Dirilis

07 Pebruari 2022

Penulis

Dimas Prasojo

Di era perkembangan teknologi sekarang, Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lumayan pesat terutama di akhir 2021. Banyaknya anak muda terutama Gen Z yang sangat ‘melek’ teknologi, membuat sistem pembayaran online seperti e-wallet lebih banyak diminati untuk berbelanja. Walau demikian, salah satu yang menjadi permasalahan adalah masih bercabangnya regulasi hukum tentang sistem pembayaran sehingga masih banyak baik itu Bank maupun Lembaga selain Bank yang binggung harus memakai yang mana. 

Terciptanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/23/Pbi/2020 Tentang Sistem Pembayaran atau PBI SP diharapkan dapat membawa angin segar dan memberikan kemudahan baik untuk para penyedia jasa pembayaran (PJP) maupun para pengguna. 

Tapi sebelum itu, para PJP harus memahami dengan baik apa saja yang menjadi kewajiban, larangan, serta evaluasi izin yang dibutuhkan agar tetap menjaga stabilitas sistem keuangan negara dan juga memberikan perlindungan terhadap PJP dan pengguna.

 

Kewajiban, Larangan, dan Evaluasi Izin PJP

PBI SP telah menjadi sebuah payung yang menaungi peraturan berdasarkan pendekatan aktivitas dan risiko. Hal ini dapat Anda lihat di point tentang kewajiban penyedia jasa pembayaran atau PJP. Setelah PJP mendapatkan izin dari Bank Indonesia, PJP juga tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, yang meliputi: 

 

a.    Tata Kelola.

Melaksanaan tata kelola paling sedikit harus mencakup menjalankan tugas serta tanggung jawab dari direksi serta dewan komisaris berbadan hukum perseroan terbatas, melaksanakan fungsi audit secara berkala, dan memiliki keterbukaan/transparasi informasi terkait penyelenggaraan sistem pembayaran.

 

b.    Manajemen Risiko yang termasuk prinsip kehati-hatian.

Manajemen ini termasuk adanya pengawasan aktif dari direksi serta dewan komisaris bagi PJP yang berbentuk hukum perseroan terbatas. Selain itu harus terdapat kebijakan dan prosedur yang dapat memenuhi ketersediaan kecukupan struktur organisasi, jalannya proses manajemen risiko, serta SDM.

 

c.    Standar Keamanan Sistem Informasi.

Aturan ini akan meliputi harus ada tersedia prosedur serta kebijakan tertulis di sistem informasi, penggunaan sistem yang aman serta rahasia yang harus memberikan perlindungan kerahasian baik itu data PJP maupun pengguna, adanya standarisasi keamanan dan sertifikasi yang diakui dalam pemeliharaan kemanan siber agar informasi dan data tetap aman.

 

d.    Interkoneksi dan Interoperabilitas.

Para PJP wajib memenuhi standar mekanisme interoperabilitas dan juga interkoneksi sesuai dengan yang ditetapkan Bank Indonesia. Selain itu harus ada keterhubungan dengan infrastruktur SP serta infrastruktur data, dan adanya pemprosesan transaksi pembayaran secara domestik baik itu untuk tahap inisiasi, otorisasi, kliring, dan juga penyelesaian akhir.

Pembayaran secara domestic dapat dilakukan untuk transaksi seperti: dipakainya akses ke sumber dana yang berupa instrument atau layanan yang telah dibuat oleh PJP, dan transaksi tersebut dilakukan di wilayah negara Indonesia. 

 

e.    Pemenuhan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


Walau demikian, kewajiban PJP atau penyedia jasa pembayaran sebagaimana yang dimaksud di atas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran bisa disesuaikan kembali dengan aktivitas dari masing masing PJP. Dengan membaca serta meneliti PBI SP, maka Anda dapat menemukan rincian lebih dalam lagi tentang kewajiban dari PJP dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. 

Selanjutnya adalah larangan bagi PJP. Bank Indonesia telah menetapkan apa saja larangan bagi PJP yang diatur di Pasal 73 PBI SP yang terdiri dari:

PJP dilarang untuk mengelola atau memiliki nilai yang bisa dipersamakan dengan dengan nilai selain Rupiah yang bisa digunakan di luar lingkup PJP yang bersangkutan. Selain itu PJP juga dilarang untuk menggunakan, mengaitkan, menerima, dan/atau memproses transaksi pembayang yang menggunakan virtual currency.

Dan yang terakhir adalah Evaluasi Izin PJP. Walau PJP telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia, tapi secara berkala Bank Indonesia juga akan melakukan evaluasi terhadap izin serta penetapan yang berdasarkan kepada:
a.    Hasil dari pengawasan Bank Indonesia
b.    Tindakan korporasi yang dilakukan oleh PJP
c.    Permohonan perpanjangan izin
d.    Rekomendasi dari otoritas lain
e.    Keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap
f.    Permohonan penyelenggara PJP untuk memberhentikan kegiatannya
g.    Pertimbangan lainnya 

Dengan mempertimbangkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud di atas, Bank Indonesia dapat mengevaluasi untuk:
a.    Mencabut izin dari PJP
b.    Mempersingkat masa berlaku surat izin atau penetapan
c.    Memperpanjang masa berlaku surat izin atau penetapan.

Dengan demikian, setelah Anda sebagai penyedia jasa pembayaran  atau PJP mengerti tentang apa yang menjadi kewajiban, larangan, serta seperti apa evaluasi izin, Anda dapat melanjutkan usaha dengan berlandaskan pada aturan tersebut. Dengan demikian usaha Anda tetap berjalan dengan baik. 

Apabila Anda ingin mengetahui tips lainnya tentang keuangan dan peluang usaha, silahkan mengunjungi Daya.id dan segera daftarkan diri Anda untuk dapat memperoleh lebih banyak manfaat lainnya. Apabila Anda masih bingung untuk bagaimana cara memulai usaha dan ingin berdiskusi lebih banyak lagi mengenai usaha dapat berdiskusi dengan ahli usaha di fitur Tanya Ahli. 

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

5.0

2 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

M yusuf hutasuhut

08 Pebruari 2022

👍👍👍

Balas

. 0

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Windi Berlianti

Pakar Hukum dan Perizinan

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS