Informasi Artikel

Penulis Artikel

Neysa Nadia Lestari, M.Psi., Psikolog

Emosi bukanlah hal yang mudah dan terdapat banyak tantangan untuk bisa mengelolanya dengan baik. Kedewasaan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk memahami, mengelola, menyalurkan, dan mengekspresikan emosi secara sehat, sekaligus mampu membangun hubungan sehat dengan orang lain.

Kedewasaan ini tidak selalu sejalan dengan usia, seseorang yang lebih tua bisa saja belum dewasa secara emosional dibanding yang lebih muda, dan bisa juga sebaliknya. Kedewasaan emosional adalah hal yang perlu diusahakan agar bisa menjalani hidup dengan lebih sehat, produktif, dan bermakna. 

 

Tanda-Tanda Individu yang Dewasa Secara Emosional

Berikut ini tanda-tanda seseorang sudah memiliki kedewasaan secara emosional.

 

1.    Mampu Mengontrol Diri dan Tidak Mudah Terpancing 

Individu yang dewasa secara emosional tidak mudah meledak atau tenggelam dalam emosinya. Mereka merasakan, mengakui, dan menerima emosi yang dirasakan, tetapi tidak membiarkan mengendalikan perilaku. Contoh: saat ada teman yang menyindir atau mengucapkan hal-hal kasar dan tidak menyenangkan pada kita, individu memilih menenangkan diri dulu sebelum membalas pesannya. Tidak terpancing atau tidak langsung menyindir membalas dengan kata-kata kasar juga.

 

2.    Bertanggung Jawab atas Perasaan dan Tindakan

Mereka tidak menyalahkan orang lain atas emosi mereka sendiri dan berani mengakui kesalahan jika memang melakukan kesalahan. Contoh: Saat merasa kecewa karena tidak diajak ikut proyek kantor, bisa mengakui bahwa sedih karena merasa tertinggal, tetapi tidak langsung menyalahkan rekan kerja yang terlibat. Tahu bahwa perasaan adalah tanggung jawab diri sendiri mengelolanya.

 

3.    Mampu Menerima Kritik dan Belajar dari Pengalaman

Kritik tidak direspons dengan defensif, tetapi dianggap sebagai bahan evaluasi diri. Contoh: Saat atasan memberi masukan bahwa laporan yang dibuat kurang detail, individu tidak merasa dihina dan bisa menanggapinya dengan bijaksana dan benar-benar memperbaikinya.

 

4.    Mampu Mengkomunikasikan Kebutuhan dan Punya Batasan yang Sehat

Individu dengan kedewasaan emosional tahu kapan harus berkata "tidak" dan menjaga diri tanpa merasa bersalah. Individu mampu mengkomunikasikan perasaan serta kebutuhan yang dimiliki tanpa menyerang orang lain. Contoh: sudah bisa menolak ajakan nongkrong karena butuh istirahat tanpa merasa harus minta maaf terus-menerus.

 

5.    Empati terhadap Orang Lain

Individu dengan kedewasaan emosional cenderung berusaha memahami kondisi orang lain, berusaha memposisikan di posisi orang lain, dan bersikap suportif.

Contoh: saat ada teman yang bercerita terkait kesedihan dari kejadian yang menimpanya, individu dengan kedewasaan emosional mampu untuk mendengarkan tanpa menghakimi, memberi dukungan yang dibutuhkan, dan tidak terburu-buru memberikan solusi atau dominasi percakapan. 

 

6.    Tidak Bergantung pada Validasi Eksternal

Individu yang memiliki kedewasaan secara emosional mengetahui nilai diri tanpa perlu terus  mencari pengakuan atau pandangan dari orang lain. Mereka tetap bangga dengan progresnya, meski tidak ada yang tahu. Contoh: saat belum berhasil lolos wawancara untuk mendapatkan pekerjaan, individu merasa kecewa tetapi juga tetap mengakui berbagai usaha yang telah dikerahkan. Meski orang lain melihatnya belum mendapat pekerjaan, individu tetap bisa melihat hal baik yang dikerjakan.

 

7.    Konsisten antara Pikiran, Perasaan, dan Tindakan

Tidak plin-plan dan bisa dipercaya karena apa yang mereka katakan selaras dengan apa yang mereka lakukan. Begitu pun dalam mengambil keputusan, cenderung tidak terburu-buru demi kesenangan sesaat dan mampu berpikir jangka panjang. Contoh: Saat mengatakan akan hadir dalam suatu acara, individu akan berusaha untuk hadir. Jika terdapat kendala, akan berusaha dikomunikasikan dengan baik. 

 

Kalau Belum Sampai ke Sana, Apa yang Bisa Dilakukan?

Kedewasaan emosional adalah kemampuan yang bisa dilatih dan dapat berkembang pada setiap individu. Berikut beberapa cara untuk meningkatkannya:

 

1.    Mulai dengan Mengenali Emosi Sendiri

Luangkan waktu tiap hari untuk bertanya pada diri sendiri: “Apa yang aku rasakan hari ini? Mengapa?” Merenungkan hal-hal ini dapat dilakukan lewat berbagai metode, seperti menulis bebas, journaling, catatan di note HP, atau sekadar refleksi. Ini membantu membangun kesadaran emosional.

 

2.    Latih Kemampuan Mengambil Jeda

Ketika emosi sedang memuncak, ambil jeda untuk berhenti sejenak, diam sejenak sebelum memberikan respons apapun. Teknik 4-7-8 breathing (tarik nafas 4 detik, tahan 7, buang 8) bisa sangat membantu menenangkan sistem saraf.

 

3.    Belajar Komunikasi Asertif

Latih untuk menyampaikan perasaan dan kebutuhan tanpa menyakiti orang lain atau mengorbankan diri sendiri. Contohnya, daripada bilang: “kamu nyebelin banget sih, gak pernah mikirin aku!”, bisa diganti dengan: “Aku merasa kesal ketika kamu tidak memberi kabar, karena aku merasa tidak dihargai. Hubungan kita penting bagiku, kira-kira apa yang bisa dilakukan bersama untuk memperbaiki kondisi ini?” Ini membuka ruang dialog, bukan pertengkaran.

 

4.    Mengelola Tujuan untuk Fokus pada Pengembangan Diri, Bukan Validasi Eksternal

Perlahan mengubah tujuan dan fokus dari ingin dianggap baik orang lain menjadi ingin berproses dan berkembang menjadi lebih baik. Hindari membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan, fokuslah pada proses dan progress diri sendiri. Fokuskan diri mengerjakan hal-hal yang dapat membantu mencapai tujuan yang bermanfaat untuk diri maupun sekitar. Jika memang ingin membandingkan diri, bandingkan diri dengan diri yang kemarin, bukan dengan pencapaian orang lain, apalagi yang dilihat di media sosial. Ingatlah bahwa perubahan tidak terjadi dalam semalam dan yang nampak di media sosial hanyalah sebagian kecil kehidupan orang lain.

 

5.    Belajar dari Konflik, Bukan Lari

Setiap konflik bisa jadi bahan belajar, asal kita mau jujur pada diri sendiri. Konflik dalam hubungan—baik dengan teman, pasangan, keluarga, atau rekan kerja—adalah hal yang wajar dan tidak bisa dihindari. Latih untuk tidak menghindar, memendam dendam, atau menyalahkan terus-menerus, tapi latih melihat konflik sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Lihatlah peran kita di situasi tersebut, dengarkan perspektif orang lain tanpa langsung membela diri, meminta maaf jika salah, memberi maaf jika perlu, serta menarik pelajaran agar tidak mengulangi pola konflik yang sama. 

 

6.    Cari Dukungan, Bukan Pelarian

Jika Anda merasa emosi terlalu sulit dikelola sendiri, bukan kelemahan untuk bicara dengan psikolog. Justru itu tanda keberanian dan niat untuk bertumbuh. 

Selamat mencoba! Daftarkan diri Anda di Daya.id jika Anda ingin mendapat kiriman artikel seperti ini di email Anda.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

4.8

5 Penilaian

Artikel Terkait

4.9
Kesehatan Mental

Brainrot: Humor Absurd yang Bikin Ketawa atau Bikin Otak Rusak?

15 Mei 2025

5.0
Kesehatan Mental

Bermesraan di Muka Umum, Bolehkah?

16 Juni 2023

5.0
Kesehatan Mental

Belum Punya Resolusi Tahun Baru? Ini Ide yang Bisa Anda Pertimbangkan

09 Desember 2023

4.9
Kesehatan Mental

Bantu Orangtua Anda Bersosialisasi Dengan Sesama Purnabakti

14 November 2022

Berikan Pendapat Anda

0 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS