Dirilis

21 April 2020

Penulis

Alin Kristiasti Fohan

Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan mengatur banyak hal, termasuk perlindungan bagi tenaga kerja wanita. Dari sekian perlindungan, ada 8 hal yang perlu Anda perhatikan.

Pernah mendengar keluh-kesah rekan kerja wanita yang tidak mendapat cuti pasca-melahirkan karena kerjaan menumpuk?

Atau teman wanita yang curhat masih sering dinas keluar kota bahkan keluar negeri meski dalam kondisi hamil besar?

Atau mungkin Anda sendiri pekerja wanita yang kesulitan mendapat izin untuk memerah ASI di kantor padahal payudara sudah membengkak?

Atau harus pasrah memerah ASI di toilet karena tidak adanya fasilitas yang disediakan di tempat kerja?

Semoga Anda tidak pernah mendengar itu di tempat kerja Anda. Tapi ada sebuah kisah menarik, yang juga melibatkan hak-hak pekerja wanita, di salah satu artikel Tirto.id, Desember 2018.

Mita, begitu kira-kira nama wanita itu. Ia telah bekerja selama tiga tahun di sebuah pabrik garmen di Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Cakung, Jakarta Utara. Meski begitu, status kerja Mita masih pekerja kontrak. Dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia, sistem kerja kontrak hanya berlaku paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang selama setahun berikutnya. Lebih dari tiga tahun, perusahaan wajib mengikat pekerja sebagai karyawan tetap.

Mita dan para pekerja lainnya kesulitan mengajukan izin cuti, sekalipun pada saat sakit. Bahkan seringkali, karyawan yang jatuh pingsan saat bekerja pun tak diberi izin pulang. Perlakuan eksploitatif lain yang seringkali terjadi adalah gaji para pekerja akan dipotong, bahkan kepada karyawan wanita yang cuti haid.






Belajar dari kasus tersebut, sebagai wanita yang hendak bekerja di suatu perusahaan, sebelum bekerja sebaiknya cek dulu sejauh mana hak-hak Anda sebagai wanita diperhatikan.  

Meski diatur dalam UU tenaga kerja, nyatanya di Indonesia masih banyak pekerja wanita yang belum mendapatkan hak yang sesuai lho! Baik karena faktor tempat kerjanya yang memang belum menerapkan peraturan mengenai hak pekerja wanita atau bahkan pekerja wanita tersebut yang belum mengetahui apa saja hak yang seharusnya ia terima.

Karena itu, pemerintah membuat peraturan untuk menjaga dan mengatur hak pekerja wanita dalam UU Ketenagakerjaan Republik Indonesia didukung konvensi International Labour Organization (ILO). Nah, Anda sebagai wanita yang akan bekerja di sebuah perusahaan wajib tahu nih, beberapa hal penting berikut ini.

 


1. Hak cuti menstruasi

Pasal 81 (1) UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 menyatakan “Pekerja/pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”

Di hari pertama masa menstruasi biasanya wanita mengalami nyeri pada perut bagian bawah, hal ini lumrah mengingat proses luruhnya dinding rahim yang dialami wanita rutin setiap bulan. Intensitas nyeri yang dialami tentu berbeda-beda, beberapa wanita masih bisa mengatasinya dan beraktivitas seperti biasa. Namun beberapa lainnya merasakan nyeri yang lebih parah sampai harus meringkuk seharian bahkan sampai 2-3 hari.

Makanya, UU Ketenagakerjaan melindungi pekerja wanita agar bisa beristirahat dan kembali bekerja secara maksimal. Ingat ya, cuma 1-2 hari saja. Kalau nyeri menstruasi tidak mengganggu, sebaiknya Anda tetap bekerja seperti biasa. Hak cuti tahunan yang tidak terpotong bisa diambil lain waktu untuk kepentingan lain yang lebih seru. Liburan misalnya.

 


2. Hak cuti hamil dan melahirkan

Pasal 82 (1) UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Pekerja/pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.”

Meski bahagianya tak terkira, hamil dan melahirkan tidak bisa dipungkiri menjadi kondisi yang cukup berat bagi wanita. Kondisi fisik dan perubahan hormon wanita saat hamil dan perjuangannya dalam proses melahirkan tentu sedikit banyak mempengaruhi kinerjanya.

Beberapa perusahaan mengatur sedemikian rupa jadwal cuti hamil dan melahirkan untuk karyawannya, namun ada juga yang membebaskan karyawan mengatur jadwal cutinya sendiri agar karyawannya bisa leluasa dan fokus selama masa pemulihan dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk si kecil.


 

Punya masalah dengan izin cuti? Konsultasikan dengan ahli hukum kami.



3. Hak perlindungan selama hamil

Pasal 76 (2) UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri”.

Wanita yang sedang hamil lebih rentan dibanding pekerja lainnya. Makanya perusahaan atau pemilik usaha wajib menjamin perlindungan bagi pekerja tersebut. Misalnya tidak memberi tugas keluar kota yang mengharuskan menggunakan transportasi udara di trimester pertama kehamilan, atau menghindari pekerjaan berat untuk pekerja pabrik. Yang penting ibu dan bayi aman dan selamat!

 


4. Hak biaya persalinan

UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan PP No.14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatur kewajiban perusahaan yang memiliki lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah sedikitnya Rp1.000.000 untuk mengikutsertakan seluruh tenaga kerjanya dalam program BPJS Kesehatan.

Dalam program BPJS kesehatan tersebut, termasuk juga layanan kesehatan pemeriksaan kehamilan dan melahirkan. Jika peserta belum terdaftar, perusahaan atau pemilik usaha tetap wajib memberi bantuan dana dan fasilitas kesehatan sesuai standar BPJS.

Ingat, biaya persalinan yang dimaksud tentu memiliki batas maksimal sementara biaya persalinan yang Anda perlukan mungkin saja lebih dari batas tersebut. Karenanya, pastikan Anda sudah mendiskusikan dan mempersiapkan dana persalinan bersama pasangan dari jauh hari ya.

 


5. Hak cuti keguguran

Pasal 82 (2) UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Apabila keguguran kandungan dialami karyawan perempuan, karyawan tersebut berhak untuk beristirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan/ bidan.”

Kabar bahagia mengenai kehamilan tidak selalu diikuti dengan kabar bahagia berupa kelahiran bayi. Calon orang tua mungkin saja berduka karena janin lebih dulu gugur sebelum dilahirkan karena satu dan lain hal. Dalam hal ini, tidak hanya fisik ibu yang perlu dipulihkan pasca-tindakan namun juga psikologisnya. Dengan hak cuti yang diberikan, diharapkan memberikan waktu yang cukup bagi ibu bersama pasangan untuk bersama-sama saling mendukung sebelum kembali memulai rutinitas dan tanggung jawab di tempat kerja.

Selama cuti, perusahaan atau pemilik usaha tetap harus membayarkan upah karyawatinya yang keguguran.

 


6. Hak menyusui atau memerah ASI

Pasal 83 UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan “Pekerja/pekerja perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.”

Setelah melahirkan tantangan utama bagi ibu selanjutnya adalah menyusui. Dalam proses ini, ibu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, baik suami, keluarga terdekat bahkan dari lingkungan pekerjaan. Mengingat pentingnya pemberian ASI, pemerintah mengatur dalam Pasal 128 (2) UU Kesehatan No.36 tahun 2009 yang menyebutkan setiap bayi berhak mendapat ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis. Ketentuan ini berdasar pada rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa setelah 6 bulan pertama, bayi mendapat makanan pendamping ASI dan menyusui dapat dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun.

Saking seriusnya upaya pemerintah dalam menggalakkan program ASI eksklusif ini, masih dalam ketentuan yang sama Pasal 200, pemerintah menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.

Dengan demikian, diharapkan perusahaan atau pemilik usaha dapat memberikan waktu bagi pekerja wanita bisa tetap menyusui atau memerah ASI selama bekerja dengan tersedianya tempat yang mendukung sesuai kondisi dan kemampuan perusahaan atau pemilik usaha.





7. Larangan PHK karena menikah, hamil dan melahirkan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Permen 03/Men/1989, mengatur larangan PHK terhadap pekerja wanita dengan alasan menikah, hamil, atau melahirkan. Hal senada juga dinyatakan dalam konvensi ILO No.183 tahun 2000 pasal 8, “Sekembalinya ke tempat kerja, perusahaan dilarang mendiskriminasi pekerja wanita yang baru saja kembali setelah cuti melahirkan. Mereka berhak menduduki kembali posisinya serta mendapatkan gaji yang sama dengan gaji yang diterima sebelum cuti melahirkan.”

Pemerintah sudah mengatur sedemikian rupa untuk melindungi kodrat, harkat dan martabat pekerja wanita. Hal ini untuk menghindari oknum perusahaan atau pemilik usaha “nakal” yang lari dari kewajibannya.

 


8. Hak fasilitas khusus pada jam kerja tertentu

Pasal 76 UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003 menyatakan, “Pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Perusahaan juga dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Selain itu, pihak perusahaan wajib menyediakan angkutan antarjemput bagi pegawai wanita baik yang sedang hamil ataupun tidak yang memiliki kerja shift berangkat dan pulang antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.”

Pekerjaan dengan sistem shift biasanya diterapkan pada pekerja pabrik dan pelayanan publik seperti pekerja pabrik, perawat, polisi wanita, pramugari, wartawati dan sebagainya. Meski saat ini mulai banyak wanita yang menguasai ilmu bela diri, waktu-waktu tersebut dinilai berisiko tinggi bagi keamanan pekerja terutama wanita sehingga perusahaan atau pemilik usaha wajib memastikan pekerja wanitanya aman sampai di rumah.

Nah, jadi sebagai wanita ada 8 hak pekerja yang perlu Anda perhatikan:
  1. Hak cuti menstruasi
  2. Hak cuti hamil dan melahirkan
  3. Hak perlindungan selama hamil
  4. Hak biaya persalinan
  5. Hak cuti keguguran
  6. Hak menyusui atau memerah asi
  7. Larangan PHK karena menikah, hamil dan melahirkan
  8. Hak fasilitas khusus pada jam kerja tertentu.

Apakah Anda sudah mendapatkan hak-hak tersebut di tempat kerja Anda atau calon tempat kerja Anda?

Meskipun dilindungi undang-undang, bukan berarti Anda semata-mata menuntut hak ya! Hak yang diberikan perusahaan tentu haruslah diimbangi dengan kewajiban dan kinerja Anda yang baik juga untuk kelangsungan perusahaan. Selain itu, hak-hak yang sudah diberikan tentu harus digunakan dengan bijaksana.

Apakah Anda seorang wanita yang akan bekerja di suatu perusahaan? Segera pastikan, sejauh mana hak-hak Anda diperhatikan di calon tempat kerja Anda! Demi kenyamanan Anda bekerja, dan demi tercapainya cita-cita Anda.

Sumber:

Diolah dari berbagai sumber

Penilaian :

5.0

5 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Ari Handojo

Business Coach

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS