Penyandang Autisme Berhasil Taklukkan Maraton, Ini Kisahnya

Dirilis

29 Juli 2024

Penulis

Andi Dala Nadhifa Asmarani

Narasumber

Natrio Catra Yososha

Pekerjaan

Brand Ambassador

Jika Anda aktif di komunitas lari, mungkin Anda sempat mendengar nama Natrio Catra Yososha. Namanya sempat terpampang di berbagai berita dan konten media sosial lantaran prestasinya yang membanggakan. Pemuda yang biasa dipanggil Osha ini merupakan pelari yang juga menyandang autisme. Pada bulan Mei lalu, ia baru saja mendapatkan penghargaan rekor MURI sebagai penyandang autisme pertama yang menyelesaikan maraton di Indonesia. Bagaimana perjuangan Osha hingga dapat mencapai titik tersebut? Dalam artikel ini, kita akan bersama-sama menelusuri lika-liku kehidupan Osha sebagai pelari dengan autisme. Yuk, simak sampai akhir.

 

Terdiagnosa dengan Autisme Saat Berumur 8 Tahun

 
Osha terdiagnosis autisme yang termasuk dalam kategori neurodevelopmental disorder saat berumur sekitar 8 tahun. Biasanya, autisme sudah bisa dicek sejak anak berumur di bawah 5 tahun. Jadi, Osha mengaku dia termasuk yang terlambat terdiagnosis. Ia berkata salah satu faktor keterlambatan itu adalah minimnya informasi mengenai autisme pada saat itu. 

Umumnya, anak-anak yang memiliki autisme akan menunjukkan gejala-gejala khusus selama masa pertumbuhannya. Gejala autisme yang Osha alami berupa sensitivitas yang tinggi terhadap suara. Bahkan, sekedar suara bersin atau batuk temannya akan membuatnya terganggu. Karena sensitivitas yang tinggi ini, Osha sering mengalami sensory overload atau kondisi saat otak tidak mampu memproses rangsangan yang diterima pancaindra. Gejala lainnya berupa ketertarikan yang unik atau tidak umum bagi anak seusianya. Saat kecil, ia sangat menyukai apa pun yang berkaitan dengan bangunan masjid seperti bentuk kubah dan menaranya. Hal-hal seperti itulah yang bisa menjadi tanda-tanda autisme pada anak-anak. 

Baca Juga: Tahapan Perkembangan Psikologi Anak Usia Dini

 

Dari Benci Olahraga Hingga Berhasil Taklukkan Maraton

 
Awalnya, Osha sangat membenci aktivitas fisik seperti olahraga karena autisme membuatnya kikuk dan sulit untuk mengatur gerakan tubuhnya. Saat pandemi sikapnya terhadap olahraga mulai berubah karena munculnya ketertarikan pada olahraga senam. Namun, pada tahun 2022 ia terkena COVID dan harus menjalani karantina di Wisma Atlet. Setelah sembuh, ia ingin mencoba olahraga lain yang simpel dan akhirnya memutuskan untuk mencoba lari. 
Terdapat beberapa penyesuaian yang harus ia lakukan karena kondisinya. Pertama dengan melatih agar dia tidak mudah terganggu Meskipun terdapat beberapa penyesuaian yang harus ia lakukan karena kondisinya, ia tetap semangat menjalani olahraga lari secara rutin. Hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan Ultra Maraton 42 KM dan mendapatkan rekor MURI. 

Osha mengatakan bahwa berlari telah memberikan dampak positif dalam hidupnya. Dari segi fisik, tubuhnya tidak sekaku dulu dan gerakannya lebih terkontrol. Postur tubuhnya yang tadinya selalu membungkuk sekarang sudah lebih tegap. Namun di samping itu, ia juga merasakan perubahan positif dari caranya bersosialisasi dengan orang lain. Dengan bergabung komunitas dan berinteraksi dengan pelari lain, ia menjadi lebih luwes dalam menyesuaikan diri dan berkomunikasi dengan orang.

Baca Juga: Tips Agar Finish Strong Saat Marathon    

 

Faktor Sukses Menyelesaikan Maraton untuk Pertama Kalinya

Sebelum mengikuti maraton, terdapat beberapa persiapan yang dia lakukan. Bukan hanya persiapan fisik yang dilakukan dengan latihan, Osha juga melakukan persiapan mental. Yang ia lakukan adalah menanamkan mindset “selesaikan apa yang sudah dimulai” yang juga merupakan pesan dari orang tuanya. Jadi selagi ia mampu, ia tidak akan berhenti di tengah jalan. Mindset ini sangat penting dalam membantunya tetap semangat.

Selain persiapan tersebut, dukungan yang diberikan oleh orang sekitar juga yang merupakan faktor penting dalam keberhasilannya menyelesaikan maraton. Pertama, orang tua yang selalu mendukungnya mulai dari fase latihan sampai di hari H maraton. Ayahnya sampai mendampinginya menggunakan sepeda di luar jalur maraton. Tidak hanya keluarga, dia juga mendapatkan dukungan dari teman komunitas lari, termasuk teman lamanya yang ternyata menjadi Marshall di maraton tersebut. Dukungan tersebut menurutnya sangat efektif dalam memberikannya energi hingga ia sanggup menyelesaikan maraton. 

 

Kesan dan Pesan dari Osha

 
Osha menekankan bahwa apa pun kondisi yang dimiliki seseorang, jangan dijadikan sebagai penghalang dalam melakukan hal yang disukai. Sekalipun memiliki kondisi spesial seperti autisme atau ADHD, tidak perlu berkecil hati. Kondisi tersebut bukan sebuah hal yang negatif, tetapi sebuah keunikan yang bisa menjadi poin plus. Jadi, sadari dan terimalah keadaan yang sesungguhnya, kemudian fokus dengan pengembangan diri yang bisa dilakukan. 

Yang terakhir, Osha juga berharap kesadaran akan kondisi khusus seperti autisme bisa meningkat sehingga orang-orang bisa lebih berhati-hati dalam berbicara. Ia pribadi tidak terlalu mempermasalahkan apa yang dikatakan orang, tetapi ia mengingatkan bahwa semua hal ada batasannya. Untuk ke depannya, dia berharap khalayak umum bisa lebih paham bahwa autisme dan kondisi spesial lainnya bukanlah candaan. 

Baca Juga: 5 Manfaat Olahraga Bagi Tubuh

Kisah Osha ini patutnya kita jadikan inspirasi bagi kita semua. Selain itu, hadirnya sosok Osha di muka umum bisa memberikan harapan kepada orang-orang yang memiliki kondisi yang sama dengannya. Pencapaiannya menjadi bukti nyata bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha. Oleh karena itu, tetaplah semangat sekalipun hidup memiliki banyak keterbatasan.

Apabila memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai gaya hidup sehat, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.

Penilaian :

4.8

6 Penilaian

Kisah Sukses Lainnya

5 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS