Dirilis

17 Agustus 2021

Penulis

Oky Setiarso


Merdeka belajar mungkin bisa dibilang merupakan istilah baru yang sering terdengar saat ini. Konsep ini dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Makarim, yang mengadopsi slogan sebuah sekolah swasta di Jakarta. Tujuan konsep ini baik agar peserta didik bahagia dalam menempuh pendidikan.

Merdeka belajar dalam arti sekolah, guru-guru, dan muridnya, mempunyai kebebasan dalam berinovasi dan bertindak dalam proses belajar mengajar. Konsekuensinya, guru sangat dianjurkan untuk tidak bersikap monoton dan berorientasi pada guru saja.

Esensi kemerdekaan dan kebebasan berpikir harus dimulai oleh guru terlebih dahulu sebelum kemudian diajarkan pada para siswa dan siswi. Sistem pengajaran berubah dari yang sebelumnya dilakukan di dalam kelas menjadi dilakukan di luar kelas. Murid dapat berdiskusi lebih dalam dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru saja.  Terbentuknya karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya sekedar mengandalkan sistem rangking di kelas yang dapat membuat galau anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing, itulah yang diharapkan metode ini.

4 pokok program “Merdeka Belajar”

1.    Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)

Ujian ini dilakukan untuk menilai kompetensi siswa dan siswi dalam bentuk tes tulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, misal portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya). Karena itu, pihak guru dan pihak sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Sehingga biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk USBN dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

Baca juga: Kenali dari Awal Gejala ISPA pada Anak dan Pencegahannya

2.    Ujian Nasional (UN)

Penyelenggaraan UN yang selama ini terjadi akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Pelaksanaan ujian akan di lakukan di tengah jenjang sekolah (misal kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.

3.    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Format penyusunan RPP di mana para guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP sendiri terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Penulisan RPP pun dilakukan dengan efisien dan efektif, dengan membatasi jumlah maksimum halaman sebanyak 1 lembar saja.

4.    Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan Sistem Zonasi

Penerimaan PPDB sistem zonasi bertujuan untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Aturan tersebut mengatur komposisi jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan jalur prestasi disiapkan 0-30 persen disesuaikan dengan kondisi daerah.

Nah, disinilah fungsi dari bentuk kemerdekaan siswa dalam belajar. Siswa dibebaskan untuk berpikir kreatif dan berinovasi dengan harapan akan terbentuk karakter. Proses ini harus mulai dilakukan meski butuh waktu cukup lama namun setidaknya harapan meningkatkan pendidikan yang ada di Indonesia dapat terjadi.

Baca juga : Resah dengan Sistem Belajar Sang Anak, Hanny Agustine Sukses Wujudkan Pendidikan Berbasis Teknologi

Merdeka Belajar menurut Anak-Anak




Banyak siswa yang merasa jenuh dan akhirnya tidak acuh saat guru menjelaskan mata pelajaran ketika Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sedang berlangsung. Situasi ini tidak hanya sekali berlangsung bahkan jika dilakukan survey bisa jadi akan menjawab sering. Bahkan, temuan respon kondusif saat mata pelajaran yang diajar oleh guru yang killer, justru siswa akan terlihat ekspresif ketika sedang belajar seni dan budaya.

Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat membuat jiwa siswa tertekan dan tidak nyaman dan akan sulit dalam menerima pelajaran selanjutnya. Bisa jadi anak-anak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan, tetapi di lain waktu anak-anak akan lupa pelajaran itu seperti angin lalu.

Sehingga arti dari kemerdekaan dalam belajar diperlukan, kebebasan anak-anak dalam berinovasi, tidak terpaku pada aturan-aturan yang mengikat dan mengekang pikiran kritis mereka bereksplorasi bebas sehingga dapat wawasan baru, baik dari guru ataupun dari sekitar lingkungan. Karakter siswa terbentuk dan berkompeten itu yang menjadi tujuan dari merdeka dalam belajar ini.

Apabila Anda ingin mengetahui informasi diatas, Anda dapat berkonsultasi dengan ahli di daya.id untuk mendapatkan informasi tips yang dapat mencerahkan dan menambah informasi pemahaman Anda.

Informasi lain terkait usaha, karir dan juga kesehatan lainnya, bisa Anda peroleh dengan mudah di daya.id. Dengan mendaftar di daya.id, semua informasi usaha dan kesehatan bisa diakses dengan gratis dan sangat mudah. Jadi, tunggu apalagi? Yuk, kunjungi dan daftarkan diri Anda di daya.id sekarang juga!  


 

Sumber:

Diolah dari berbagai sumber

Penilaian :

5.0

3 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Farraas A Muhdiar, M.Psi. M.Sc

Psikolog Klinis Anak & Remaja

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS