Dirilis

27 Januari 2025

Penulis

Muthmainah Mufidah, M.Psi., Psikolog (Tim Arsanara Development Partner)

Saat stres tinggi atau mood sedang berantakan akibat suatu kejadian kurang menyenangkan, beberapa orang menjadi cukup mudah beralih mengonsumsi makanan atau minuman manis. Karena ada dorongan yang kuat untuk mengonsumsi makanan atau minuman tinggi gula yang dianggap dapat memperbaiki mood buruk yang dirasakan. Mengapa hal ini bisa terjadi?

 

1.    Efek menyenangkan segera

Makanan manis mengaktifkan sistem penghargaan otak dengan cara yang mirip dengan beberapa zat adiktif, meskipun dalam skala yang lebih rendah. Makanan manis meningkatkan produksi hormon bahagia yaitu dopamin dan serotonin, sehingga memberi tubuh dorongan perasaan menyenangkan, mengalihkan perhatian dari perasaan sedih atau bad mood.

 

2.    Mengurangi stres sementara

Gula juga bisa memiliki efek sementara dalam menekan hormon stres yaitu kortisol. Saat seseorang merasa stres atau bad mood, tubuh biasanya mengalami peningkatan kortisol, yang membuat kita merasa tegang, gelisah, atau lelah. Dengan konsumsi makanan atau minuman manis, hormon stres ini dapat diturunkan sementara.

 

3.    Respon naluriah tubuh mencari energi

Saat sedang merasa tidak nyaman, tidak bergairah, atau bad mood, secara alamiah tubuh kita akan mencari makanan berenergi tinggi yang mana hal ini ada di dalam makanan manis. 

 

4.    Memberikan kenyamanan, comfort food

Bagi banyak orang, makanan manis sering diasosiasikan dengan kenyamanan emosional, bahkan tak sedikit juga makanan manis telah terasosiasi dengan berbagai pengalaman menyenangkan, sehingga mengonsumsinya dapat memberi kenyamanan saat sedang stres atau bad mood.

 

5.    Sudah menjadi kebiasaan atau pola coping

Saat merasakan tekanan atau emosi tidak menyenangkan, kita terdorong untuk “kabur” dari perasaan tersebut lewat konsumsi makanan, terutama makanan manis. Hal ini bisa jadi sudah menjadi kebiasaan atau coping mechanism (cara mengatasi masalah) yang tidak sehat. Banyak orang cenderung menggunakan makanan sebagai pelarian dari emosi negatif, dan makanan manis umumnya lebih mudah diakses dan memberikan kepuasan yang cepat.    

 

Dampak Jangka Panjang Konsumsi Makanan Manis Setiap Bad Mood

Meski dalam jangka pendek konsumsi makanan manis dapat meningkatkan hormon kebahagiaan dan menekan hormon stres secara cepat, hal ini dapat berbeda dalam jangka panjang. Konsumsi gula yang tinggi ini memiliki efek jangka panjang yang kurang sehat bagi tubuh. Berikut ini beberapa dampak konsumsi makanan manis secara berlebihan yang justru dapat berdampak tidak sehat bagi mood dan kesehatan mental.

 

1.    Perubahan mood

Konsumsi gula dapat menyebabkan perubahan drastis pada kadar gula darah. Saat gula darah naik dengan cepat, seseorang mungkin merasakan lonjakan energi dan mood yang lebih baik. Semakin banyak kadar gula yg dikonsumsi, tentu lonjakannya akan semakin tinggi. Namun, ketika gula darah turun drastis (sugar crash), ini bisa memicu perasaan lesu, mudah marah, cemas, atau hingga depresi. Fluktuasi ini juga bisa menyebabkan ketidakstabilan emosi, dan apabila hal ini terjadi secara berulang, maka dapat berdampak negatif pada kemampuan mengelola emosi pada individu tersebut.

 

2.    Penurunan stres jangka pendek, tetapi peningkatan jangka panjang

Saat mengonsumsi makanan manis, hormon stres ditekan sehingga memberikan efek relaksasi dan penurunan stres jangka pendek. Namun hal ini tidak dapat bertahan lama.  Setelah efeknya hilang, tubuh mungkin merasa lebih stres atau cemas daripada sebelumnya, terutama jika tubuh mulai "mencari" lebih banyak gula untuk merasakan dorongan suasana hati yang sama. Saat tubuh mulai mencari, saat kadar gula darah turun terlalu cepat, tubuh menganggap ini sebagai kondisi mengancam atau stres dan merespons dengan meningkatkan produksi kortisol untuk menstabilkan kembali gula darah. Jadi, secara jangka panjang justru dapat meningkatkan stres yang dirasakan. 

 

3.    Meningkatkan risiko depresi dan kecemasan

Studi menunjukkan bahwa konsumsi gula yang tinggi secara terus-menerus dapat meningkatkan risiko depresi. Salah satu alasannya adalah karena gula dapat memicu peradangan dalam tubuh dan otak. Peradangan ini yang kemudian memunculkan gejala depresi dan kecemasan. 
Selain itu, jika konsumsi makanan manis sebagai pelarian dari masalah, tentu saat efek menyenangkan hilang, masalah yang kita hadapi masih akan tetap ada dan seringkali malah sudah terlanjur menjadi semakin buruk atau menumpuk. Hal ini yang kemudian dapat memicu gejala depresi dan atau kecemasan. 

 

4.    Penurunan kemampuan kognitif

Gula dapat memengaruhi fungsi otak dan kemampuan kognitif. Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsumsi gula yang berlebihan dapat menyebabkan masalah memori jangka pendek dan kesulitan berkonsentrasi. Hal ini terjadi salah satunya akibat dari lonjakan berlebihan dalam otak saat konsumsi makanan manis, sehingga otak menjadi lelah. Dalam jangka panjang, konsumsi gula yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko gangguan kognitif, seperti demensia atau alzheimer.

 

5.    Ketergantungan emosional dan adiksi

Banyak orang mengandalkan makanan atau minuman manis sebagai cara untuk mengatasi stres, kecemasan, atau perasaan sedih. Hal ini bisa menciptakan lingkaran ketergantungan emosional dimana seseorang terus-menerus mengonsumsi gula untuk memperbaiki mood

Pada akhirnya, ini dapat memperburuk hubungan mereka dengan makanan, menjadi adiksi atau ketergantungan, sulit beraktivitas atau menjalani hari tanpa makanan manis. Akibat terbiasa mencari hal yang instan saat sedang menghadapi masalah atau terbiasa kabur, individu juga berisiko kehilangan kemampuan problem solving atau skill-skill lainnya yang dibutuhkan untuk menghadapi masalah.

 

6.    Risiko insomnia dan gangguan tidur

Konsumsi gula yang berlebihan, terutama sebelum tidur, dapat mengganggu kualitas tidur. Gula dapat memengaruhi kadar energi dan menyebabkan gelisah atau sulit tidur. Akibat lonjakan energi yang dihasilkan oleh makanan atau minuman manis ini, tubuh menjadi berenergi atau menyala, padahal saat hendak tidur dibutuhkan kondisi tubuh dalam keadaan yang rileks. Hal ini yang akhirnya membuat individu menjadi sulit tidur, kesulitan mencari cara untuk membuat tubuh rileks, atau tertidur dalam kondisi tubuh yang tegang sehingga kualitas tidur menurun. 

Melihat berbagai dampak di atas, terutama dampak jangka panjang, penting bagi kita untuk senantiasa mengatur dan menjaga konsumsi makanan dan minuman tinggi gula sehari-hari demi menjaga kesehatan mental. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

0.0

0 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Muthmainah Mufidah, M.Psi.

Psikolog Klinis Dewasa

3 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS