Dirilis

03 Januari 2023

Penulis

BTPN Mitra Bisnis

Melonjaknya angka produk impor di Indonesia belum lama ini menimbulkan gejolak di tanah air, khususnya oleh pengusaha-pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini bukanlah kabar baik mengingat UMKM merupakan sektor yang menjadi penopang perekonomian nasional, berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, 99% pengusaha di Indonesia merupakan pengusaha UMKM. Kontribusi sektor UMKM pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga mencapai 60%, serta berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 97%. 

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait perdagangan produk impor yang mencapai angka 90% tahun 2019, terdapat dua hal utama yang menjadi faktor peningkatan nilai impor di Indonesia mencakup harga produk yang relatif lebih murah dan sulitnya mencari produk tertentu di pasaran. 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan jika konsumen di ekonomi digital memiliki sifat price oriented, dimana mereka membeli barang berdasarkan keputusan rasional. Maka, selama produk di luar negeri lebih murah pelanggan akan cenderung membeli produk impor. Selain itu, Agus Eko Nugroho selaku Kepala Pusat Ekonomi LIPI juga mengatakan bahwasanya kemudahan pelanggan dalam membeli barang impor didukung oleh beberapa platform e-commerce besar yang menyediakan fasilitas bagi penjual asing untuk menjual produknya di Indonesia. 

 

Perkembangan E-commerce di Indonesia 

Tren e-commerce sangat berkembang dengan baik beberapa tahun belakangan ini. Pola berbelanja konvensional perlahan bergeser ke ranah online atau digital. Seiring dengan kemajuan teknologi, siapapun yang memiliki smartphone dan tersambung ke internet kini dapat berbelanja dengan praktis. Sejak tahun 2017, tren e-commerce di Indonesia telah membuat jumlah penggunanya terus meningkat kurang lebih 5% tiap tahunnya. Dalam laporan tahunan terbaru dari start-up solusi e-commerce, Sirclo yang berjudul ”Navigating Indonesia’s E-commerce COVID-19 Impact & The Rise of Social Commerce, selama tahun 2020, jumlah pengguna baru e-commerce bertambah hingga 12 juta pengguna.

Tahun 2018 silam, Indonesia dinobatkan menjadi negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia oleh lembaga riset asal Inggris, Merchant Machine. Tercatat bahwa sepanjang 2018, transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp146 triliun, meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp80,8 triliun. Salah satu pendorong pertumbuhan yang begitu pesat ini adalah jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai lebih dari 100 juta pengguna. Tahun berikutnya yaitu 2019, jumlah transaksi e-commerce per bulannya mencapai Rp11 hingga Rp 13 triliun. Secara keseluruhan, transaksi e-commerce di tahun 2019 mencapai Rp 255 triliun. 

Sementara, jumlah transaksi e-commerce tahun 2020 lalu mungkin dapat dikatakan menjadi rekor tertinggi untuk saat ini. Dikarenakan aktivitas masyarakat yang terbatas akibat pandemi covid-19, jumlah transaksi e-commerce meningkat dua kali lipat menjadi 140 juta transaksi sampai dengan agustus 2020. Sepanjang 2020, transaksi e-commerce berakhir di angka Rp 429 triliun. Pandemi global berhasil membuat masyarakat menghabiskan waktu dan uang mereka untuk berselancar di aplikasi belanja online

Dengan jumlah transaksi yang begitu fantastis dan bertambahnya jumlah pengguna tiap tahun, sangat menunjukkan bahwa e-commerce memberikan sesuatu yang baru kepada masyarakat yang dimana efeknya akan berlangsung dalam jangka panjang, tidak hanya bersifat temporer saja. Sehingga dapat dikatakan perputaran uang di e-commerce juga sangat akseleratif dibanding yang lain. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Jakpat, tiga alasan utama mengapa konsumen memilih berbelanja secara daring adalah tak perlu bepergian keluar rumah, beragam diskon atau promo, dan menghindari corona

Kehadiran e-commerce memang membawa dampak yang begitu besar bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan teknologi yang terus berjalan sampai sekarang membuat masyarakat perlahan meninggalkan toko konvensional dan beralih ke online yang lebih mempermudah mereka dari beberapa aspek. Beberapa aspek tersebut yakni aksesibilitas 24 jam, menghemat waktu dan tenaga, memperoleh produk dengan harga yang lebih murah, dan jangkauan yang luas. Selain membawa keuntungan bagi pelanggan, e-commerce juga menguntungkan pihak penjual. Pasalnya, di era yang serba praktis sekarang, kemudahan menjadi salah satu aspek penting yang diperhatikan masyarakat. Kepraktisan dan kemudahan ini membuat e-commerce menjadi pilihan utama untuk menyelesaikan masalah mereka. Maka tidak menutup kemungkinan penjual di e-commerce meraup keuntungan yang lebih besar dibanding toko konvensional. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan sebuah laporan statistik terkait persentase usaha e-commerce di seluruh provinsi Indonesia. Data menunjukkan Provinsi Maluku menduduki posisi tertinggi dalam melakukan usaha e-commerce di tahun 2020 yaitu sebesar 96,85%. Kepala Dinas Kominfo Provinsi Maluku, Samuel Huwae menyebutkan bahwa kegiatan usaha seperti UMKM yang berbasis online atau digital akan mendapatkan keuntungan lebih. Sinergi yang tercipta dari kolaborasi UMKM dan e-commerce berpotensi mengalahkan bisnis tradisional yang tidak berbasis digital. Kedua adalah Provinsi DKI Jakarta sebesar 96,58%. Persaingan usaha di Jakarta yang lebih sengit membuat para pelaku usaha memikirkan bagaimana bisnis mereka tidak gulung tikar. Salah satu strategi yang dilakukan adalah menggunakan e-commerce. E-commerce dilihat memiliki potensi untuk bertumbuh yang sangat besar. 

Provinsi Jawa Tengah juga menyusul di posisi ketiga dalam melakukan e-commerce yaitu sebesar 95,53%. Akibat pandemi yang sedang merajalela di Indonesia sejak tahun lalu, pelaku pasar berusaha untuk beradaptasi dengan teknologi untuk membantu keberlangsungan hidup bisnis mereka. Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah menyebutkan hal yang sama. Beliau mengatakan bahwa penggunaan teknologi di tengah pandemi selain memberikan tantangan baru, juga memberikan kesempatan baru untuk mengembangkan bisnis. Sebab itu, pemerintah Jawa Tengah mengajak semua industri terutama UMKM untuk bersama-sama bertransformasi ke ranah digital. Blibli yang merupakan salah satu top e-commerce di Indonesia, tahun lalu sempat menyelenggarakan kurang lebih 50 kegiatan bersama para mitra mencakup kementerian serta pemerintah provinsi dan menjangkau lebih dari 1.500 pelaku UMKM. 

Selanjutnya di posisi keempat dan kelima adalah Provinsi Kalimantan Utara sebesar 95,41% dan Papua Barat sebesar 95,31%. Dalam dua tahun terakhir, transaksi e-commerce di Papua Barat mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut berkontribusi terhadap total PDRB Papua Barat yang juga terus meningkat tiap tahunnya. Sejak tahun 2018 hingga 2020, nilai transaksi e-commerce meningkat hingga lebih dari 10%. Tahun 2018, nilai transaksi e-commerce hanya sebesar Rp92 miliar saja. Di tahun 2019, meningkat lagi menjadi Rp125 miliar. Yang paling menakjubkan adalah di tahun 2020 lalu terjadi peningkatan dua kali lipat dari nilai transaksi di tahun 2017 yaitu menjadi Rp192 miliar. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan dari sisi penjual di e-commerce yang sejalan dengan kebutuhan akan digital terutama di masa pandemi sekarang.

Apabila dilihat dari dampak e-commerce terhadap UMKM, kehadiran e-commerce merupakan suatu pembangkit bagi UMKM di Indonesia. Peluang untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih besar serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Dari sisi pelaku usaha, e-commerce mempermudah cara UMKM melakukan bisnis mereka, kegiatan operasional pun menjadi lebih efisien, baik dari sudut waktu maupun tenaga. Selama ini, UMKM berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama Produk Domestik Bruto (PDB). Sejak tahun 2017 hingga 2020, kontribusi UMKM terhadap PDB terus meningkat.

Selama periode 14 Mei hingga 9 Juni 2020, tercatat sebanyak 301.115 UMKM beralih ke platform digital. Pandemi yang terjadi menyebabkan transaksi offline turun drastis serta mengancam keberlangsungan UMKM, maka dari itu UMKM didorong untuk bergabung ke e-commerce. E-commerce akan menjadi alternatif pemasaran dan sarana untuk mengakses pasar global. Namun, jika dibandingkan dengan produk lokal dari UMKM dan produsen lokal, produk impor masih mendominasi e-commerce. Barang lokal di e-commerce hanya berkisar 6% hingga 7% saja.

Jika Anda pertanyaan terkait topik ini, silakan berkonsultasi secara gratis di Tanya Ahli. Daftarkan dulu diri Anda untuk akses penuh ke seluruh fitur Daya.id.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

0.0

0 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Agung subangkit

03 Januari 2023

Mantab

Balas

. 0

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Ari Handojo

Business Coach

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS