15 Oktober 2024
Kesehatan Fisik atau Mental? Kisah Joshua Membuktikan Keduanya Penting!
Dirilis
15 Oktober 2024
Penulis
Andi Dala Nadhifa Asmarani
Narasumber
Joshua Agustinus
Pekerjaan
Karyawan Perusahaan Swasta
Menurut survei Verywell Mind, sebanyak 61% orang Amerika lebih fokus menjaga kesehatan fisik mereka, sedangkan 39% lainnya fokus menjaga kesehatan mental mereka. Survei ini menunjukkan kenyataan di sekeliling kita, di mana orang-orang biasanya lebih mementingkan kesehatan fisik. Sedangkan kesehatan mental sering kali bukan menjadi fokus utama atau bahkan dikesampingkan. Padahal kesehatan fisik dan mental itu sama pentingnya, seperti yang dirasakan Joshua Agustinus dari pengalamannya.
Joshua memiliki pengalaman menjalani gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan berolahraga. Hal ini dilakukan demi kesehatan fisiknya. Namun, pada akhirnya ia menyadari bahwa kesehatan memiliki aspek lain yaitu kesehatan mental yang selama ini ia kesampingkan. Bagaimana prosesnya hingga Joshua bisa menyadari hal tersebut? Simak pengalaman lengkapnya dalam artikel ini!
Dorongan Untuk Hidup Sehat Semenjak Kuliah
Dalam ceritanya, Joshua mengaku sebenarnya sebelum lulus SMA, ia bukan tipe orang yang terlalu memikirkan kesehatannya. Bahkan ia mengaku bahwa gaya hidupnya saat itu sangat tidak sehat karena tidak menjaga pola makan. Hingga akhirnya ia mulai benar-benar merasakan dampak negatif pada tubuhnya, khususnya pada metabolisme dan kesehatan kulitnya. Mulai dari itu, ia bertekad untuk mulai memperbaiki pola makan dan berolahraga.
Dengan berbekal banyak membaca, ia mulai mengenal berbagai macam diet sehat seperti vegetarian dan pescatarian. Dan saat ia menjalani pertukaran pelajar di Singapura, ia mendapatkan kesempatan untuk menjadi vegetarian. Selama tinggal di Singapura, dia tidak mengalami kesulitan dalam menjalani pola makan vegetarian karena pilihan makanan plant-based yang terjangkau dan bervariasi.
Banyak keuntungan yang ia dapatkan dari menjalani diet vegetarian dan rutin berolahraga. Joshua mengatakan bahwa metabolismenya membaik, tubuhnya terasa lebih sehat, dan kesehatan kulitnya meningkat. Namun, saat kembali ke Indonesia, ia mendapati kesulitan dalam mencari makanan plant-based yang memadai tetapi tetap terjangkau. Meski sempat melanjutkan diet vegetariannya, Joshua mengaku tubuhnya jadi mudah lelah karena nutrisi yang tidak cukup. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali mengonsumsi daging.
Baca Juga: Diet Vegetarian, Tak Hanya Soal Sayur dan Buah
Gaya Hidup Sehat yang Berubah Menjadi Obsesi
Dengan menjalani gaya hidup yang lebih sehat, Joshua merasa kesehatannya jauh lebih baik dibandingkan saat SMA. Namun, ternyata ia sempat jatuh sakit dan harus menjalani operasi. Setelah menjalani operasi, ia menjadi lebih ketat dan detail soal pola makannya. Ia benar-benar jadi lebih selektif dalam memilih apa yang bisa ia konsumsi. Bahkan sampai kontainer makanan yang ia konsumsi juga ia perhatikan. Hal ini menimbulkan masalah karena biasanya makanan berlabel sehat dan organik itu mahal.
Selain dari segi pola makan, ia juga mengaku berolahraga dengan intensitas dan frekuensi yang berlebihan. Sempat ada masa di mana ia melakukan HIIT Cardio atau olahraga cardio berintensitas tinggi secara rutin setiap hari. Padahal, olahraga dengan intensitas tinggi tidak boleh dilakukan setiap hari karena tubuh manusia membutuhkan jeda sekitar 1-3 hari untuk proses pemulihan.
Ia juga semakin rajin membaca riset-riset mengenai makanan untuk mengetahui makanan apa yang harus dihindari. Semakin ia tahu, semakin besar perasaan paranoid yang muncul dan hal ini membangun hubungan yang tidak sehat dengan makanan. Ia jadi merasa lebih mudah stres dan insomnia hanya karena memikirkan makanan apa yang ‘aman’ untuk dikonsumsi besok. Stres ini juga bertambah karena tekanan finansial akibat mahalnya harga makanan sehat dan organik.
Menyeimbangkan Kesehatan Mental dan Fisik
Setelah menyadari betapa buruknya keadaan mentalnya karena terlalu obsesif dalam memenuhi tuntutan hidup sehat, ia pun bertekad untuk berubah. Hal yang ia lakukan adalah mengurangi sikap-sikap terlalu selektif dan mulai membangun pola pikir yang lebih positif dengan makanan. Ia memilih untuk lebih fokus kepada gambaran besar dari pola konsumsinya, daripada memusingkan detail seperti jenis makanan apa yang harus ia konsumsi.
Ia juga sempat berkonsultasi dengan dokter soal kondisinya. Dari situ, ia semakin paham bahwa lebih baik mengonsumsi apa yang tersedia asalkan dimakan dengan porsi yang sesuai dan cukup. Sikap terlalu selektif hanya akan menimbulkan stres, hingga membuat kita terlalu menahan diri dan ragu untuk makan. Akibatnya, tubuh menjadi kekurangan nutrisi yang cukup.
Baca Juga: Pola Makan Menyimpang yang Wajib Anda Hindari
Pengalaman Joshua Agustinus mengajarkan kita bahwa kesehatan tidak hanya soal fisik, tetapi juga mental. Gaya hidup sehat memang esensial untuk tubuh yang prima. Namun jika dilakukan secara berlebihan, hal tersebut justru dapat merusak kesehatan mental. Untuk itu, kita perlu selalu mengingat bahwa kesehatan mental dan fisik adalah dua aspek yang saling melengkapi, dan keduanya perlu dijaga dengan penuh kesadaran.
Apabila memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai gaya hidup sehat, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.