Bisnis Fashion Big Size, Adam Abdullah Membuktikan Ukuran Besar sama dengan Kesempatan Besar

Dirilis

18 Desember 2019

Penulis

Tim Penulis Daya Tumbuh Usaha

Pengusaha

Adam Abdullah

Jenis Usaha

Wah Gede Banget (WGB) - Big Size Fashion

Orang dengan postur big size alias ukuran besar, sulit tampil modis dan keren? Itu dulu.

Adam Abdullah dengan bisnis Wah Gede Banget (WGB) yang mengusung fashion big size menggebrak dunia fashion sekaligus mematahkan anggapan masyarakat bahwa tampil modis dan keren hanya milik kaum regular size. Sejak dirilis tahun 2014 dengan modal awal Rp5 juta, saat ini total aset yang dimilikinya mencapai Rp1,8 milyar dengan omzet Rp260-400 juta per bulannya. Wah, gede banget kan!


Kesulitan Mendapat Baju Sesuai Ukuran, Adam Membangun Bisnis Fashion Big Size
Berkarier di dunia perbankan, Adam mengaku dituntut untuk selalu berpenampilan menarik karena sering bertemu mitra. Sementara, dengan postur tubuh big size, berpenampilan menarik justru menjadi tantangan tersendiri baginya. Untuk mengakali hal tersebut, biasanya ia membeli bahan untuk kemudian dijahit di tukang jahit tak jauh dari tempat kost-nya di daerah Pal Batu, Tebet, Jakarta Selatan. “Susah cari baju yang ukurannya sesuai, di mall rata-rata ukuran XL atau XXL sudah paling besar. Nggak muat,” katanya.

Memiliki ketertarikan terhadap fashion, anak bungsu dari 3 bersaudara ini suka membaca blog ataupun beberapa thread tentang fashion di media sosial. Dari sanalah ia mendapat inspirasi desain baju yang ia buat sendiri, mulai dari bahan seperti apa yang akan digunakan, mix and match, sampai gambaran bajunya akan jadi seperti apa. “Kebetulan waktu itu dapat penjahit yang pas. Dijelaskan model bajunya dan dia bisa buatkan sesuai yang saya bayangkan. Padahal penjahit rumahan, dekat tempat kost,” kenangnya.

Beberapa kali memakai baju-baju hasil desainnya ke kantor, ternyata banyak teman kantor yang suka. Malah banyak yang tertarik minta Adam untuk membuatkan baju untuk mereka. “Teman-teman tanya, bajunya beli dimana. Saya bilang ini baju hasil buatan sendiri. Mereka tertarik mau dibuatkan juga, terutama teman-teman sesama big size,” ujarnya. Menurut Adam, ia bersedia membuatkan baju untuk teman-teman karena merasa ada kepuasan tersendiri melihat orang lain memakai baju hasil desainnya. Ia bahkan tidak mengambil untung, hanya dibayar sesuai harga modal bahan dan ongkos jahit saja.

Tak hanya sekali dua kali, teman-teman akhirnya pesan lagi dan pesan lagi. Saat itulah Adam merasa produksi baju big size bisa dijadikan bisnis. Meski belum memutuskan untuk beralih sepenuhnya ke dunia bisnis, pada tahun 2014 pria kelahiran 1985 ini yakin untuk mulai membangun bisnis ditengah kesibukannya sebagai karyawan.

Dengan modal awal Rp5 juta, Adam membeli bahan yang kemudian dijahit dengan desain-desain yang memang sudah ia bayangkan sebelumnya. Dengan bahan tersebut, ia menghasilkan sekitar 3 sampai 4 lusin baju pria. “Khusus produksi baju pria saja, karena saya merasa tidak ada passion untuk membuat baju dengan style perempuan,” ungkapnya. Baju-baju tersebut ditawarkan ke teman-teman kantor dan hanya laku sebagian saja waktu itu. Untuk menjual sebagiannya lagi, Adam memutuskan mencoba memasarkan melalui Instagram. Benar saja, animo masyarakat luar biasa. Apalagi saat itu memang momentumnya menjelang lebaran. Sisa stok yang ada ludes dalam waktu 2 minggu saja. Ia pun semakin bersemangat dan yakin bisnis fashion di lini big size memang menjanjikan.


Wah Gede Banget, Merek Unik yang Dipilih untuk Bisnis Fashion Big Size  
Menurut Adam, saat membuat akun Instagram untuk memasarkan produknya, ia sudah berpikir membuat akun khusus menggunakan merek yang sekiranya menarik dan mudah diingat orang, alih-alih menggunakan akun pribadinya. Wah Gede Banget (WGB) adalah merek yang ia pilih yang juga merupakan hasil brainstorming dengan kedua sahabatnya, Gina dan Rizky. Merek WGB diyakini mewakili produknya yang memang fokus kepada baju-baju big size dengan standar ukuran internasional dari XL sampai 6XL. Tak hanya membantu Adam menentukan merek usaha, Gina dan Rizky juga terlibat dalam proses operasional sejak awal usaha ini dirintis. “Modal dan desain memang saya yang lead, tapi untuk operasional dibantu sama Gina, Rizky, dan Dimas. Kita bagi tugas, ada yang belanja, ada yang drop bahan ke tukang jahit, mencatat keuangan, mengatur database stok, reminder order dan sebagainya,” terangnya.

Meski belum dijalankan dengan serius karena masih disibukkan dengan rutinitas sebagai karyawan, sejak awal dibangun, sistem keuangan WGB memang sudah diupayakan serapi mungkin. Setiap transaksi penjualan dicatat, siapa yang beli, produk apa yang dibeli, termasuk pencatatan modal, biaya-biaya yang keluar sampai keuntungan yang diperoleh.

Pada tahun 2015, antusiasme masyarakat terhadap produk WGB semakin meningkat. Omzet yang diperoleh mencapai 80 juta rupiah per bulan, bahkan 100 juta rupiah menjelang lebaran. Dari omzet tersebut, keuntungan yang diperoleh tidak pernah digunakan untuk hal lain, melainkan diputar lagi untuk menambah modal. “Waktu itu nanya juga ke Gina dan Rizky, saya belum bisa kasih apa-apa gimana nih? mereka oke aja, setuju keuntungan digunakan untuk menambah modal” katanya. Bersamaan dengan itu, jumlah baju yang diproduksi semakin banyak. Adam mulai terpikir untuk lebih serius menjalankan bisnis. Dengan modal yang sudah mencapai puluhan juta, ia mulai merasa khawatir jika tidak fokus, resiko salah langkah akan semakin besar dan uang modal bisa hilang, padahal perjuangannya luar biasa dari segi waktu ataupun tenaga. Saat itulah Adam dihadapkan dengan pilihan tetap menjadi karyawan atau fokus mengembangkan usaha.


Pilihan Berat antara Karyawan atau Berwirausaha
Memilih pun ternyata tidaklah mudah. Meski dari segi waktu, wirausaha relatif lebih fleksibel dibandingkan karyawan, namun dari segi finansial Adam merasa belumlah cukup. Ketika mejadi karyawan, Adam tentu memiliki gaji tetap dengan nominal yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Sementara saat itu, pendapatan dari WGB tidak menentu tergantung omzet yang didapat dikurangi biaya operasional dan modal. Hingga pada tahun 2016, hasil penjualan WGB semakin stabil. Dari omzet per bulan, prosentase keuntungan mencapai 50%. Gaji yang Adam terima dari WGB sudah lumayan meski tidak sebesar gajinya di kantor. Ia pun memutuskan untuk resign. “Sebelum akhirnya memutuskan resign, pertimbangannya banyak. Salah satunya menghitung utang. Penting memastikan masih punya utang atau tidak, jangan sampai pendapatan yang tidak sebesar gaji kantor itu malah habis untuk bayar utang,” katanya.

Untuk menyiasati penurunan pendapatan tersebut, Adam memindahkan produksinya dari kost-nya di Jakarta ke rumahnya di Tangerang, untuk menekan biaya operasional. Selain itu, ia juga harus menekan gaya hidup yang ia akui sebagai tantangan terberat yang ia jalani selama 2 tahun pertama. “Ada sih keinginan travelling seperti teman-teman. Bukannya tidak bisa, tapi kalau dipaksakan akan merusak keuangan WGB. Jadi harus benar-benar bisa menahan diri dan itu tidak mudah. Biasa di atas awan, tiba-tiba harus merasa cukup di bumi saja,” akunya.

Namun, perjuangan Adam membuahkan hasil. Setelah 2 tahun ia sampai di satu titik dimana ia merasa cukup dengan gaya hidupnya yang sekarang. “Bisnis semakin baik, penghasilan semakin besar. Penghasilan yang diberikan WGB sekarang sudah melebihi gajiku dulu sebagai karyawan, bahkan berkali lipat. Tapi gaya hidup masih sama seperti saat pertama kali digaji sama WGB. Sisanya untuk investasi saja,” Imbuhnya. Wah, keren ya…


Tantangan dalam Menjalankan Usaha: Memilih Konveksi, Memilih Bahan Baku Kain, Kebanjiran Ide
Tahun 2016, order yang diterima WGB semakin banyak. Adam mulai mencari mitra konveksi untuk mempermudah dan mempercepat proses produksinya. Selain cari secara online melalui internet, ia juga tanya-tanya ke beberapa teman yang punya kenalan konveksi. Biasanya ia melakukan uji coba terlebih dahulu sebelum memulai kerja sama. “Uji coba dulu, misalnya saya uji coba 2 konveksi. 1 konveksi produksi kemeja, konveksi lainnya produksi kaos. Selama hasilnya memuaskan, ya kerjasamanya jalan,” katanya.

Pria kelahiran Tangerang ini mengatakan, menjalin kerja sama dengan konveksi tidaklah mudah. Malah, memilih konveksi yang kooperatif merupakan salah satu tantangan utama ketika ia menjalankan bisnis di bidang fashion. “Masalah dengan konveksi biasanya ada 3 hal, bahannya hilang atau terselip entah dimana, deadline waktu pengerjaan yang mundur atau waktu pembayaran. Dan itu lumrah terjadi di konveksi,” ujarnya. Untuk mengatasinya, Adam membuat perjanjian tertulis dengan pihak konveksi agar ketentuannya bisa lebih jelas dan dipahami. Seperti fee per baju, pinalti kalau penyelesaian pekerjaannya terlambat, detail pembayaran dan sebagainya. Dengan surat perjanjian tersebut, diharapkan kedua pihak sama-sama paham, aman, dan bertanggungjawab.

Hal lainnya yang tidak kalah menantang adalah bahan baku kain. Bahan sendiri banyak jenis dan macam warnanya. Tiap jenis biasanya memiliki karakter berbeda sehingga pengaplikasiannya pun berbeda. Ada bahan yang khusus celana atau khusus untuk baju atasan. Adam sendiri pernah mengalami salah membeli bahan di awal usahanya. “Dulu pernah salah beli bahan. Harusnya bahan untuk atasan, yang dibeli bahan celana. Untuk ukuran usaha saat itu, jumlah bahan yang salah beli lumayan banyak, jadi kita harus cari cara agar bahan yang salah beli itu tetap bisa digunakan. Asalkan bajunya laku, tidak ada masalah. Tapi akhirnya kita harus belajar untuk ke depannya lebih hati-hati memilih bahan,” kenangnya.

Untuk ide desain, Adam bersyukur tidak pernah merasa kehabisan ide untuk tren produk-produk terbaru WGB. Ketika melihat bahan, karakter bahannya, motif dan warna, langsung terpikir mau dibuat seperti apa. Justru karena kebanjiran ide, Adam merasa harus lebih mengendalikan diri. 
Jika dulu cenderung “kalap” ketika membeli bahan, kini Adam belajar mengatur rencana produksi. “Alhamdulillah, ide tidak pernah habis. Dunia fashion luas banget, perkembangannya cepat. Dari situ malah saya melihat ide-ide banyak sekali, mengalir terus. Malah suka kalap kalau lagi belanja bahan. Di mata saya, semua bagus, maunya beli semua. Sudah terbayang desainnya begini-begitu. Sekarang sih sudah lebih ter-manage. Saya buat rencana produksi selama sebulan, temanya apa, buat apa, warnanya gimana, berapa banyak. Biar belanjanya tidak over dan sesuai dengan daya jual WGB,” imbuhnya. 


Standar Skor Sederhana untuk Menjaga Kinerja Karyawan
Lama berkerja di bank membuat Adam terbiasa menghadapi masalah dan memikirkan bagaimana jalan keluarnya. Hal ini juga yang ia terapkan dalam menjalankan usaha. Dengan demikian, Adam bisa melihat lebih jeli jika ada hal-hal yang perlu diperbaiki di WGB dan bagaimana memperbaikinya. Termasuk mengelola karyawan. Setiap karyawan memiliki karakter dan tingkat pendidikan yang berbeda, sehingga pendekatan yang dilakukan agar mereka nyaman pun berbeda. Menurut Adam, karyawan konveksi lebih termotivasi bekerja dengan giat untuk mendapat pinjaman daripada bonus. Makanya, ia membuat skor kinerja sederhana. Kinerja mereka akan menentukan seberapa besar pinjaman yang bisa mereka dapat. “Ilmu leadership yang saya dapat di kantor dulu sangat berguna dan saya terapkan ke karyawan WGB. Sejauh ini mereka menerima dengan baik dan cukup happy dengan cara saya memimpin. Untuk membuat mereka nyaman, saya juga mempelajari karakter masing-masing karyawan dan melakukan pendekatan sesuai kebutuhan mereka. Karyawan konveksi lebih bersemangat kalau boleh pinjam uang, makanya saya buat standar skor kinerja sederhana yang hasilnya menentukan seberapa besar mereka bisa mengajukan pinjaman,” jelasnya.


Misi WGB dalam Mengusung Fashion Big Size
Berdasarkan pengamatan yang Adam lakukan, penambahan berat badan cenderung terjadi misalnya setelah menikah, atau ketika stres. Tingkat stres yang tinggi biasanya dilampiaskan orang ke makanan, sehingga ia percaya orang dengan postur big size pasti ada. Sayangnya, jarang sekali bisnis fashion yang bisa mengakomodir kebutuhan fashion untuk ukuran mereka.  Makanya, saat ini Adam tidak hanya ingin membesarkan WGB sebagai salah satu fashion big size, tetapi ia juga ingin agar setiap orang yang memiliki postur big size bisa mendapatkan akses untuk tampil modis dan keren. Salah satunya dengan mengajak para pelaku bisnis fashion untuk terjun juga ke industri fashion big size. “Pelaku bisnis fashion biasanya membuat baju dengan regular size, WGB mau mengajak dan kasih liat bahwa industri fashion plus size itu peluangnya besar,” katanya. 

Ketika ditanya mengenai risiko persaingan, Adam menganggap hal tersebut tidak menjadi hal yang ia khawatirkan. “Tidak kepikiran saingan, semangatnya kan membantu orang berpostur big size di pelosok-pelosok daerah biar mudah dapat baju yang dibutuhkan dan bisa tampil fashionable juga,” katanya. Terbukti ketika ada pembeli dari Malang yang mau buka bisnis fashion big size dan menghubungi Adam untuk tanya-tanya, Adam bersedia mengajari dan menjelaskan melalui telepon atau chat

Adam juga terbuka untuk menjalin kerjasama dengan sesama pelaku bisnis di industri fashion big size. Ia mengajak mereka berdiskusi dan kolaborasi dengan memfasilitasi dalam 1 platform sebagai toko bersama agar pelanggan bisa memiliki lebih banyak pilihan. “Jadi dalam 1 toko ada beberapa merek, semacam toko retail gitu. Pilihannya jadi semakin banyak, tidak hanya WGB saja,” terangnya.


Toko Offline sebagai Mini Workshop
Saat ini, penjualan terbesar WGB memang melalui toko online. Baik di Instagram, Shopee, Tokopedia maupun Bukalapak. Namun, banyak juga pelanggan yang datang ke rumahnya untuk fitting langsung, dan melihat kondisi ini Adam merasa tempatnya kurang nyaman. Akhirnya ia menyulap lantai 1 rumahnya menjadi toko offline sejak 3 tahun lalu. Sementara lantai 2 dijadikan kantor WGB dan gudang di lantai 3. “Menurut saya sih, lebih ke mini workshop dibandingkan dengan toko offline ya dan biasanya orang datang ke toko hanya untuk mencocokkan ukuran bajunya, belinya tetap melalui online,” ujar Adam. Lokasinya yang terletak di perumahan dengan jalan yang cukup luas menjadi faktor pendukung kenyamanan pelanggan yang datang. 


Dari Modal Rp5 juta menjadi Omzet Rp400 Juta dalam 5 tahun 
Untuk membangun mini workshop tersebut, Adam mengaku tidak menyuntikkan modal tambahan melainkan murni dari hasil keuntungan usaha WGB. Maka tak heran, jika bangunan mini workshop sekaligus kantor dan gudang tersebut merupakan salah satu aset selain kendaraan, inventaris kantor dan konveksi yang dibelinya dari pemilik yang sebelumnya menjalin kerja sama dengan WGB, dengan total aset saat ini mencapai Rp1,8 milyar.

Dibantu 10 orang karyawan kantor pusat dan 23 orang karyawan konveksi, kini di tahun ke-5 WGB  mampu memproduksi 3000-4000 potong baju per bulan dengan kisaran harga jual antara Rp160 ribu sampai dengan Rp399 ribu dan omzet mencapai Rp400 juta. 

Tak hanya Indonesia, baru-baru ini WGB sudah membuka online shop di Malaysia. Melebarkan sayap ke negeri seberang bukan tanpa alasan, pelanggan WGB ternyata banyak juga yang berasal dari negara tersebut. Adam kemudian melakukan tinggal dan melakukan riset selama 1 bulan di Malaysia untuk mempelajari target pasar dan karakter masyarakatnya terhadap fashion sebelum benar-benar merekrut stokist dan membuat gudang di sana. 

Belum lama ini, WGB menyabet penghargaan 20 desainer terbaik dalam program Modest Fashion Founders Fund milik Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Adam menganggap ini merupakan momentum fashion big size mulai diakui dan diterima di industri fashion nasional. Tidak berhenti sampai disitu, WGB juga mengikuti event bergengsi tingkat nasional seperti Jakarta Fashion Trend 2020 yang diselenggarakan pada 11 November 2019 lalu. Wah eksis banget!

WGB Mendobrak Industri fashion dengan Inovasi-Inovasi Desain untuk Big Size
WGB membuka jalan dan mematahkan anggapan bahwa tampil modis dan keren hanya milik kaum regular size.  Terlebih WGB melakukan inovasi-inovasi dengan motif-motif tertentu yang dianggap tidak cocok dengan postur big size dan tetap membuat pemakainya merasa PD dengan design dan warna yang menarik. “Ada pola motif yang dianggap “haram” dipakai orang big size, seperti motif garis menyamping dan warna-warna cerah yang dipercaya menimbulkan efek terlihat lebih besar. WGB tidak ingin orang-orang terjebak dengan anggapan tersebut, makanya kami melakukan beberapa inovasi dengan pemilihan motif dan warna – warna cerah.  Penjualan produk dengan desain tersebut sangat besar, itu membuktikan asalkan desainnya keren dan warnanya menarik, orang big size bisa tampil keren, meski dengan pola motif dan warna yang dianggap “haram”.

Mengenai kunci sukses WGB, Adam menekankan hal yang paling utama adalah rasa suka. “Bisnis itu yang penting suka. Kalau sudah suka, ketika menghadapi masalah kita akan berusaha cari jalan keluar untuk tetap survive,” katanya. Selain itu, pengelolaan keuangan memegang peran penting ke-2. Termasuk di dalamnya memastikan semua transaksi tercatat, dan bagaimana agar bisa menghemat biaya operasional. ”Disiplin juga hal penting selanjutnya. Menahan ego, terutama terkait gaya hidup. Itu salah satu bentuk pengorbanan kalau usahanya mau maju,” tutupnya.


 
 

Penilaian :

4.8

9 Penilaian

Kisah Sukses Lainnya

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS