Dirilis

21 April 2021

Penulis

Qodri Perdana

Di tengah kondisi pandemi yang belum selesai, kedatangan vaksin COVID-19 di Indonesia menimbulkan berbagai isu yang justru membuat masyarakat resah. Informasi bahwa vaksin COVID 19 tidaklah aman digunakan sudah banyak tersebar di media sosial atau media penyebar informasi lainnya.

Saat jam istirahat atau waktu senggang, tidak sedikit pekerja menghabiskan waktunya untuk membaca informasi tersebut. Banyaknya informasi yang didapat dari rekan kerja dan media sosial, tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam memilah dan memproses informasi akan menjerumuskan pada informasi yang salah dan perlu diluruskan.

 

Pro-Kontra Vaksin COVID-19, Apa yang Bisa Anda Lakukan?


Perdebatan pro dan kontra vaksin dapat dengan mudah Anda temukan. Tapi mengasah literasi kesehatan dapat menjadi jalan keluar bagi Anda yang masih mudah terpengaruh oleh berita-berita tidak jelas. Dalam konteks menghadapi perdebatan pro dan kontra vaksinasi, mari mengasah literasi kesehatan berkaitan dengan proses vaksin ini.

 

1. Mencari sumber tepercaya dan benar

Ketika sebuah informasi muncul, biasakan untuk mencari sumber utama informasi tersebut. Apakah didukung oleh data dan fakta? Misalnya dari penelitian medis yang mendapat ulasan baik. Apakah tokoh yang menyampaikan informasi tersebut memiliki kapabilitas dan kompetensi memadai? Ketimbang situs berita daring, Anda juga dapat menelusuri situs-situs resmi organisasi kesehatan. Misalnya Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia, dan jurnal penelitian internasional. Situs resmi tersebut jauh lebih membuka kesempatan mendapatkan informasi yang tepercaya dan benar.


 

2. Menambah Wawasan Proses Uji Klinis Vaksin

Tidak berbeda jauh dengan obat atau vaksin baru pada umumnya, pembuatan vaksin harus melalui berbagai penelitian dan tahap uji klinis yang cukup memakan waktu. Berikut adalah langkah uji klinis yang dilewati sebelum vaksin diizinkan untuk digunakan secara massal:
 
  • Studi praklinis
Pada penelitian tahap awal, vaksin akan disuntikkan ke hewan percobaan di laboratorium untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya. Selama riset tersebut, peneliti juga akan melhat seberapa layak vaksin dapat digunakan atau memiliki efek samping tertentu.
 
  • Uji klinis fase I
Pada tahap uji klinis fase I, vaksin diberikan pada sejumlah sukarelawan yang umumnya adalah orang dewasa dengan kondisi sehat. Hal ini bertujuan untuk menguji keamanan vaksin COVID-19 dalam tubuh manusia. Jika dinyatakan aman dan efektif, vaksin dapat memasuki uji klinis fase II.
 
  • Uji klinis fase II
Pada fase ini, pengujian vaksin dilakukan ke lebih banyak sukarelawan, sehingga sampel yang didapatkan lebih bervariasi. Sampel ini akan diteliti dan dikaji ulang mengenai efektivitas, keamanan, dosis vaksin yang tepat, dan respons sistem imun tubuh terhadap vaksin.
 
  • Uji klinis fase III
Pada fase ini, vaksin akan diberikan kepada lebih banyak orang dengan kondisi yang lebih bervariasi. Setelah itu, para peneliti akan memantau respons tubuh para penerima vaksin dan memantau apakah terdapat efek samping vaksin dalam jangka panjang.
 
  • Tahap IV setelah pengawasan pemasaran
Tahap ini dilakukan setelah vaksin dinyatakan aman dan efektif digunakan. Vaksin sudah bisa mendapatkan izin edar dari BPOM untuk diberikan kepada masyarakat.

 

3. Berkonsultasi terlebih dahulu bagi penderita Komorbid

 
Vaksin pada dasarnya diberikan kepada orang dengan kondisi sehat dan prima. Bagi penderita komorbid meskipun Anda telah memahami informasi kesehatan secara rinci, pada akhirnya segala keputusan kesehatan baiknya dilatarbelakangi oleh masukan dari dokter untuk memastikan kondisi tubuh memang siap untuk divaksinasi. Sebab tidak semua komorbid bisa disamakan kasusnya. Misal, dalam pemberian vaksin ada kondisi pasien yang harus dicapai agar efek sampingnya minimal.

 

4. Mengutamakan keputusan berdasarkan manfaat-risiko dari sisi kesehatan

Sebuah penelitian dari Luigi Roberto Biasio tahun 2017 menyebutkan keengganan vaksinasi ternyata terjadi pada keluarga dengan tingkat pendidikan tinggi. Kendala komunikasi dengan tenaga kesehatan menjadi salah satu penyebab, selain tuntutan para keluarga ini untuk lebih bebas mengambil keputusan kesehatan. Satu hal yang perlu digaris bawahi, hindari mencampuradukkan keputusan kesehatan dengan hal lain yang tidak berkaitan kuat, misalnya agama dan sosial-budaya, jika tidak ada data pendukung yang kuat. Pertimbangkan manfaat dan risiko yang terlihat nyata, termasuk efek yang ditimbulkan kepada lingkup yang lebih luas, bukan hanya kepentingan individu.

Jadikan mencari informasi dengan bijak sebagai kebiasaan, untuk membangun budaya cerdas menyaring informasi dalam hidup Anda, sehingga tidak salah kaprah dalam tindakan kesehatan.  Jika Anda ingin berkonsultasi dengan ahli Kesehatan lebih lanjut, Anda dapat menggunakan fitur Tanya Ahli dan mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda mendaftar daya.id dan dapatkan informasi mengenai karir secara gratis.

Sumber:

Diolah dari berbagai sumber

Penilaian :

5.0

4 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Alvin Hartanto

Ahli Gizi

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS