Dulu 50 kali Ditolak, Kini Produsen Onde-onde Berkelas Dunia

Dirilis

02 Juli 2018

Penulis

Daya Tumbuh Usaha

Pengusaha

Jamin Andi Prasetyo

Jenis Usaha

Penjual Onde-onde dan Makanan Tradisional

“Bu, ibu beli onde-onde saya ya, kalau tidak enak saya yang akan bayar ke Ibu Rp50.000.” Kalimat ini yang keluar dari bibir Jamin Andi Prasetyo setelah sekitar 12 jam berkeliling untuk berjualan onde-onde. Hari itu 20 Februari 2010, hari yang tidak terlupakan bagi pria yang akrab disapa Andhika ini, karena menjadi hari bersejarah sekaligus menyedihkan. Andhika pertama kali berjualan onde-onde dengan menggunakan resep sendiri dengan hasil "nol". Namun sejarah hari itu pula yang memacu Andhika untuk terus berinovasi, pantang menyerah, sehingga kini ia menjadi pengusaha kecil onde-onde yang berhasil.


Kisah Andhika berawal dari permintaan dosen pembimbingnya di jurusan perhotelan Trisakti yang menginginkan produk tradisional khas Indonesia dengan cita rasa internasional. Tidak mudah. Ia sampai harus berkeliling Yogyakarta, Solo, dan Mojokerto untuk mencari resep yang sesuai dengan keinginan sang dosen. Sambil berjualan, Andhika bekerja di salon untuk membiayai kuliahnya.

Onde-onde bukanlah produk pilihan pertama Andhika. Sebelumnya ia sudah mencoba membuat lemper, kue cucur, lontong isi, namun selalu ditolak, tidak masuk klasifikasi dosen pembimbingnya yang berasal dari Kanada itu. Menurut dosennya, Kris, harus ada satu kue tradisional yang khas dan bisa go internasional. Setelah sekian lama mencoba berbagai resep, akhirnya terpilihlah onde-onde untuk menjadi kue tradisional khas yang siap diproduksi. Namun saat itu masih belum masuk klasifikasi resep go international. Setelah percobaan ke-51 kali barulah resep onde-onde Andhika dinyatakan layak untuk dipasarkan dengan cita rasa khas berkelas internasional.

Hari pertama, Andhika membawa 69 onde-onde. Semua berasal dari satu resep. Ia berjalan kaki dari rumah kontrakannya di Kramat Jati, Jakarta sampai ke Cawang, Jakarta. Harga jual onde-onde saat itu Rp1.000. Dan setelah 12 jam berkeliling ke sekitar 651 orang, ternyata hasilnya hanya laku 5 onde-onde yang dibeli seorang ibu-ibu karena rasa kasihan. Onde-onde yang tersisa saat itu akhirnya dimakan sendiri dan diberikan ke teman-teman di salon. Sejak saat itu, teman-teman di salon ikut membantu promosi dan berjualan onde-onde Andhika.

Hari kedua, Andhika mendapat rezeki berupa pesanan 100 onde-onde. Pesanan tersebut berasal dari ibu yang di hari pertama “terpaksa” membeli onde-ondenya. Hari-hari berikutnya ibu tersebut ternyata rutin membeli karena alasan rasanya enak, tidak keras, beda dari onde-onde yang lain, sampai-sampai suami si ibu tersebut suka, sehingga akhirnya menjadi pelanggan tetap.

Hampir setiap hari Andhika menjual onde-onde buatannya dengan cara berkeliling. Setelah berjalan seminggu, tiba-tiba ada pesanan 1.500 onde-onde dari temannya di salon, yang kemudian dijual dengan harga Rp 1.500. Setelah 3 bulan berjalan, Andhika mulai rutin berjualan. Suatu hari, untuk mencek minat pembelinya terhadap onde-onde buatannya, Andhika mencoba berhenti berproduksi selama seminggu, untuk melihat apakah pembeli yang biasanya membeli, mencarinya atau merasa kehilangan, atau justru tidak, biasa-biasa saja. Ternyata, banyak konsumen yang menanyakan onde-onde buatan Andhika.

Setelah itu, mulai rutin ada pesanan 500 per hari dengan harga jual Rp1.500 per buah. Andhika menjual onde-ondenya di salon dan keliling di sekitar Cawang dengan sepeda ontel atau jalan kaki. Sejak tahun 2012 sampai saat 2016, produksi onde-ondenya mencapai 2.000 buah per hari, dengan omzet sekitar Rp3-4 juta per hari.  Metode penjualannya, selain pemesanan per orang, salon, tempat senam, sudah masuk ke kantor-kantor pemerintahan atau kementerian sebagai konsumsi rapat, bahkan di berbagai pengajian ibu-ibu. Untuk pemasaran, Andhika melakukan pendekatan kepada konsumen secara langsung, tidak hanya melalui media brosur atau kartu nama, tetapi melalui tenaga marketing atau agen yang sampai saat ini mencapai 80 orang.

Usaha Berkembang Hingga Bisa Menyewa Toko
Dengan semakin berkembangnya usaha, saat ini, Andhika sudah tidak takut lagi dengan pesaing. Hal itu disebabkan poduknya punya kekuatan dan ciri khas sendiri, yaitu tidak memakai bahan pengawet apapun, tidak kenyal seperti karet, tidak ngilu di gigi, tahan lama, dan empuk karena bahan dasar ketan hitam. Ia bahkan menjual produk sampingan, yaitu kroket. Untuk produk ini, Andhika memesan kentang yang diimpor dari Jerman. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dari kroket yang bertaraf internasional.

Walaupun omzet usahanya sudah semakin besar dengan produk unggulan onde-onde dan produk sampingan kroket, dalam menyiapkan bahan sampai membuat adonan saat ini Andhika hanya dibantu ibunya, yang kemudian dia stok di freezer.

Saat ini, usaha Andhika sudah memiliki cabang di daerah Cakung, Jakarta yang dipegang oleh Ibu Rani. Selain onde-onde juga ada mie ayam yang dijual di sana. Ibu Rani, rekan bisnis yang mulai digembleng oleh Andhika untuk pemasaran di Cakung.

Andhika punya mimpi besar yaitu ingin punya toko kue yang bertaraf internasional. Andhika akan menyewa ruko untuk dijadikan cabang baru, membuka franchise untuk 20 orang dengan modal awal masing-masing Rp25.000.000, serta ingin masuk ke kampus-kampus untuk mengajarkan mahasiswa bagaimana berwirausaha.

Keberhasilan sudah dapat dinikmati oleh Andhika saat ini, punya rumah sendiri sehingga tidak perlu lagi pindah-pindah sampai 17 kali seperti dulu, memiliki mobil yang dia sewakan, serta memiliki usaha yang lancar. Selangkah lagi menuju keberhasilan sempurna yaitu memiliki toko dengan taraf internasional, memiliki karyawan dan etalase, serta menu yang tidak hanya makanan tapi juga minuman.

 

Penilaian :

5.0

3 Penilaian

Kisah Sukses Lainnya

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS