Dirilis

27 April 2025

Penulis

Ari Handojo

Kebijakan proteksionis Presiden Trump berupa tarif tinggi menyebabkan tantangan baru dalam perdagangan global, termasuk Indonesia yang merasakan kenaikan tarif impor AS hingga 32% di berbagai sektor industri. 

Lalu bagaimana dampak tarif impor terhadap berbagai industri di Indonesia? Solusi apa saja dapat diterapkan bagi UMKM untuk tetap bertahan dan bertumbuh di tengah kondisi ekonomi saat ini? Yuk, simak penjelasan dibawah ini.

 

Dampak Besar: Industri Elektronik, Tekstil, Perkebunan

Kenaikan tarif impor AS sebesar 32% mengancam nilai ekspor tahunan pada lima komoditas utama Indonesia yaitu pakaian rajut, karet, udang, alas kaki, dan ban. Sektor tekstil (pakaian), produk karet, dan perikanan (udang) diperkirakan akan mengalami penurunan ekspor ratusan juta dolar per tahun. Penurunan ini terjadi karena produk milik Indonesia memiliki tarif yang tinggi dan membuat produk-produk tersebut jauh lebih mahal, sehingga harga Indonesia tidak mampu bersaing dengan harga pasar di Amerika. 

  • Elektronik: sebagai salah satu ekspor utama ke AS, produk elektronika terancam tarif 32% yang secara signifikan mengurangi daya saing harga. Kondisi ini berisiko membuat produsen Indonesia terancam kehilangan pesanan dari pembeli AS dan mereka mempertimbangkan relokasi pabrik ke negara lain. 
  • Tekstil & pakaian: lebih dari 60% ekspor pakaian rajut dan 50% ekspor pakaian non-rajut Indonesia bergantung pada pasar AS. Dengan kenaikan tarif ini, membuat produk fesyen Indonesia menjadi mahal, memicu pengurangan pesanan ke pabrik lokal dan beresiko besar pada 4 juta pekerja di industri tekstil dan garmen, dan berpotensi PHK secara massal.
  • Perkebunan (sawit & karet): tarif 32% juga diperkirakan menekan harga sawit dimana sawit merupakan ekspor utama ke AS dan pasar ke-4 terbesar dengan pangsa 7%. diikuti dengan ekspor karet dan produknya (termasuk ban) diperkirakan mengalami penurunan drastis, masin-masing sekitar $730 juta dan $632 juta per tahun akibat kehilangan akses pasar AS yang kompetitif.


 

Dampak Menengah: Otomotif, Perikanan, Furnitur

  • Otomotif: sektor otomotif Indonesia dengan ekspor US$280,4 juta (Rp4,64 triliun) ke AS, terancam berbalik negatif dari pertumbuhan +11% menghadapi dampak menengah akibat tarif impor yang melonjak dan potensi resesi di AS. Hal tersebut meningkatkan risiko penurunan produksi dan PHK bagi produsen karena sulitnya mengalihkan produk ekspor ke pasar dosmetik.
  • Perikanan: ekspor udang Indonesia memiliki ketergantungan tinggi lebih dari 70% pada pasar AS, dan terancam menghadapi tarif baru 32%. meskipun sempat menikmati kenaikan ekspor 24% di awal 2025 karena penurunan tarif anti-dumping, kini kenaikan tarif baru berpotensi melemahkan daya saing, menurunkan permintaan dan menggerus pendapatan eksportif.
  • Furnitur: sektor furnitur Indonesia terkna dampak menengah hingga besar yang memiliki ketergantungan pada pasar AS sebesar 58% ekspor (termasuk furnitur kayu dan kursi). Kenaikan tarif impor ini mengancam kehilangan pangsa pasar, membuat produk lebih mahal, pesanan ke negara lain, mengancam lebih dari 962 ribu pekerja, dan UMKM pendukung industri kayu.


 

Dampak Kecil: Keuangan, Pariwisata, Kontruksi

  • Keuangan: Tarif tinggi AS menciptakan kekhawatiran yang berdampak tidak langsung pada sektor keuangan Indonesia berupa gejolak pasar finansial, dampak ini terlihat pada pelemahan rupiah menyentuh level krisis 1998, sebesar Rp17.200 per US$ dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergejolak. Bank dan lembaga keuangan perlu mewaspadai potensi kredit macet pada sektor manufaktur yang tertekan eksporsnya meskipun fundamental perbankan solid. Dengan sentimen negatif, dampak ini juga dapat memicu investor keluar.
  • Pariwisata: dampak langsung tarif Trump, pada pariwisata indonesia realtif kecil. Meskipun demikian, perlambatan ekonomi atau hubungan dengan AS bisa sedikit menurunkan kunjungan turis Amerika. Namun, dampak ini bisa diimbangi oleh dominannya wisatawan regional yaitu ASEAN, Tiongkok, dan asutralia pada pasar pariwisata Indonesia. Sehingga efek negatif dari tarif tinggi AS terhadap pariwisata Indonesia tetap berdampak tetapi dapat dikatakan minimal.
  • Konstruksi: sektor konstruksi Indonesia memiliki potensi dampak secara tidak langsung secara minimal, sehingga dapat diatasi dengan belanja pemerintah dan mitra alternatif. Namun, dampak kecil dari tarif impor AS dapat berupa kenaikan biaya bahan baku tertentu dan potensi penurunan investasi asing jika ekonomi global terimbas kebijakan tarif.


 

Lalu Bagaimana Solusi Untuk UMKM Indonesia?

Kebijakan tarif tinggi Presiden Trump menciptakan tantangan bagi UMKM Indonesia yang beriorientasi ekspor. Namun, di tengah ketidakpastian ini, berikut beberapa solusi yang dapat mengurangi dampak yang terjadi, yaitu:

  1. Perluasan Jangkauan Pasar: memperluas atau mencari pasar baru yang tidak terlalu kena dampak tarif tinggi AS. Manfaatkan sosial media seperti Instagram, TikTok Shop, Etsy, dan marketplace B2B untuk menjangkau pasar baru. 
  2. Kembangkan Produk yang Unik: Menggunakan bahan ramah lingkungan (eco-friendly), tekstil berbasis budaya lokal Indonesia (batik modern), atau produk spesifik seperti pakaian olahraga dan muslim wear untuk pasar Timur Tengah dan Eropa jika tetap melakukan ekspor.
  3. Bersatu Antar-UMKM: Gabungkan kapasitas produksi dengan sesama UMKM dalam asosiasi/klaster, sehingga bisa menurunkan biaya bahan baku, negosiasi harga, hingga biaya pengiriman ekspor bersama.
  4. Tingkatkan Nilai Produk: untuk saat ini daripada melakukan ekspor, UMKM dapat memproduksi barang jadi seperti kosmetik berbasis sawit, ban sepeda motor, sarung tangan medis, produk kesehatan dari karet. 
  5. Jalin Kemitraan Strategis: untuk produk olahan, bangun kemitraan dengan perusahaan besar domestik. Misalnya kerjasama dengan perusahaan produsen kebutuhan sehari-hari (FMCG) untuk produk berbasis sawit. Pada industri karet, bisa bekerja sama dengan produsen ban domestik dengan pabrik ban dalam negeri.

Baca Juga: Membangun Keberlanjutan Brand UMKM melalui Green Marketing

Gejola tarif ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek. Namun, dampaknya akan bergantung pada respon kebijakan pemerintah dan adaptasi pengusaha. Kedepannya, Indonesia perlu mempercepat diversifikasi pasar ekspor dan memperkuat kemitraan dagang non-tradisional seperti Asia Selatan, Afrika, dan timur tengah untuk mengurangi resiko. Selain itu, momentum ini dapat menjadi kesempatan untuk mendorong reformasi strutural ekonomi domestik serta meningkatkan nilai tambah industri, efisiensi, dan inovasi produk. 

Di tengah tantangan tarif tinggi, UMKM dan perusahaan Indonesia memiliki peluang untuk menunjukkan ketangguhan dan kemampuan adaptasi. Sekarang saatnya untuk berinovasi, mencari pasar alternatif, dan memperkuat daya saing produk kita di kancah global. Mari kita bersama-sama membangun industri Indonesia yang tangguh, dan siap menghadapi segala perubahan.

Memiliki banyak pertanyaan terkait mengelola UMKM disaat tarif ekspor tinggi? Dapatkan konsultasi gratis kepada ahli bisnis melalui fitur Tanya Ahli. Segera Daftar akun di Daya.id dan akses informasi selengkapnya secara gratis!

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

5.0

2 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Ari Handojo

Business Coach

3 dari 5 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS