Lupa? Waspada Short-Term Memory Loss
Meskipun sampai dengan saat ini belum ada penelitian lanjutan terkait pengobatan khusus untuk gejala pasca-positif COVID-19, akan tetapi hal kedua yang bisa dilakukan adalah menyikapinya dengan pikiran dan hal positif. Rekomendasinya adalah:
- Berolahraga secara rutin dan tidak berlebihan,
- Berpikir positif
- Jaga istirahat yang cukup,
- Konsumsi makanan sehat yang tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian
- Penggunaan konsumsi alkohol dan merokok sebaiknya dihindari atau tidak dilakukan.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait topik ini atau ingin berkonsultasi mengenai masalah kesehatan lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk berkonsultasi dan mendapatkan jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.
Sumber:
Berbagai sumber
3 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS
3 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS
Harap masukkan komentar Anda.
Silakan Login terlebih dahulu
Silakan masuk menggunakan akun Anda untuk mengakses konten yang diinginkan

test
Berikan Komentar