Bosan Jadi Pegawai, Sukses Jalankan Usaha Kuliner

Dirilis

17 September 2018

Penulis

Tim Penulis Daya Tumbuh Usaha

Pengusaha

Taryat

Jenis Usaha

Produsen Cokelat

Menjadi seorang pengusaha bukanlah cita-cita awal Taryat dan istrinya, Eli. Setelah lulus kuliah keduanya menjadi seorang pegawai dan merasakan 7P “pergi pagi pulang petang penghasilan pas-pasan, potong pajak, potong pinjaman, pinggul pegal-pegal”. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti bekerja dan merintis sebuah usaha di bidang kuliner. 

Setelah anak pertama mereka lahir, Eli memutuskan untuk berhenti bekerja agar bisa fokus mengurus buah hatinya. Menjadi ibu rumah tangga biasa saja ternyata bukanlah tipe Eli, ia pun mulai mencari celah untuk memulai usaha sekaligus mengisi waktu luangnya. Sampai ketika ia membaca buku yang membahas usaha coklat bahkan belajar ke pengusaha coklat di Depok. Tahun 2007 Eli pun memulai usaha coklatnya, Dengan dibantu oleh dua karyawannya. Saat itu Taryat masih menjadi pegawai di tempatnya bekerja.

Ketika bisnis Eli mulai stabil, berkembang, dan mulai kesulitan dalam hal pemasaran, Taryat memutuskan berhenti bekerja. Disamping itu Taryat sendiri juga sudah tidak merasa cocok bekerja di perusahaan orang lain.

Memulai usaha coklat tidaklah mudah bagi Eli, ia sempat merasa malu dan tidak percaya diri ketika akan menawarkan pertama kali produk coklatnya. Ditambah sebagain besar keluarganya adalah PNS yang tidak terlalu paham tentang kewirausahaan, sehingga seringkali terjadi beda pendapat antara dirinya dan keluarga besar. Berbeda dengan Taryat yang memang keluarganya ada yang berkecimpung di dunia sehingga dia sedikit tahu mengenai dunia usaha. Menurut Taryat, seorang pengusaha itu harus jeli melihat peluang dan harus mau banyak belajar. 

Inovasi Tiada Henti
Produk coklat Taryat terdiri dari coklat stik, coklat yang dikemas dalam toples, dan coklat bar. Tidak hanya itu, selain memproduksi coklat dengan bentuk padat mereka juga memproduksi dalam bentuk bubuk yang disajikan untuk minuman, berupa coklat bubuk yang dikemas dalam kotak kardus dan cup biasanya produk tersebut dijual ditempat-tempat minimarket yang menyediakan fasilitas air panas seperti di 7-eleven. 

Taryat dan Eli menyadari bahwa usaha coklat ini sudah banyak, oleh karena itu mereka terus melakukan inovasi agar memiliki keunikan dibandingkan dengan produk coklat lainnya. Yang membedakan coklat produksi mereka adalah bentuk coklat yang lebih unik, serta kemasan yang menarik. Apalagi mereka mulai merasakan bahwa daya beli masyarakat mengalami penurunan, sehingga diperlukan inovasi. Rencana ke depan mereka ingin mencoba dan mengembangkan produk baru berupa "snack jadul", yaitu aneka makanan cemilan yang tradisional.

Saat awal merintis usaha coklat ini omzet yang mereka dapatkan sebesar Rp5 juta per bulan dan saat ini mereka dapat meraup omzet Rp50 – 60 juta rupiah per bulan. Dengan marjin keuntungan sekitar 40% membuat Taryat dan Eli harus terus berinovasi. Menurut Taryat dan istrinya, prospek dan peluang pasar usaha coklat ini masih bagus. Hal itu dikarenakan pasar utamanya adalah wisatawan sebagai oleh-oleh, dimana Bogor merupakan salah satu tujuan wisata, terutama ketika weekend. Dalam perkembangan usahanya Taryat sudah mendapat bantuan dari dinas berupa pelatihan dan komunitas, serta produk halal yang diperolehnya secara gratis dari dinas. 

 “Alia Chocolate” adalah nama pertama merek dagang produk coklat mereka, yang diambil dari nama anak pertama mereka. Selain merek “Alia”, mereka pun mempunyai merek dagang lainnya yaitu “Nuhun” yang artinya "terimakasih", nama tersebut sebagai ungkapan rasa terimakasih pada sang Pemberi Rezeki. Coklat “Nuhun” bentuknya coklat bar yang dikemas semenarik mungkin. Coklat produk Taryat dan Eli pun sudah ada di berbagai toko, tempat oleh-oleh di sekitaran Bogor-Puncak-Cianjur.

Setelah melewati masa jatuh bangun, usaha mereka kini mulai membuahkan hasil. Produksi coklat mereka dalam sehari bisa menghabiskan bahan baku coklat sekitar 15 kg. Bahan baku mereka dapatkan dari pemasok, sedangkan bahan sampingannya cukup mereka beli dari pasar terdekat. Saat ini mereka memiliki 8 orang karyawan, dimana 4 orang bekerja bagian produksi, 2 orang marketing dan 1 orang yang menjaga booth minuman coklat yang dijualnya di sekolah Rimba Bogor. Sebagian besar pegawai mereka adalah tetangga sekitar dilingkungan tempat usaha mereka. Karyawan mereka mulai bekerja dari pukul 7 hingga 14.30. Taryat dan istrinya memberikan upah mingguan bagi karyawannya di bagian produksi, sedangkan untuk bagian marketing dan penjaga booth minuman mereka memberikan upah bulanan. Ketika pesanan coklat mereka overload seperti pesanan ketika lebaran, mereka akan meminta bantuan ke tetangga sekitar. Salah satu mimpi mereka adalah ingin memberdayakan masyarakat sekitar.

Untuk mengasah jiwa kewirausahaanya, Eli dan Taryat selalu mengikuti pelatihan dan seminar kewirausahaan seperti wirausaha muda mandiri, wirausaha Jawa Barat, dan pelatihan-pelatihan lainnya. Kerap kali mereka berkumpul dengan sesama pengusaha untuk saling berbagi cerita dan pengalaman. Dari situlah mereka banyak belajar dan menambah wawasan mengenai dunia usaha. 

Menempel Mimpi di Dinding
Meskipun sudah dikatakan sukses, namun mereka tidak merasa demikian. Mereka masih memiliki mimpi panjang yang ingin dicapai. Biasanya mereka akan menempelkan target jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, serta mimpi-mimpi mereka di dinding kamar. Hal ini dilakukan agar mereka dapat mengulas kembali apa yang telah dicapai dan apa yang belum tercapai. Kedepannya, mereka menargetkan ingin memiliki tempat produksi sendiri, dan 2 hingga 3 tahun kedepan ingin memiliki toko sendiri-rumah coklat, dengan berbagai macam bentuk produk coklat.
 

Penilaian :

5.0

1 Penilaian

Kisah Sukses Lainnya

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS