Dirilis

26 Juni 2022

Penulis

Thomas Aquino Herly Marwanto

Salah satu sebab lahirnya gagasan Corporate Social Responsibility (CSR) adalah semakin banyaknya pencemaran lingkungan, yang disebabkan oleh banyaknya perusahaan yang tidak memperdulikan lingkungan sekitar. CSR kemudian menjadi konsep yang begitu populer karena menjadi tugas mandatory yang diterapkan berbagai perusahaan.  

Kini terdapat bermacam-macam definisi CSR. Johnson & Johnson mengatakan, “Corporate social responsibility (CSR) is about how companies manage the business processes to produce an overall positive impact on society”. Maksudnya, CSR merupakan suatu cara mengelola perusahaan, baik sebagian maupun keseluruhan agar memiliki dampak positif bagi masyarakat.

World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), lembaga internasional yang berdiri sejak tahun 1955 dan kini beranggotakan 120 perusahaan multinasional dari 30 negara dunia, menyatakan bahwa  Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja bersama karyawan, keluarga dan masyarakat local.

Baca Juga:  Program CSR Mendukung Keberlanjutan Bisnis

Mengacu pada konsep-konsep di atas, Elkington mengemas makna Corporate Social Responsibility (CSR) dalam tiga fokus yang biasa disingkat 3P: profit, planet dan people

Perusahaan yang baik tidak bisa hanya memburu keuntungan ekonomi (profit) saja, mereka harus memiliki kesadaran, kepekaan, dankepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan (people).

Di Indonesia, Corporate Social Responsibility (CSR) mulai semakin banyak diterapkan pada tahun 1990. Kebijakan terkait Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas.  

 

Kritik Praktik Corporate Social Responsibility


Pemberlakuan CSR semakin lama berkembang menjadi sarana untuk menjamin keberlanjutan perusahaan. Para investor mulai mempertimbangan konsekuensi sosial dan lingkungan saat ini dan masa datang untuk melakukan investasi, selain faktor keuangan.  Praktek-praktek CSR kemudian menjadi salah satu cara untuk meningkatkan nilai perusahaan.  Hal tersebut dapat diukur dari adanya peningkatan harga saham.  

CSR kemudian dirasakan manfaatnya tidak hanya untuk meningkatkan harga saham, namun juga meningkatkan citra dan memperkuat “brand” perusahaan, melakukan kolaborasi dengan pemangku kepentingan (stakeholders), memberikan nilai pembeda perusahaan terhadap pesaingnya (differentiation), menghasilkan inovasi untuk meningkatkan penjualan perusahaan, membuka akses untuk investasi dan pembiayaan bagi perusahaan.

Baca Juga: Tips Branding Melalui CSR

Seiring berjalannya waktu, muncul berbagai kritik terhadap pemberlakuan CSR ini. Misalnya banyaknya praktek CSR berupa program-program yang tidak berkelanjutan. Masyarakat hanya mendapat bantuan, pelayanan atau pelatihan dalam singkat, tidak secara berkala, ditinggal begitu saja setelah kegiatan selesai, dan menjadikan masyarakat sebagai obyek. Selain itu, program CSR kerap digunakan sebagai cara ‘instan’ memperbaiki citra perusahaan dan termasuk ke dalam biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Bahkan banyak aktivitas CSR yang bersifat sukarela namun tidak berhubungan dengan aktivitas bisnis utama sebuah perusahaan.

 

Dari Konsep CSR ke CSV

Di tahun 2011 dalam Harvard Business Review,  Michael E. Porter and Mark R. Kramer memperkenalkan sebuah konsep yang dikembangkan dari kritik-kritik terhadap pelaksanaan CSR, yaitu konsep Creating Shared Value (CSV).  Substansi dari konsep CSV adalah, kalau selama ini bisnis serta kesejahteraan sosial sering ditempatkan berseberangan, tampak dari para pebisnis rela mengorbankan kesejahteraan sosial demi keuntungan peribadi semata. Misalnya melakukan proses produksi dengan tidak memperhatikan lingkungan, sehingga merugikan masyarakat di sekitarnya. Maka di CSV ditekankan adanya peluang membangun keunggulan kompetitif dengan memasukkan masalah sosial sebagai bahan pertimbangan utama dalam merancang strategi perusahaan. 

Porter dan Kramer menyampaikan bahwa salah satu perbedaan antara CSR dan CSV adalah, apabila CSR berfokus pada bagaimana “doing good” (berbuat baik), Sementara Creating Share Value  merupakan sebuah cara berbisnis dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan lingkungan, yang  tidak hanya sebagai faktor eksternal perusahaan saja, namun menjadi  bagian integral/keseluruhan dari bisnis.

Maka untuk perusahaan dapat menerapkan shared value, perlu membangun melalui tiga pillar.  
 

  1. Perusahaan melakukan redefinisi pasar dan produk. 
  2. Redefinisi produktivitas sepanjang value chain, karena masalah sosial dapat meningkatkan biaya ekonomi bagi value chain perusahaan. 
  3. Membangun klaster industri pendukung di sekitar lokasi perusahaan. 


CSV bukan tanpa kritik. Seperti diakui oleh Porter dan Kramer, ia mengemukakan adanya kelemahan dan kerugian sosial memang menimbulkan biaya internal bagi perusahaan. Namun tidak selalu menangani kelemahan dan kerugian akan serta merta menaikkan biaya dari perusahaan. Perusahaan harus selalu berinovasi melalui penggunaan teknologi, model operasi, dan pendekatan manajemen. Dengan demikian produktivitas perusahaan akan menjadi meningkat dan dapat memperluas pasar.

 

Perbedaan dan Persamaan CSR dengan CSV


Lalu, dimana substansi dari perbedaan dan persamaan antara CSR dan CSV? Berdasarkan artikel Harvard Business Review, mengutip dari YouTube Rio Zakarias, berikut ini beberapa perbedaan antara CSR dan CSV:

 

1. Value

Kalau CSR itu orientasinya berbuat baik (doing good), sedangkan CSV sudah membicarakan masalah keuntungan sosial dan ekonomi berbanding dengan penghematan.

 

2. Konsep

CSR lebih menekankan ke citizenship, philantropy dan sustainability, sedangkan CSV terkait penciptaan value atau value creation secara bersama antara perusahaan dan komunitas.

 

3. Sifat

CSR sebagai kebijakan atau respons atas tekanan luar sedangkan CSV terintegrasi dengan daya saing usaha.

 

4. Hasil

CSR terpisah dari pencapaian keuntungan sedangkan CSV terintegrasi dengan pencapaian keuntungan.

 

5. Agenda

CSR ditentukan oleh laporan dari pihak luar yang sifatnya reaktif sedangkan CSV dibuat dan ditentukan secara spesifik dari dalam organisasi.

 

6. Dampak

CSR terbatas pada anggaran CSR,  sedangkan CSV terintegasi dengan keseluruhan anggaran perusahaan.


Nah, bila ada perbedaan, apakah ada persamaannya? Ada dong. Berikut ini persamaan antara CSR dan CSV.
 

  1. Penerima manfaat sama yaitu internal dan eksternal perusahaan.
  2. Tujuannya untuk manajemen dampak, penciptaan value creation untuk perusahan dan masyarakat, berkontribusi pada SDGs (Sustainable Development Goals).
  3. Sumber daya dialokasikan melalui proses perencanaan internal perusahaan.
  4. Dampaknya dapat terukur, salah satunya dengan metode SROI (Social Return on Investment).
  5. Bermanfaat untuk keberlanjutan perusahaan dan penerima manfaat (masyarakat)


 

Kesimpulan

Bila kita perhatikan, kesimpulannya, CSV (Creating Share Value) sebetulnya menawarkan kerangka holistik guna mengakomodasi sebagian besar perdebatan atas kelemahan CSR (Corporate Social Responsibility),  kewirausahaan sosial, dan inovasi sosial. CSV merupakan strategi bisnis untuk mendapatkan keuntungan kompetitif melalui kegiatan dan partisipasi masyarakat untuk dapat menciptakan keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang.

Kelebihan konsep CSV adalah menjadikan tantangan sosial sebagai strategi yang tidak boleh diabaikan,  serta tantangan sosial sebagai  peluang bisnis dengan menciptakan nilai bagi masyarakat. 
Tentu hal ini bukan hal mudah dijalankan begitu saja guna melakukan shifting dari paradigma mau pun praktek CSR ke CSV.  Daripada terus memperdebatkan konsep tersebut di atas, yuk kita buat program dan produk perusahaan yang terukur dan berdampak, karena itulah persamaan CSR dan CSV.  

Masih bingung? Nah untuk bisa lebih memahaminya, silakan bertanya pada para ahli daya.id, dan gunakan fitur Tanya Ahli ya. Jangan lupa, daftarkan juga diri Anda untuk mendapat akses ke seluruh fitur daya.id.

Sumber:

Berbagai sumber

Penilaian :

5.0

1 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Wisnu Dewobroto

Pendamping UMKM

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS