17 Desember 2020
Sukses Bisnis Kebab Hingga ke Mancanegara Bermodal Rp5 Juta
Dirilis
17 Desember 2020
Penulis
Majalah Franchise Indonesia, Mitra Strategis Program Daya Sejak 2014
Pengusaha
Hendy Setiono
Jenis Usaha
Pemilik franchise Kebab Turki Baba Rafi
Tidak harus modal besar, Hendy Setiono membuktikan dengan modal awal Rp5 juta ia bisa membangun usaha kuliner yang kesohor hingga mancanegara. Bagaimana kisah suksesnya?
Nama Hendy Setiono tentu bukan nama yang asing di jagad kuliner Indonesia. Siapa yang tidak kenal Kebab Turki Baba Rafi? Hampir di setiap pelosok daerah di Indonesia terdapat kuliner yang satu ini. Sebagai pelopor waralaba kebab di Indonesia, Kebab Turki Baba Rafi tidak hanya dikenal pasar domestik, namun juga sudah merambah mancanegara.
Hendy mendirikan usaha ini saat dirinya duduk di bangku kuliah pada tahun 2002. “Saat mengunjungi ayah di Qatar, saya suka sekali dengan makanan kebab ini, waktu itu di Indonesia belum ada. Akhirnya coba buat sendiri dan ingin mengenalkan ke pasar Indonesia. Selain itu, alasan kuat usaha ini karena hobi kuliner dan ingin hidup mandiri dengan berwirausaha sejak remaja,” bebernya.
Ketika memulai usaha, Hendy tidak memiliki rencana khusus melainkan hanya learning by doing. “Masukan dari pelanggan sangat menjadi motivasi dalam menjalankan usaha ini. Di samping itu mengikuti seminar-seminar, belajar dari mentor-mentor bisnis dan pastinya membaca untuk menambah wawasan,” kenangnya. Untuk memenuhi keperluan bisnisnya, setiap hari Hendy belanja di pasar pagi, membakar daging dengan membuat burner kebab dengan kolega. Sampai pada akhirnya ia bisa membuat di workshop hingga memiliki peralatan yang efektif.
Untuk produksi dan penyimpanan juga Hendy mulai di garasi rumah, belajar masuk dan keluarnya persediaan dengan metode FIFO (First in First Out) atau berarti persediaan yang pertama masuk adalah yang pertama keluar, demi mencegah kerusakan barang karena retensi waktu, hingga belajar wrapping yang rapi untuk memastikan pelanggan mendapat produk terbaik.
Meski awalnya tidak direstui orang tua, bahkan dicemooh teman-teman saat ketahuan berjualan dengan gerobak di pinggir jalan, Hendy tetap yakin usahanya bisa menuai hasil di kemudian hari.
“Saya sempat keluar jalur karena ingin berkreasi lebih seperti Pizza Kebab, Nasi Goreng Kebab hingga berjualan Bebek Goreng. Karena belum memiliki tim yang solid banyak waktu yang tidak efektif dan pendataan tidak berjalan akhirnya semuanya tidak berhasil,” katanya.
Kendala lainnya yang sempat ia hadapi adalah soal rasa dan harga produk. Menurut Hendy, usaha kuliner tentunya sangat berkaitan dengan rasa dan ini sangat relatif. Menurut beberapa pelanggan, rasanya sudah pas tapi beberapa pelanggan lainnya kurang sreg. Karena itu ia melakukan improvisasi agar produknya bisa unggul dan diterima oleh pasar.
Terkait harga, Hendy mengaku sempat terimbas naiknya inflasi dan harga BBM yang menyebabkan harga bahan bakunya ikutan naik. “Agar tetap profit, harga produk pun ia sesuaikan. Pendapatan jadi turun karena pelanggan juga perlu waktu untuk menstabilkan finansial mereka,” jelasnya. Selain itu, minimnya ilmu, belum mengerti range harga pada lokasi yang menjadi target bisa jadi membuat harga terlalu murah atau terlalu mahal. Namun lambat laun, akhirnya Hendy menemukan ritme bisnisnya.
Sampai suatu ketika, Hendy terpikir untuk menawarkan peluang franchise kebab. Dari situlah usahanya tambah maju, mulai banyak investor berdatangan hingga dari luar kota. “Menerapkan sistem franchise memerlukan modal untuk kesiapan bahan baku dan stok gerobak, saat itu saya mendapat kesempatan modal yang cukup besar dalam penilaian UKM yang berkembang oleh salah satu Bank BUMN,” katanya.
Setelah 5 tahun mulai membentuk team management yang lebih profesional dengan tenaga ahli hingga perusahaan stabil, Hendy dan timnya siap melakukan ekspansi.
Hendy rajin mengikuti seminar-seminar sesuai dengan ilmu yang sedang ia butuhkan dalam usaha. Di samping itu, ia beruntung mendapat dukungan dari teman-temannya yang sedang sama-sama berjuang merintis usaha. Ke depannya, Hendy ingin membuat pabrik dan bahan makanan sendiri, mulai pertambakan, perkebunan hingga memiliki kantor di Amerika Serikat.
Usaha franchise kebab milik Hendy kini telah memiliki hampir 1.300 outlet yang tersebar di Indonesia, India, Malaysia, Filipina, Bangladesh, Singapura, Srilanka, Brunei Darussalam, Cina, hingga Belanda. Omzetnya pun tergolong memuaskan bagi mitra usahanya. Penjualan per hari mencapai sekitar 100-130 produk, dan 3.500 produk per bulan tiap outletnya, Hendy mengaku pernah mengalami kejadian tidak mengenakkan. “Uang saya pernah dibawa kabur karyawan, outlet terkena badai dan bencana, bahkan waktu itu saya tidak punya waktu weekend dan liburan,” ungkapnya.
Namun, di balik itu semua pencapaian membuka lapangan kerja hingga 800 karyawan boleh membuat Hendy berbangga. Terlebih, berkat usaha yang dirintis sejak kuliah ini, ia bisa berbagi kepada masyarakat dan kemapanan finansial telah berhasil diraih.
“Kuncinya adalah mulai action kemudian evaluasi setiap harinya dan lakukan perbaikan. Jangan lupa pula kontrol dan selalu berinovasi adalah kunci menghadapi perubahan zaman yang serba cepat. Anda harus mulai melangkah untuk naik ke setiap step perubahan hidup,” tutup pria yang hobi traveling, wisata kuliner dan moge touring ini.
Anda tertarik ambil bagian dalam jaringan franchise kebab ini? Silahkan daftar di sini.
Nama Hendy Setiono tentu bukan nama yang asing di jagad kuliner Indonesia. Siapa yang tidak kenal Kebab Turki Baba Rafi? Hampir di setiap pelosok daerah di Indonesia terdapat kuliner yang satu ini. Sebagai pelopor waralaba kebab di Indonesia, Kebab Turki Baba Rafi tidak hanya dikenal pasar domestik, namun juga sudah merambah mancanegara.
Dari Sebuah Gerobak, Ekspansi ke 10 Negara
“Dari satu gerobak hingga bisa ekspansi ke 10 negara cukup bangga, dan ingin sekali membantu UKM-UKM dengan kesadaran merek dan memberikan pengertian bahwa dalam berbisnis itu harus memahami dari hulu hingga ke hilir,” katanya.Hendy mendirikan usaha ini saat dirinya duduk di bangku kuliah pada tahun 2002. “Saat mengunjungi ayah di Qatar, saya suka sekali dengan makanan kebab ini, waktu itu di Indonesia belum ada. Akhirnya coba buat sendiri dan ingin mengenalkan ke pasar Indonesia. Selain itu, alasan kuat usaha ini karena hobi kuliner dan ingin hidup mandiri dengan berwirausaha sejak remaja,” bebernya.
Ketika memulai usaha, Hendy tidak memiliki rencana khusus melainkan hanya learning by doing. “Masukan dari pelanggan sangat menjadi motivasi dalam menjalankan usaha ini. Di samping itu mengikuti seminar-seminar, belajar dari mentor-mentor bisnis dan pastinya membaca untuk menambah wawasan,” kenangnya. Untuk memenuhi keperluan bisnisnya, setiap hari Hendy belanja di pasar pagi, membakar daging dengan membuat burner kebab dengan kolega. Sampai pada akhirnya ia bisa membuat di workshop hingga memiliki peralatan yang efektif.
Untuk produksi dan penyimpanan juga Hendy mulai di garasi rumah, belajar masuk dan keluarnya persediaan dengan metode FIFO (First in First Out) atau berarti persediaan yang pertama masuk adalah yang pertama keluar, demi mencegah kerusakan barang karena retensi waktu, hingga belajar wrapping yang rapi untuk memastikan pelanggan mendapat produk terbaik.
Meski awalnya tidak direstui orang tua, bahkan dicemooh teman-teman saat ketahuan berjualan dengan gerobak di pinggir jalan, Hendy tetap yakin usahanya bisa menuai hasil di kemudian hari.
Kendala yang Dihadapi, Tergoda Membuka Bisnis Lain sampai Soal Rasa dan Harga Produk
Ketika usahanya mulai berkembang, Hendy sempat tergoda mencoba usaha lain namun tanpa hasil.“Saya sempat keluar jalur karena ingin berkreasi lebih seperti Pizza Kebab, Nasi Goreng Kebab hingga berjualan Bebek Goreng. Karena belum memiliki tim yang solid banyak waktu yang tidak efektif dan pendataan tidak berjalan akhirnya semuanya tidak berhasil,” katanya.
Kendala lainnya yang sempat ia hadapi adalah soal rasa dan harga produk. Menurut Hendy, usaha kuliner tentunya sangat berkaitan dengan rasa dan ini sangat relatif. Menurut beberapa pelanggan, rasanya sudah pas tapi beberapa pelanggan lainnya kurang sreg. Karena itu ia melakukan improvisasi agar produknya bisa unggul dan diterima oleh pasar.
Terkait harga, Hendy mengaku sempat terimbas naiknya inflasi dan harga BBM yang menyebabkan harga bahan bakunya ikutan naik. “Agar tetap profit, harga produk pun ia sesuaikan. Pendapatan jadi turun karena pelanggan juga perlu waktu untuk menstabilkan finansial mereka,” jelasnya. Selain itu, minimnya ilmu, belum mengerti range harga pada lokasi yang menjadi target bisa jadi membuat harga terlalu murah atau terlalu mahal. Namun lambat laun, akhirnya Hendy menemukan ritme bisnisnya.
Sampai suatu ketika, Hendy terpikir untuk menawarkan peluang franchise kebab. Dari situlah usahanya tambah maju, mulai banyak investor berdatangan hingga dari luar kota. “Menerapkan sistem franchise memerlukan modal untuk kesiapan bahan baku dan stok gerobak, saat itu saya mendapat kesempatan modal yang cukup besar dalam penilaian UKM yang berkembang oleh salah satu Bank BUMN,” katanya.
Setelah 5 tahun mulai membentuk team management yang lebih profesional dengan tenaga ahli hingga perusahaan stabil, Hendy dan timnya siap melakukan ekspansi.
Sukses Memasarkan Bisnis ini dengan Brand Awarness dan Kemauan Kuat untuk Belajar
“Saya selalu menyambut positif hubungan dengan media cetak atau digital. Tetap sempatkan diri untuk memberikan informasi keunggulan produk dan selalu dekat dengan pelanggan. Pemilik usaha harus mengasah keterampilan public speaking, karena harus selalu memberikan brand awareness dengan mengikuti event-event, memenuhi undangan televisi. Produk makin dikenal, semua makin penasaran, barulah mulai menyiapkan dana tersendiri untuk promosi. Selain itu selalu keep in touch dengan pelanggan,” jawabnya.Hendy rajin mengikuti seminar-seminar sesuai dengan ilmu yang sedang ia butuhkan dalam usaha. Di samping itu, ia beruntung mendapat dukungan dari teman-temannya yang sedang sama-sama berjuang merintis usaha. Ke depannya, Hendy ingin membuat pabrik dan bahan makanan sendiri, mulai pertambakan, perkebunan hingga memiliki kantor di Amerika Serikat.
Usaha franchise kebab milik Hendy kini telah memiliki hampir 1.300 outlet yang tersebar di Indonesia, India, Malaysia, Filipina, Bangladesh, Singapura, Srilanka, Brunei Darussalam, Cina, hingga Belanda. Omzetnya pun tergolong memuaskan bagi mitra usahanya. Penjualan per hari mencapai sekitar 100-130 produk, dan 3.500 produk per bulan tiap outletnya, Hendy mengaku pernah mengalami kejadian tidak mengenakkan. “Uang saya pernah dibawa kabur karyawan, outlet terkena badai dan bencana, bahkan waktu itu saya tidak punya waktu weekend dan liburan,” ungkapnya.
Namun, di balik itu semua pencapaian membuka lapangan kerja hingga 800 karyawan boleh membuat Hendy berbangga. Terlebih, berkat usaha yang dirintis sejak kuliah ini, ia bisa berbagi kepada masyarakat dan kemapanan finansial telah berhasil diraih.
“Kuncinya adalah mulai action kemudian evaluasi setiap harinya dan lakukan perbaikan. Jangan lupa pula kontrol dan selalu berinovasi adalah kunci menghadapi perubahan zaman yang serba cepat. Anda harus mulai melangkah untuk naik ke setiap step perubahan hidup,” tutup pria yang hobi traveling, wisata kuliner dan moge touring ini.
Anda tertarik ambil bagian dalam jaringan franchise kebab ini? Silahkan daftar di sini.