Berjuang Bersama Menghadapi Pandemi COVID-19

Dirilis

04 Mei 2020

Penulis

Arifa Amal

Narasumber

Tommy Juliandi

Pekerjaan

Perawat IGD RSCM

Saat sebagian orang bekerja dan beraktivitas di rumah selama pandemic COVID-19, sebagian lainnya tetap harus bekerja di luar rumah, termasuk para tenaga medis. Di saat tempat kerja lainnya tutup, rumah sakit tidak pernah sepi dari aktivitas.

Tommy, seorang perawat di sebuah rumah sakit tipe A di Jakarta Pusat, adalah salah satu dari mereka yang harus tetap bekerja di tengah-tengah wabah. Sehari-hari ia bertugas sebagai primary nurse, yakni perawat yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan seluruh pasien di ruang isolasi Instalasi Gawat Darurat (IGD).  

Tommy menceritakan pengalamannya dalam menangani pasien COVID-19 di rumah sakit tempatnya bekerja. Ia mengutarakan bahwa setiap pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat akan diskrining triase terlebih dahulu. Skrining triase adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk menentukan tingkat kegawatdaruratan pasien sehingga penanganan selanjutnya dapat efektif dan efisien.

Triase terbagi menjadi tiga, yakni triase merah yang menggambarkan tingkat emergency, yakni kondisi pasien yang terancam nyawanya, misal jalur napasnya terhambat. Maka pasien triase merah ini akan menjadi prioritas nomor satu untuk ditangani.

Adapun triase kuning merupakan tingkat urgency, yakni pasien yang membutuhkan penanganan segera namun tidak dalam kondisi yang mengancam nyawanya.

Yang terakhir, adalah triase hijau, yakni triase di mana pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kegawatdaruratan.

“Triase ini dilakukan untuk menentukan response-time. Untuk triase merah, pasien yang datang pertama kali harus segera ditatalaksana, dengan maksimal waktu tunggu 10 menit. Untuk kuning, maksimal 60 menit. Adapun hijau, maksimal 120 menit. Sejauh ini, rata-rata pasien yang masuk  dan terduga COVID-19 saat ditriase berada di kategori kuning dan hijau,” ujar pria yang sudah 7 tahun bertugas sebagai perawat di IGD ini.

Pasien COVID-19 kemudian akan ditangani sesuai dengan tatalaksana pasien pada umumnya. Namun bedanya, pasien COVID-19 akan dipisahkan dalam ruang tersendiri, di mana antara satu bed (tempat tidur) pasien dengan pasien lain minimal 1,5 meter. Selain itu pasien juga diberi masker serta diedukasi mengenai penanganan yang diterimanya.

Tommy menambahkan, “Pasien yang datang pasti dalam keadaan cemas, khawatir, takut. Maka sudah menjadi tugas kami untuk mendengarkan keluh kesah pasien, menjadi pendengar yang baik dan berusaha menenangkannya. Kemudian pasien kami berikan edukasi dan pemahaman mengenai penanganan medis, tidak hanya kepada pasien namun juga keluarga pasien. Komunikasi yang baik di situasi seperti menjadi sangat penting.”

Bagi Tommy, tantangan yang dihadapi di tengah pandemi datang dari berbagai arah. Menurutnya, dari diri sendiri seperti ada beban untuk bertanggung jawab lebih sebagai tenaga kesehatan. Terlebih lagi, menjadi tenaga kesehatan yang langsung berhadapan dengan pasien COVID-19 juga menuntutnya untuk bekerja dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi, demi menjaga keselamatan diri.

Namun beban tersebut menjadi terasa ringan dengan menyadari bahwa berjuang untuk menghadapi pandemi ini tidaklah sendirian. Berbagai pihak saling bersinergi dan berkolaborasi. Mahasiswa profesi Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan UI ini mengutarakan, “Setiap dari tenaga kesehatan saling mengingatkan, bahwa kami di sini memiliki visi dan tujuan yang sama untuk menyelesaikan masalah wabah ini.”

Saat ditanya mengenai cara menghadapi tantangan di lapangan dalam melakukan respon terhadap COVID-19 ini, Tommy menjawab ada 3 hal yang dilakukan dan terus diupayakan. Pertama, komunikasi. Ia menjaga sekali komunikasi dengan pasien. Ia beri pemahaman akan kondisinya dan menjelaskan mengapa harus dirawat terpisah, dibatasi penjenguknya, tujuannya seperti apa. Komunikasi juga terus dibangun dengan tenaga kesehatan lain seperti farmasi, dokter, sesama teman sejawat profesi perawat.

Kedua, koordinasi yang baik. Yakni bertindak dan mengambil keputusan sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Tidak mengambil tindakan sendiri, berkonsultasi dan berkoordinasi dengan dokter yang memang berwenang atas pasien tersebut. “Garis komando harus tetap dipertahankan dengan baik,” ujarnya.

Ketiga, efektif dan efisien. Dari segi waktu, misalnya, saat pergantian waktu jaga dan serah terima pasien, ia akan mengusahakan hadir tepat waktu, tidak molor. “Penggunaan alat pelindung diri, pun, seperti masker, sarung tangan, face-shield (pelindung wajah), itu kita pun berhati-hati agar pemakaiannya tidak boros. Dengan tidak boros, tidak menambah bengkaknya biaya yang memang sudah besar dikeluarkan,” lanjutnya. Dan yang sangat diutamakan adalah menjaga kebersihan tangan dan alat-alat kesehatan yang digunakan untuk menghindari penularan.

Terlepas dari berbagai dinamika dan tekanan dalam menghadapi pandemi, Tommy mengungkapkan banyak sekali hikmah yang didapat. Di antaranya kebersamaan tim yang tidak hanya meliputi tim tenaga medis, namun juga tenaga kesehatan lainnya seperti ahli gizi, ahli epidemiologi, bahkan cleaning service. Ia menilai, kekuatan koordinasi yang terbentuk akibat pandemi ini semakin baik dan semakin mendekati ideal.

Selain itu, semakin tingginya kesadaran di kalangan tenaga kesehatan untuk melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi. Baginya, hal tersebut sangat mencolok di situasi wabah ini. Ditambah lagi, kebersamaan tersebut juga sangat terasa datang dari pihak eksternal rumah sakit. Dukungan pemerintah, organisasi profesi, dan masyarakat umum menjadi kekuatan tersendiri bagi para tenaga kesehatan yang bertugas di lapangan.

“Banyak sekali yang mendukung. Donasi datang dalam berbagai bentuk, mulai makanan, multivitamin, APD, sarung tangan,” lanjutnya. Selain itu, organisasi profesi sangat tanggap dalam menyediakan bantuan, seperti penyediaan konseling untuk psikososial hingga membantu merekrut tenaga kesehatan tambahan. Pemerintah juga menyediakan fasilitas bagi tenaga medis, berupa penginapan untuk mengupayakan keselamatan dan meminimalisir kontak dengan masyarakat. “Kami merasa meskipun berada di ujung tombak, tapi saat kami membutuhkan support system, banyak sekali yang hadir dari belakang mendukung kami”, ungkap Tommy.

Terakhir, ia berpesan kepada masyarakat agar untuk turut berpartisipasi bersama-sama menghadapi wabah ini dengan mengikuti anjuran dari pemerintah, berupa physical dan social distancing, menggunakan masker untuk mereka yang memang ada tuntutan bekerja atau beraktivitas di luar rumah, serta menjaga perilaku bersih dan sehat.

“Jika ingin berbuat lebih lagi, dapat menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk pihak-pihak yang membutuhkan bantuan dalam perjuangan melawan COVID-19 ini,” tutupnya.

Anda ingin mengetahui informasi seputar kesehatan dan COVID-19? Anda dapat berkonsultasi dengan mitra ahli tepercaya kami di Fitur Tanya Ahli

 

Penilaian :

5.0

6 Penilaian

Kisah Sukses Lainnya

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS