Dirilis

07 Januari 2023

Penulis

BTPN Mitra Bisnis

Secara umum, industri perunggasan di Indonesia terkait dengan sektor-sektor usaha poultry breeding, commercial broiler dan produksi telur dan village poultry production. Selain itu, industri perunggasan ditopang oleh pabrik pakan (feed millers), corn producers, pemasok bahan baku (raw material suppliers), pemasok mesin (equipment suppliers), industri kesehatan hewan, industri transportasi, kontraktor, prosesor, pedagang, retailers and customers, lembaga keuangan dan Pemerintah. 

 

Produksi Daging Ayam Ras Pedaging di Indonesia 

Perkembangan produksi daging ayam ras pedaging di Indonesia periode 2018-2021 berfluktuatif. Namun, rata-rata pertumbuhan cenderung meningkat sebesar 18,17% per tahun. Berdasarkan angka sementara Direktorat Jenderal Peternakan Kesehatan Hewan (PKH), pada tahun 2021, produksi daging ayam ras pedaging 3,4 miliar ton meningkat 6,43% dari tahun sebelumnya 3,2 miliar ton. Berikut merupakan datanya:

Produksi ayam ras pedaging mengalami pertumbuhan dalam satu dekade terakhir. Tercatat produksinya masih 3,2 miliar ton pada 2020, kemudian terus tumbuh dan sempat terjadi lonjakan menjadi 3,4 miliar ton pada 2021. Hal ini terjadi disebabkan jumlah populasi ayam ras pedaging yang juga melonjak pada tahun tersebut. 

 

Konsumsi Daging Ayam Ras di Indonesia 

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) perkembangan konsumsi protein hewani khususnya dari daging ayam ras per kapita masyarakat Indonesia tahun 2000-2021 cenderung terus meningkat sebesar 3,75% per tahun. Peningkatan konsumsi daging ayam nasional didukung pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan pengetahuan gizi oleh masyarakat akan manfaat mengkonsumsi protein hewani. Berikut merupakan datanya:

Konsumsi daging ayam ras rumah tangga tahun 2020 sebesar 5,23 kg/kapita, tahun 2021 sebesar 5,36 kg/kapita/tahun dan tahun 2022 sekitar mencapai 6,1 kg/kapita. Konsumsi tersebut hanya merupakan konsumsi rumah tangga, jika ditambah konsumsi di non-rumah tangga maka konsumsi total tahun 2020 diperkirakan mencapai 10,93 kg/ kapita/tahun, tahun 2021 sekitar 11,24 kg/kapita/tahun dan tahun 2022 diperkirakan 12,18 kg/kapita/tahun. 

 

Harga Daging Ayam Ras di Indonesia 

Perkembangan harga daging ayam ras di tingkat eceran sejak tahun 2018 hingga tahun 2021 cenderung terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,7% per tahun atau harga rata-rata Rp39.741. 

Periode 2018-2021 peningkatan harga yang cukup signifikan mendekati 10% pada tahun 2018 yaitu sebesar 8,9%. Apabila dibandingkan lima tahun sebelumnya yaitu 2010-2016, harga daging ayam lebih rendah dengan rata-rata Rp23.759 per kg atau pertumbuhan per tahun 5,53%. Berikut merupakan datanya:

Hingga saat ini, pola pemasaran yang diterapkan, hampir sebagian besar masih mengandalkan pasar tradisional. Pola pemasaran ini melibatkan banyak titik mata rantai distribusi sebelum daging ayam sampai ke tangan konsumen. Mulai dari peternak, penampung, pemotong, pedagang besar/tengkulak, agen, pedagang ayam di pasar induk, pedagang eceran/gerobak barulah sampai ke konsumen. Hal inilah yang menyebabkan seringkali harga ayam di tingkat peternak masih sangat rendah, bahkan di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) namun, di tingkat konsumen harga tetap bertahan tinggi.

 

Produksi Ayam Ras Petelur 

Perkembangan produksi daging ayam ras petelur di Indonesia cenderung berfluktuasi, dimana tercatat pada 2020 mengalami kenaikan signifikan sebesar 153 ribu ton, dibandingkan dengan tahun 2019 yaitu sebesar 142 ribu ton. Berikut merupakan datanya:

Berdasarkan pertumbuhan produksi dalam tahun-tahun sebelumnya, maka pada periode tahun 2022-2026 produksi daging ayam ras petelur diproyeksikan meningkat 2,9% per tahun. Pada tahun 2022 produksi daging ayam ras petelur diproyeksikan sebesar 150,68 ribu ton dan akan meningkat sebesar 11,6% pada tahun 2026 menjadi 168,15 ribu ton. 

Baca Juga : Panduan dan Cara Memulai Bisnis Jual Ayam Potong untuk Pemula (daya.id)

 

Ekspor dan Impor Ayam Indonesia 

Perkembangan ekspor daging ayam di Indonesia cenderung berfluktuasi, dimana tercatat pada 2020, ekspor mengalami kenaikan tertinggi selama periode 2018-2022 yaitu sebesar US$ 283 juta. Hal ini disebabkan oleh dorongan pemerintah dalam meningkatkan konsumsi daging dan telur ayam untuk menambah daya tahan dan imunitas tubuh, utamanya di masa PPKM pada 2020. Lalu, mengalami penurunan pada tahun 2021 hingga 2022. Berikut merupakan datanya:

Pada tahun 2021 nilai ekspor ayam mengalami penurunan sebesar 3,64% yaitu US$ 207. Hal ini dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang dimana terdapat pembatasan untuk kegiatan ekspor maupun impor. 

Perdagangan ekspor dan impor daging ayam relatif masih kecil. Data ekspor dan impor daging ayam beserta nilainya selama periode 2017-2021 menunjukkan volume impor yang lebih tinggi dibandingkan volume ekspor, sehingga neraca perdagangan daging ayam khususnya selama periode tahun 2017-2021 menunjukkan neraca defisit. 
Impor ayam didominasi oleh impor bibit ayam Grand Parent Stock (GPS). Volume impor ayam berfluktuasi dikarenakan ketergantungan pada pasokan indukan (Grand Parent Stock) yang berasal dari negara lain. 

Impor GPS menyerap devisa dalam negeri rata-rata US$ 30 juta per tahun. Kontribusi terbesar berasal dari impor GPS jenis ayam Gallus Domesticus hidup ukuran kurang dari 185 gram atau stok bibit dengan nilai impor mencapai rata-rata US$ 30 juta per tahun. Hal ini menunjukkan peternakan ayam di Indonesia masih bergantung kepada bibit ayam impor. Nilai impor ayam tertinggi pada tahun 2021 sebesar US$ 33,33 juta Berikut merupakan datanya:

Pada tahun 2021, nilai impor ayam mengalami kenaikan tertinggi selama periode 2018-2022 yaitu sebesar US$ 33,3 juta. Hal ini dikarenakan tingginya minat masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi daging ayam ketimbang daging sapi atau kerbau disebabkan sejumlah faktor. Akan tetapi, pada Januari-September 2022 nilai impor menurun menjadi US$ 28,4 juta. Hal ini dikarenakan pemerintah menyetop impor induk ayam, dan akan mengekspor induk ayam untuk mengendalikan harga ayam di pasaran, sebab, para peternak menjual ayam-ayam mereka ke grosir besar sekitar Rp16.000 per ekor, sementara harga minimal peternak untuk menjual yaitu Rp19.000. Dengan harga ayam di pasaran saat ini yang mengalami penurunan karena terjadi kelebihan pasokan, londisi ini akan merugikan peternak ayam Oleh karena itu diperlukan pengendalian akan harga melalui penurunan impor.

Jika Anda pertanyaan terkait topik ini, silakan berkonsultasi secara gratis di Tanya Ahli. Daftarkan dulu diri Anda untuk akses penuh ke seluruh fitur Daya.id.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

4.0

1 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Ari Handojo

Business Coach

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS