Merdeka belajar bukan hanya tentang kebebasan dalam mengatur diri, berpikir, dan berekspresi selama proses belajar. Merdeka belajar juga seharusnya mencakup rasa aman dan nyaman dalam lingkungan belajar di sekolah, yang artinya bebas dari segala bentuk bullying atau perundungan. Ketenangan batin dan kesehatan mental adalah syarat wajib agar proses belajar bisa terjadi dengan efektif. Pertanyaannya, bagaimana mencapai kondisi ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita pahami terlebih dahulu fenomena ini.

Bagaimana Awal Mula Bullying Bisa Terjadi?
Tidak jarang kita temui kasus-kasus bullying yang berkedok ‘bercanda’. Dengan alasan hanya untuk lucu-lucuan atau bersenang-senang, perilaku-perilaku yang tidak pantas menjadi diwajarkan. Sebenarnya, dimana batasannya? Bullying adalah segala bentuk perilaku agresif yang tidak diinginkan, yang terjadi antara ‘yang kuat’ dan ‘yang lemah’. Perilaku ini terjadi berulang kali atau berpotensi untuk terulang. Artinya, ketika terjadi interaksi yang melibatkan kekerasan dalam bentuk apapun (fisik, verbal, sosial) dimana korban tidak berkenan, hal tersebut sudah patut dicurigai sebagai bullying.
Biasanya, interaksi seperti ini bisa terjadi karena adanya kesenjangan kekuasaan. Ada pihak yang merasa lebih berkuasa, lebih keren, lebih populer, dan pihak lainnya dianggap lebih lemah. Biasanya, pihak yang dianggap lemah ini adalah karena mereka berbeda atau minoritas, baik dari sisi penampilan atau ukuran tubuh, performa di sekolah, ras/etnis/agama, tingkat ekonomi, kemampuan bersosialisasi, minat/kebiasaan yang menonjol, dsb. Pada dasarnya, terdapat tiga faktor yang meningkatkan risiko terjadinya bullying dalam lingkungan pertemanan:
1. Faktor individu/kepribadian
Beberapa anak memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk melakukan bullying, di antaranya mereka yang tingkat empatinya rendah, agresivitasnya tinggi, dan cenderung melakukan externalizing behavior, atau perilaku-perilaku bermasalah yang ditunjukkan ke luar diri/lingkungan sekitar.
2. Latar belakang keluarga
Anak-anak dengan self-esteem yang rendah juga berisiko melakukan kompensasi dengan cara ‘menjadi berkuasa’ di sekolah. Hal ini sebenarnya merupakan indikasi adanya masalah personal atau masalah keluarga. Gaya parenting yang permisif juga berisiko membuat anak merasa dirinya berkuasa dan tidak tahu batasan, terlebih jika status sosial keluarga memang cukup tinggi. Di sisi lain, absennya orang tua juga bisa menjadi penyebab anak melakukan bullying untuk mencari perhatian.
3. Lingkungan sekolah
Lingkungan yang berisiko menjadi tempat terjadinya bullying adalah lingkungan yang membiarkan adanya kesenjangan kekuasaan. Hal ini terlihat dari iklim dan budaya di sekolah, hubungan antar teman sebaya, hubungan antara murid dan guru, hingga sikap guru yang dilihat oleh para siswa.
Misalnya, sekolah yang membiarkan adanya perpeloncoan siswa baru, guru yang otoriter terhadap siswa, dan tidak menindak tegas kasus-kasus kekerasan.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Terjadi Kasus Bullying di Sekolah?
Bullying dapat memberikan dampak negatif yang sangat besar kepada korban. Oleh karena itu, penting untuk segera memberikan penanganan yang tepat saat kasus bullying terungkap. Namun, jika kita adalah pihak orang tua korban, ingat bahwa kita perlu tetap tenang, berpikir rasional, dan bersikap sewajarnya agar reaksi anak terhadap kejadian tersebut tidak semakin negatif. Berikut beberapa langkah yang dapat orang tua lakukan ketika anak menjadi korban bullying:
1. Berikan tempat aman
Keterbukaan anak adalah sesuatu yang patut diapresiasi dan dijaga, karena tanpa keterbukaan ini kita tidak mungkin bisa melindungi atau membantu anak lebih jauh. Pertama, validasi perasaan anak. Tunjukkan bahwa kita memahami apa yang ia rasakan dan memberikannya kesempatan untuk mengeluarkan perasaan tersebut tanpa menghakimi. Kemudian, bantu ia melawan pikiran negatif yang mungkin terbentuk karena menjadi korban bullying. Fokus membangun kembali kepercayaan diri anak, terlepas dari pengalaman tersebut. Sampaikan, “Kamu di-bully bukan karena kamu kurang.”
2. Ajarkan anak untuk ‘menyelamatkan diri’
Cara terbaik untuk ‘menyelamatkan diri’ dalam situasi bullying bukan dengan membalas, namun dengan menghindar, mengabaikan, dan melaporkan kepada pihak yang mampu memberikan intervensi, misalnya guru di sekolah. Bekali juga anak dengan keterampilan regulasi emosi, agar ia dapat memproses emosi-emosi negatif yang muncul karena peristiwa tersebut dengan cara yang sehat.
3. Laporkan dan supervisi
Jika bullying terjadi di sekolah, maka pihak yang berwenang dan paling mungkin untuk menanganinya adalah guru. Dapat dipahami bahwa orang tua pasti ingin melakukan intervensi langsung, namun tanpa kerjasama dari sekolah, upaya ini akan sulit dilakukan. Ada baiknya sebelum memberikan laporan, orang tua mengumpulkan bukti yang memadai agar pihak sekolah lebih cepat mengambil tindakan. Lalu, pastikan langkah-langkah intervensi dari sekolah sudah memadai dan supervisi prosesnya.
Sementara, berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah jika terjadi bullying:
- Meminimalisasi kemungkinan kontak antara pelaku dan korban. Pisahkan kelasnya atau tempat duduknya dan sebisa mungkin berikan pengawasan agar mereka tidak berinteraksi langsung, terutama di tempat-tempat yang sepi.
- Berikan konsekuensi yang berhubungan dengan perilaku yang salah. Dalam hal ini, buat pelaku merasa tidak punya kekuasaan lagi. Bangun persepsi pada para siswa bahwa mereka semua setara. Berikan sesi konseling untuk menangani akar permasalahan yang menjadi penyebab dari perilaku agresifnya.
- Ajak siswa-siswa lain untuk terlibat sebagai ‘pengawas’. Tugaskan mereka untuk memantau interaksi antara pelaku dan korban, turut menguatkan korban dan memberikan sanksi sosial kepada pelaku, serta melaporkan jika terdapat indikasi kekerasan lebih lanjut.
- Berikan dukungan kepada korban. Bangun kembali kepercayaan dirinya, berikan ia kesempatan untuk merasa berharga dan diapresiasi di lingkungannya, dan sediakan juga sesi konseling untuk menangani dampak bullying yang ia alami.
Bullying bukan masalah antara dua pihak saja. Bullying adalah masalah sistemik. Jika bullying bisa terjadi, maka ada yang harus diperbaiki dari keseluruhan elemen di sekolah. Semoga Hari Pendidikan Nasional ini mengingatkan kita untuk terus berupaya membangun iklim Merdeka Belajar, termasuk membebaskan sekolah dari kasus-kasus bullying. Selamat Hari Pendidikan!
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait masalah psikologi lainnya, segera log in ke daya.id dan gunakan fitur Tanya Ahli untuk mendapat jawaban langsung dari ahlinya. Pastikan Anda sudah mendaftar di daya.id untuk mendapatkan informasi dan tips bermanfaat lainnya secara gratis.
Sumber:
Berbagai sumber
Anton Saeryana
17 July 2024
Musnahkan bullying untuk selamanya
Balas
.0