Dirilis

19 Maret 2018

Penulis

Daya Tumbuh Usaha

Setidaknya ada 3 hal mendasar yang harus berubah saat seseorang beralih profesi dari karyawan, pegawai, tentara, atau polisi menjadi seorang wirausahawan. Berikut ini di antaranya:

1. Pola Pikir

Karyawan atau pegawai biasanya berorientasi kepada keamanan penghasilan. Artinya mereka menginginkan penghasilan tetap. Sementara seorang wirausahawan tidak berpenghasilan tetap, tetapi tetap berpenghasilan.

 

Pola pikir di atas kelihatannya sederhana dan hanya dibolak-balik, tetapi sebenarnya memiliki konsekuensi yang berbeda.

 

Saat menjadi karyawan, meski penghasilan terbatas, seseorang pasti bisa mengalokasikan uangnya, dan berharap di bulan mendatang akan memperoleh penghasilan yang sama. Tapi bila tidak mampu mengkontrol alokasi penghasilan, dia bisa defisit. Masalahnya orang tersebut tidak bisa menambah penghasilan sesuka hati karena dia bekerja untuk orang lain.

 

Lain halnya ketika menjadi wirausahawan. Bulan ini dengan bulan depan penghasilan bisa berbeda. Dia relatif tidak bisa dengan pasti mengalokasikan uang, karena semua tergantung keberhasilan penjualan dan efisiensi biaya usaha. Tapi bila ingin memperoleh penghasilan tertentu, dia bisa dengan bebas menentukan target pencapaian usahanya.

 

 

2. Pola Belanja

Mereka yang berpenghasilan tetap biasanya langsung menggunakan gaji untuk belanja. Menabung menjadi urutan berikutnya, atau bila ada kelebihan.

 

Setelah beralih profesi menjadi wirausahawan, sebaiknya pola ini berubah. Menabung menjadi urutan pertama, dan sebaiknya berbelanja keperluan keluarga secukupnya atau dibatasi, karena hari-hari ke depan belum tentu memperoleh pendapatan. Bila masih menggunakan pola lama, maka perkembangan usaha bisa lambat.

 

 

3. Filosofi Hidup

Anda mungkin pernah mendengar kearifan orang Tionghoa, dimana saat masih memulai usaha mereka hanya akan makan bubur, dan baru akan makan nasi setelah berhasil. Lalu, bila tanggungan keluarga bertambah sementara hasil usahanya belum, mereka tidak akan memaksa membeli beras, apalagi dengan berutang. Yang ditambah adalah air untuk bubur. Semua itu dilakukan dengan penuh kesadaran dan disiplin, agar modal dagang tidak habis untuk memenuhi keperluan rumah tangga yang tak terkendali.

 

Selain itu, ada juga filosofi ilmu padi, semakin berisi semakin menunduk. Filosofi ini memang luhur agar kita tidak menjadi sombong dan tinggi hati. Tapi bila bisa menjadi batu sandungan dibawa ke ranah wirausaha. Kenapa?

 

Saat ditanya tentang usahanya, beberapa mantan pegawai, karyawan, tentara, atau polisi akan menjawab dengan rendah hati, “Yah, usaha kecil-kecilan”, “Iseng saja” bahkan ada yang menjawab, “Daripada menganggur.” Akhirnya tidak sedikit yang benar-benar kecil, iseng, lalu menganggur.

 

Mereka masih segan dan malu menyebut dengan bangga, sop buntut warungnya dikenal enak, power steering bengkelnya jarang mengecewakan, atau kualitas produknya banyak yang menyenangi. Sepele memang. Tapi bila seorang pemilik tidak bangga akan usahanya sendiri, bagaimana orang lain akan bangga kemudian membeli produk-produknya? Filosofi yang harus dipakai seorang wirausahawan adalah semakin berisi semakin tegak.

 

Selamat beralih menjadi wirausahawan.

Sumber:

Sutie Rahyono

Penilaian :

5.0

4 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Abdillah

23 March 2018

Terimakasih, sangat menginspirasi

Balas

. 1

Risky Dwi Rahayu

20 March 2018

Poin 1 dan 2 susah yaa hehe..gimana yaa caranya mengatur pengeluaran yang tepat dari pendapatan yang tidak tetap?

Balas

. 0

oky setiarso

19 March 2018

informatif.. kapan waktu yang tepat untuk memulai usaha?

Balas

. 0

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Ari Handojo

Business Coach

1 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS