Informasi Artikel

Penulis Artikel

Neysa Nadia Lestari, M.Psi., Psikolog

Saat anak mulai memasuki masa remaja, dinamika hubungan orang tua dan anak sering kali mengalami perubahan yang signifikan. Orang tua yang sebelumnya begitu dekat dengan anak, tiba-tiba merasa sulit menembus dunia pribadi mereka. Banyak orang tua menghadapi tantangan dalam mengubah peran, yang semula merupakan orang tua dari anak usia sekolah, menjadi orang tua seorang remaja. 

 

Niatnya Baik, Tapi Bisa Membuat Remaja Menjauh

Masa remaja merupakan fase transisi penting di mana mereka mulai mencari jati diri, mengembangkan kemandirian, dan ingin dipercaya sebagai individu. Di sinilah terkadang terjadi benturan. Berikut adalah lima perilaku umum orang tua yang sebenarnya tentu bermaksud baik, tetapi justru bisa menjauhkan anak di usia remajanya. Perilaku ini kemungkinan karena orang tua masih terbiasa lebih mengarahkan dan terlibat dalam kehidupan anak di fase sebelumnya, tanpa menyadari bahwa remaja membutuhkan ruang diskusi dan privasi yang lebih besar.

 

1. Selalu Memilihkan ‘Yang Terbaik’ untuk Anak

Orang tua sering merasa lebih mampu menentukan apa yang terbaik untuk anak karena merasa pernah berada fase tersebut. Namun, ketika keputusan-keputusan penting selalu ditentukan sepihak, anak bisa merasa tidak dipercaya atau dianggap belum mampu. Jika ini terjadi terus-menerus, anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang pasif, atau justru melakukan perlawanan secara diam-diam.

Apa yang bisa dilakukan?

Anda dapat mulai dengan mendengarkan pendapat anak, melibatkan mereka dalam mempertimbangkan risiko dan manfaat dari berbagai pilihan. Untuk keputusan-keputusan kecil, beri ruang agar mereka belajar dari konsekuensinya sendiri. Namun, jika keputusan yang akan dihadapi cukup besar, upayakan berdiskusi hingga mencapai kesepakatan bersama.

 

2. Ingin Tahu Semua Hal Tentang Kehidupan Anak

Sebagai orang tua, dapat dipahami bahwa ada keinginan untuk mengetahui segala hal yang terjadi dalam kehidupan anak. Namun jika keingintahuan itu diwujudkan dengan terlalu banyak pertanyaan atau pengawasan, anak bisa merasa privasinya tidak dihargai. Sehingga mereka akan mulai menyembunyikan sesuatu, bukan karena berniat buruk, tapi karena merasa tidak nyaman untuk terbuka.

Apa yang bisa dilakukan?

Bangun kepercayaan. Jadilah pendengar yang tenang dan tidak menghakimi. Sampaikan pertanyaan terbuka seperti, “belakangan ini kamu lagi kepikiran apa?”. Namun, jika anak belum mau atau belum siap bercerita, tetap berikan ruang privasi. Jika ikatan emosional dan kepercayaan anak kepada orang tua kuat, anak Anda akan datang untuk bercerita dengan sendirinya saat membutuhkan.

 

3. Terlalu Sering Mengoreksi agar Anak Jadi Lebih Baik

Niat mengoreksi anak agar menjadi pribadi yang lebih baik memang tidak keliru. Tapi jika yang didengar oleh mereka hanya sebatas koreksi saja, mereka akan merasa bahwa dirinya tidak pernah cukup baik di mata ayah ibu mereka. Anak pun bisa berubah menjadi defensif, kehilangan motivasi untuk terbuka, bahkan lebih memilih menyembunyikan kesalahan daripada dikritik.

Apa yang bisa dilakukan?

Mulailah dengan apresiasi. Tanyakan pendapat anak tentang tindakannya sendiri, dan ajak ia berefleksi. Sehingga mereka akan terbantu untuk berefleksi dan belajar mengevaluasi diri tanpa merasa sedang dikritik oleh orang tua.

 

4. Membandingkan Anak dengan Orang Lain atau Diri Sendiri

Kalimat seperti “Mama/papa dulu lebih susah tapi bisa kok” atau “Temanmu bisa, kamu juga harusnya bisa,” terdengar memotivasi. Namun di sisi anak, hal ini bisa menimbulkan perasaan tidak dihargai dan tidak dipahami. Perasaan dibandingkan bisa membuat anak ragu untuk bercerita. Mereka takut dianggap lemah atau berlebihan.

Apa yang bisa dilakukan?

Tunjukkan empati dan validasi perasaan anak. Orang tua dapat menceritakan tentang pengalamannya di masa lalu jika anak menunjukkan ketertarikan. Gunakan sebagai sarana koneksi, bukan perbandingan.

 

5. Fokus pada Prestasi, Lupa pada Emosi

Banyak dari orang tua yang terdorong agar anaknya lebih berprestasi sehingga siap menghadapi masa depan yang kompetitif. Tapi jika hanya berfokus pada pencapaian saja, mereka merasa bahwa dirinya hanya dihargai saat sukses. Ini bisa menimbulkan tekanan, rasa takut gagal, dan kecenderungan untuk menekan emosi demi menyenangkan orang lain.

Apa yang bisa dilakukan?

Tunjukkan bahwa prestasi bukan satu-satunya hal yang penting. Dukung anak secara emosional, terutama saat mereka menghadapi kegagalan. Berikan ruang aman untuk mereka bisa jujur tentang apa yang mereka rasakan.

Mari kita melakukan upaya berkesadaran untuk mengenali kebutuhan remaja yang sudah berbeda dengan anak-anak, dan memenuhinya secara responsif. Remaja bukan sekadar anak kecil yang bertubuh besar. Mereka adalah calon orang dewasa yang sedang belajar mengenali dirinya sendiri, membangun nilai, dan mencari arah hidup. Tugas kita sebagai orang tua bukan untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana kita, tapi untuk mendampingi anak bertumbuh sesuai jalannya. 

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

5.0

7 Penilaian

Artikel Terkait

4.8
Kesehatan Mental

Tips Menikmati Masa Pensiun Bahagia dan Sejahtera

30 Desember 2023

Artikel Ahli
4.9
Kesehatan Mental

Psychological First Aid, Pertolongan Pertama dalam Kondisi Darurat Psikologis

04 Agustus 2024

4.8
Kesehatan Mental

Tips Memulihkan Diri Patah Hati dari Pasangan

26 Januari 2023

Artikel Ahli
4.9
Kesehatan Mental

Mengenal Agoraphobia: Ketakutan Berada di Ruang Terbuka

18 Agustus 2023

Berikan Pendapat Anda

Zacky putra

26 October 2025

Fokus pada Prestasi, Lupa pada Emosi Banyak dari orang tua yang terdorong agar anaknya lebih berprestasi sehingga siap menghadapi masa depan yang kompetitif.

Balas

. 0

Bella Saputri

26 October 2025

Ingin Tahu Semua Hal Tentang Kehidupan Anak Sebagai orang tua, dapat dipahami bahwa ada keinginan untuk mengetahui segala hal yang terjadi dalam kehidupan anak.

Balas

. 0

Veny putri

26 October 2025

Selalu Memilihkan ‘Yang Terbaik’ untuk Anak Orang tua sering merasa lebih mampu menentukan apa yang terbaik untuk anak karena merasa pernah berada fase tersebut

Balas

. 0

St Nurliah

21 October 2025

Terima kasih informasinya aku jadi paham kita harus tumbuh bersama anak anak agar anak mampu memahami dan menjalani hidup lebih nyaman

Balas

. 0

St Nurliah

21 October 2025

Terima kasih informasinya aku jadi paham kita harus tumbuh bersama anak anak agar anak mampu memahami dan menjalani hidup lebih nyaman

Balas

. 0

0 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS