Dirilis

02 Januari 2023

Penulis

BTPN Mitra Bisnis

Luas lahan perkebunan kelapa sawit terus mengalami pertumbuhan, dimana tercatat mencapai 15,08 juta hektar pada 2021 dibandingkan dengan 14,45 juta hektar pada 2019. Dari total luas lahan tersebut terdiri dari Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta.

 

Ekspor CPO berfluktuasi 

CPO merupakan penghasil devisa terbesar pada sektor industri pengolahan. Pada 2021 nilai ekspor minyak kelapa sawit mencapai sebesar US$ 26,66 miliar, yang naik sebesar 44,57% dari nilai ekspor 2020. Berikut merupakan datanya:

Sebelumnya pada tahun 2020 nilai ekspor CPO juga mengalami kenaikan yang cukup besar, yaitu sebesar US$ 2,41 miliar, dari sebesar US$ 16,03 miliar pada tahun 2019. Sementara pada tahun 2019 nilai ekspor industri ini mengalami penurunan sebesar 12,40% dari nilai ekspor tahun 2018. 

Meskipun pada tahun 2020 Indonesia dilanda pandemi Covid19, tetapi nilai ekspor produk CPO dan produk turunannya menunjukkan peningkatan di kisaran USD 18,44 miliar, atau tumbuh sebesar 15,03% dari 2019. Hal ini mempertahankan Indonesia untuk menjadi negara produsen sawit dan menjadi eksportir nomor satu di dunia. 

 

Regulasi Ekspor CPO 

Terdapat tiga regulasi pajak ekspor CPO yaitu penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE), Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Domestic Market Obligation (DMO), dan Domestic Price Obligation (DPO). 

 

1. Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) 

Ditetapkan dengan berpedoman pada harga referensi yang ditetapkan berdasarkan harga rata-rata selama periodik terakhir sebelum penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE).

Kementerian Perdagangan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE), atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar, menetapkan referensi produk CPO untuk penetapan Bea Keluar (BK) sebesar US$ 1.432,24 per ton untuk periode 1 Maret – 31 Maret 2022. Harga referensi CPO itu naik 8,93% dari Februari 2022 yang sebesar US$ 1.314,78 per ton. 

Secara umum, peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya disebabkan menurunnya pasokan CPO. Hal itu terjadi karena curah hujan yang tinggi di Indonesia dan Malaysia. 

 

2. Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit 

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berada di bawah Kementerian Keuangan bertugas untuk melaksanakan pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 

BPDPKS menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau dikenal dengan CPO Supporting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan. Dengan tujuan mendorong penelitian dan pengembangan, promosi usaha, meningkatkan sarana prasarana pengembangan industri, pengembangan biodiesel, replanting, peningkatan jumlah mitra usaha dan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta edukasi sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit. 

 

3. Domestic Market Obligation (DMO) & Domestic Price Obligation (DPO) 

Domestic Market Obligation (DMO) adalah aturan yang mewajibkan produsen minyak sawit menyetor produksinya kepada pemerintah untuk penuhi kebutuhan dalam negeri. Sedangkan Domestic Price Obligation (DPO) adalah aturan harga penjualan di dalam negeri yang ditetapkan oleh pemerintah. 

Sebelumnya pemerintah menetapkan kebijakan DMO CPO sebesar 30% dari volume ekspor CPO dan turunannya pada awal Maret 2022. Kebijakan ini dilakukan guna mempercepat kestabilan harga minyak goreng di dalam negeri yang pada saat itu belum menyentuh harga eceran tertinggi (HET). 

Seperti diketahui, mekanisme kebijakan DMO sebesar 30% atau kewajiban pasok ke dalam negeri berlaku wajib untuk seluruh eksportir yang menggunakan bahan baku CPO. Eksportir wajib mengalokasikan 30% dari volume ekspor CPO dan RBD Palm Olein dengan harga Domstic Price Obligation (DPO) kepada produsen minyak goreng untuk mencapai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan. 

Namun sejalan dengan perkembangan terkini di pasar, pada pertengahan Maret 2022 Kementerian Perdagangan mencabut aturan DMO dan DPO minyak sawit bahan baku minyak goreng setelah harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan tidak lagi berlaku. 

 

Perkembangan harga CPO di pasar dunia 

Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina turut memberikan dampak terhadap kenaikan harga CPO secara global. Sehingga menyebabkan hilangnya pasokan minyak bunga matahari dari Laut Hitam. Maka dari itu, CPO menjadi solusi dalam menggantikan kebutuhan minyak bunga matahari. 

Baca Juga : Cara Memulai Bisnis Kelapa Sawit yang Benar agar Berhasil

Kenaikan harga tercermin dari harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) pada perdagangan Maret 2022 yang mencapai US$ 1,776/metric ton. Berikut merupakan grafik harga CPO selama tahun 2020 hingga Maret 2022:

Sepanjang tahun 2021 lalu harga CPO di pasar dunia terus melesat meskipun masih dalam situasi pandemi COVID 19 di seluruh dunia yang belum berakhir. Harga CPO tumbuh 29,14% menjadi US$ 1270,29/metric ton pada Desember 2021. Terlebih, adanya kondisi geopolitik perang Ukraina dan Rusia, harga CPO dunia pun kian meningkat hingga mencapai US$ 1776,96/metric ton pada Maret 2022. 
 

Dampak Kenaikan Harga CPO Terhadap Minyak Goreng 

Pada akhir tahu 2021 dan berlanjut keawal tahun 2022, harga minyak sawit dunia melejit akibat dunia mengalami kelangkaan pasok minyak goreng nabati terutama minyak sawit yang merupakan minyak nabati terbesar di dunia. Sejalan dengan kenaikan harga CPO di pasar dunia, maka harga minyak goreng turut terimbas sehingga minyak goreng yang sebelumnya harganya sekitar Rp. 15 ribu per liter untuk mnyak goreng kemasan, kemudian melonjak diatas Rp. 20 ribu per liter. 

Lonjakan harga minyak goreng yang terjadi pada awal tahun 2022 membuat banyak rumah tangga Indonesia kelimpungan. Pada awal Januari lalu, harga minyak goreng di pasaran bisa menyentuh Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000 per liter, tergantung kemasannya. Situasi ini membuat pemerintah akhirnya melakukan intervensi, dengan memperbarui harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium. Harga terbaru minyak goreng, berlaku mulai 1 Februari 2022: Minyak goreng curah: Rp 11.500 per liter Minyak goreng kemasan sederhana: Rp 13.500 per liter Minyak goreng kemasan premium: Rp 14.000 per liter Minyak goreng sawit masih yang utama. 

Setelah Pemerintah menetapkan HET minyak goreng kemasan ditingkat konsumen, minyak goreng langka di pasaran. Karena Pemerintah tidak memiliki cukup kekuatan untuk memaksa produsen minyak goreng mematuhi aturan yang ditetapkan. Akibat perbedaan yang tinggi antara harga ekspor dan lokal menyebabkan produsen yang terintegrasi lebih condong melakukan ekspor. Pihak kepolisian mentenggarai adanya penyelewengan dalam ekspor minyak goreng, karena ekspor minyak goreng harus mendapat kuota dari Kemendag. 

Akibat ekspor ilegal tersebut produksi minyak goreng yang seharusnya cukup untuk kebutuhan dalam negeri ternyata sulit ditemyukan di pasar denagn harga sesuai ketentuan Pemerintah. Akhirnya Pemerintah menyerah dan mencabut kebijakan HET dan mengembalikan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar. Harga minyak goreng kemudian melambung tinggi pasca pencabutan kebijakan harga eceran tertinggi (HET). Meski banyak pasokan di pasar, harga minyak goreng masih terus naik belakangan ini.

Jika Anda pertanyaan terkait topik ini, silakan berkonsultasi secara gratis di Tanya Ahli. Daftarkan dulu diri Anda untuk akses penuh ke seluruh fitur Daya.id.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

0.0

0 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Agung subangkit

02 Januari 2023

Nambah ilmu

Balas

. 0

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Ari Handojo

Business Coach

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS