18 Februari 2022
Menjadi Miliarder dari Bisnis Kecantikan
Dirilis
18 Februari 2022
Penulis
Tim Penulis Majalah Franchise Indonesia (Mitra Strategis Program Daya Sejak 2014)
Pengusaha
Dr. dr I Gusti Nyoman Darmaputra
Jenis Usaha
DNI Skincare
Di buka sejak 2007, klinik kecantikan milik Dr. dr I Gusti Nyoman Darmaputra kini sudah memiliki 34 gerai tersebar di Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Barat, sampai Maluku. Tidak tanggung-tanggung, total omzet bisnisnya sekitar 3 miliar dengan melayani belasan ribu pelanggan per bulan dan penjualan produk 30 ribuan pcs perbulan. WOW!
Dunia kesehatan bukanlah hal yang asing bagi Dr. dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK(K), FINSDV, FAADV. Selain dirinya sendiri bergelut di bidang kesehatan, ayahnya, dr I.G.K Darmada, SpKK (K) pun seorang dokter. Ketika sang ayah memeriksa pasiennya, seringkali ia melihat pasien yang terkendala masalah kulit wajah cukup parah. Begitu ditelusuri, para pasien tersebut rupanya mencoba produk skin care abal-abal lantaran ikut-ikutan teman, sedangkan untuk berobat ke klinik kecantikan biayanya cukup mahal.
Dari peristiwa itu, pria yang akrab disapa Darmaputra ini berpikir untuk mendirikan klinik kecantikan dengan harga terjangkau. “Saat itu masih sangat jarang ada klinik kecantikan dengan harga yang terjangkau. Atas dasar empati ini, saya berusaha mendirikan klinik kecantikan yang bagus atau dengan dasar ilmu dokter spesialis kulit namun dengan harga terjangkau,” katanya.
Memanfaatkan Modal yang Ada dan Dibantu Ayah Mengelola Klinik
Darmaputra memulai bisnis klinik kecantikan pada 2007 bertajuk DNI Skincare, dengan tagline Beauty for Everyone. Dengan modal sekitar Rp100 jutaan, ia sedikit merenovasi rumah kecil seluas 100m2 di Jalan Tukad Yeh ho, Denpasar Bali, lalu membuat meja resepsionis, display produk, korden sekat ruangan dan membeli kursi untuk ruang tunggu.
“Untuk fascade bangunan masih bentuk rumah, dengan tambahan tanaman merambat di depannya. Selain itu, modal saya gunakan untuk pasang neon box kecil, membeli produk skin care untuk dijual, serta bahan perawatan,” sambungnya.
Saat bisnis klinik kecantikan mulai dibuka, Darmaputra rupanya tidak berkesempatan untuk mengelola secara langsung. “Waktu itu saya masih sekolah dokter spesialis kulit di Surabaya, jadi hanya menghandle klinik dari jarak jauh. Untuk pemeriksaan pasien, dikerjakan oleh ayah saya dr I.G.K Darmada, SpKK (K). Saya baru mulai aktif full sejak Agustus 2009, setelah lulus dokter spesialis,” tuturnya.
Mempelajari Ilmu Marketing dari Membaca Buku dan Ikut Kuliah Online
Darmaputra menjalani pendidikan dokter 6 tahun dan spesialis kulit 4 tahun. Untuk menambah diferensiasi dan keunggulan sebagai dokter, pada tahun 2010 ia mengikuti training bedah kecantikan di Tongji University, Shanghai, China selama 6 bulan. Namun, ia mengakui tidak punya bekal apa-apa dalam ilmu bisnis.
“Namun ilmu bisnis saya masih nol banget. Saya mendapatkan ilmu bisnis yang pertama dengan prinsip ATM. Amati, tiru, modifikasi. Saya catat di HP, poin-poin apa yang menarik dari usaha ini. Bagaimana interiornya, display-nya, musik di ruang tunggunya, bagaimana model brosurnya, seragam karyawannya, bahkan bagaimana model neon boxnya,” jelasnya.
Untuk memperdalam ilmu marketing, Darmaputra sering membaca buku-buku pak Hermawan Kartajaya. “Waktu itu masih ajaran marketing 3.0. Selain itu, saya pernah ikut kuliah online dari Universitas Ciputra pada batch 1,” katanya.
Persiapan Mulai Bisnis Klinik Kecantikan
Sedari awal, Darmaputra tidak menggunakan mesin-mesin khusus. Yang ditonjolkan ialah bisa mengobatin orang hanya dengan perawatan sederhana dan banyak tindakan medis berdasar skill-nya. “Jadi di awal perawatan utama hanya dengan chemical peeling, dan Tindakan injeksi-injeksi dengan skill khusus, sehingga klinik saya tetap bisa memberikan layanan lengkap dan nggak kalah dengan klinik kecantikan lain,” ujarnya.
Untuk rencana bisnis pun di akuinya tidak ada persiapan khusus. “Saya tidak pernah membuat hitungan-hitungan bisnis baik perhitungan biaya produksi, estimasi penjualan dan keuntungan. Intinya yang penting ada penjualan, banyak yang dating dan ada uang untuk bisa bayar gaji, beli produk dan bahan perawatan,” bebernya.
Selain mengandalkan ilmu kedokteran yang dimiliki, Darmaputra juga bekerja sama dengan supplier yang dipilih secara selektif. “Saya selalu memilih yang sesuai atau ada dasar ilmiah. Jadi kita bukan diajarin oleh supplier. Kadang saya berdebat dengan supplier karena klaimnya berlebihan dan tidak sesuai medis,” ungkapnya.
“Untuk produk, formula awal sudah ada dari ayah saya dari tahun 2004, dan biasanya dijual di apotek tempat praktek ayah saya. Namun saya mulai menambahkan dengan formula-formula baru dari saya dan menambah varian produk. Untuk produksi kami masih maklun dengan beberapa pabrik. Produk hanya dijual di klinik serta apotek tempat saya praktek,” sambungnya.
Atur Jadwal agar Semua Aktivitas bisa Dilakukan
“Karyawan juga hanya 3 orang. Saya sendiri yang menjadi call centre, jawab telepon pasien, dan menghandle chat, waktu itu via BBM,” jelasnya. Rupanya, perannya sebagai call center ini dimanfaatkan sekaligus untuk konsultasi online. Sehingga keluhan-keluhan pasien setelah perawatan di klinik dan penggunaan produk bisa ia tangani dengan baik. Namun, hal ini tidak dijalani dengan mudah. Darmaputra harus mengatur jadwalnya dengan sangat baik agar bisa berbagi waktu dengan aktivitasnya yang lain sebagai dosen PNS di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNUD yang harus bekerja standby di rumah sakit
“Saya kerja dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang, dalam 6 hari kerja. Di sela-sela bekerja, saya handle pasien via telepon dan BBM serta mencari ide untuk pengembangan klinik,” ceritanya.
Meski merasa sibuk dengan waktu yang terbatas, Darmaputra tak pernah berniat pindah jalur usaha, karena baginya bisnis skin care ini adalah core bisnis yang sesuai dengan keahlian dan cita-citanya. “Jadi dari awal saya sudah ambil sikap tidak ada pilihan mundur karena cita-cita saya, kalau memiliki usaha, saya akan bisa punya waktu dan dana yang lebih di masa depan, jadi nggak apa susah-susah di waktu muda,” terangnya.
Kendala yang Dihadapi: Tidak Ada Biaya Promosi, Membangun Kepercayaan Pelanggan dan Mengelola Karyawan
Menurut Darmaputra, meski tidak mengalami kendala berarti saat pendirian klinik, namun tidak tersedianya dana untuk promosi dan iklan sempat mengganggu kinerja kliniknya. Pasien bertambah hanya dengan mengandalkan promosi dari mulut ke mulut.
Pria yang hobi jalan-jalan ini benar-benar menerapkan ajaran pak Hermawan dalam buku-buku yang sering dibacanya yaitu Marketing 3.0 yaitu marketing with human spirit dan berusaha memberikan value yang lebih dari yang diharapkan sehingga muncul rasa “WOW” dari costumer.
“Ketika costumer merasa “WOW” mereka tanpa disuruh akan “advocate” atau menyarankan brand kita ke orang lain, bahkan mereka akan membela brand kita apabila ada yang berkata negatif,” katanya.
Selain itu, yang menjadi kendala utama dalam dunia kecantikan justru adalah masalah kepercayaan. Sebagai brand baru, apalagi dengan harga murah, banyak pasien yang merasa mampu secara ekonomi meragukan kualitasnya karena dinilai terlalu murah. Waduh, mahal salah, murah salah juga ya?
“Saya berusaha terus membangun kepercayaan dengan sering jadi narasumber di media cetak maupun TV dan juga membuka cabang-cabang baru, karena salah satu membuat orang yakin adalah jumlah cabang atau sering dilihat,” ujarnya.
Mengontrol standar klinik dan kejujuran staf jarak jauh juga menjadi tantangan tersendiri bagi Darmaputra. Bahkan ia sampai berulangkali mengalami kecurian dan dikomplain pasien karena perilaku staf yang tidak sesuai SOP.
“Walaupun kita udah pasang cctv dan melakukan cara-cara antisipasi, tetap saja ada celah apalagi terkait kejujuran. Umumnya karyawan kenal dekat dengan pasien karena perawatan kecantikan biasanya berulang tiap 2 minggu, sehingga risiko untuk transaksi tanpa nota dan uangnya diambil karyawan sangat besar,” jelasnya.
Untuk menghindari hal tersebut terulang lagi, Darmaputra pun membangun sistem agar bisnis klinik kecantikan ini memiliki standar yang jelas bahkan agar bisa difranchisekan. Makanya, ia menyewa konsultan dari Jakarta untuk membantu membuat SOP yang standar dalam hal administasi, supply chain dan pemasaran.
Memperoleh Manfaat dari Komunitas Pengusaha
Darmaputra mengatakan, seperti halnya pebisnis lainnya, ketika bisnis sudah berjalan, hambatan selanjutnya dalam pengembangan bisnis adalah masalah modal. Saat masuk ke fase pengembangan bisnis, ia menggunakan modal untuk membeli ruko sebagai tempat usaha yang lebih proper. “Karena asumsi saya, kalau nggak jalan usahanya, setidaknya saya mendapatkan keuntungan dari investasi properti,” jelasnya.
Awalnya Ia tipe orang yang tidak ingin berpartner dalam bisnis dan berpegang pada pesan Ayah bahwa kalau bisa semua dikerjakan sendiri, agar jangan ditipu dan ribut dengan orang lain. Namun akhirnya Darmaputra merasa salah satu solusi dalam pengembangan bisnisnya adalah dengan berpartner dan sangat terbantu dengan komunitas bisnis tempat Ia bergabung.
“Syukurlah saya bergabung dengen HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) sejak tahun 2013. Saya banyak dapat relasi yang terpercaya, karena adanya wadah atau organisasi akan membantu memverifikasi orang yang akan kita ajak kerjasama,” katanya.
Terlebih, pada tahun 2017, dirinya terpilih menjadi Ketua Umum HIPMI Bali. Hal itu sangat membuka wawasan dan networkingnya se-Indonesia sehingga bisa lebih mudah dalam mengembangkan bisnis. “Lebih mudah mencari partner dan saat butuh apapun di suatu daerah, saya tinggal menghubungi ketua Hipmi provinsi masing-masing dan langsung jalan terbuka lebar,” katanya.
Sikapi Kondisi Pandemi dengan Inovasi
Tidak bisa dihindari, kondisi pandemi sangat mempengaruhi bisnis klinik kecantikan terutama diawal masa pandemi saat masyarakat dihimbau untuk stay at home. Omzet tentu saja menurun, makanya Darmaputra melakukan beberapa langkah penyesuaian sebagai berikut:
1. Penghematan
Darmaputra menghemat fixed cost seperti penggunaan listrik dengan mengubah jam operasional klinik menjadi lebih pendek. Beberapa karyawan juga diatur untuk bekerja bergiliran untuk membantu mengurangi cost.
2. Penjualan dan Layanan secara online
Darmaputra menawarkan konsultasi online melalui Whatsapp dan video call agar tetap bisa menjangkau pelanggan. Untuk pembelian produk pun dialihkan secara online melalui e-commerce atau melalui ojek online.
3. Launching produk dan layanan baru sesuai kebutuhan masyarakat di masa pandemi
Selain menyediakan layanan yang memang sudah ada, Darmaputra juga membuka layanan immune booster baik di klinik maupun home visit. Selain itu, Ia juga melaunching produk baru yaitu handsanitizer yang dijual di klinik, toko online dan dipasarkan juga lewat minimarket untuk membantu solusi kelangkaan handsanitizer di pasaran yang sempat terjadi.
4. Mengatur kapasitas ruangan dan jadwal kunjungan pasien
Darmaputra mengatur kebijakan pemakaian ruangan “1 ruangan 1 perawatan” dengan standar protokol kesehatan yang ketat demi kemanan dan kenyamanan pasien dan karyawan. Karena jam operasional lebih pendek, jadwal perawatan juga diatur dengan reservasi terlebih dahulu sebelum kunjungan agar antrian tidak menumpuk.
5. Menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan meyakinkan masyarakat
Darmaputra tidak hanya menerapkan protokol kesehatan dengan ketat di kliniknya, tetapi juga mempromosikan standar protokol kesehatan tersebut melalui video yang disebarkan melalui media sosial dan pesan layanan masyarakat di TV lokal. Hal ini dilakukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan agar mereka merasa aman dan nyaman untuk datang dan melakukan perawatan di klinik.
6. Bekerjasama dengan reseller
Darmaputra melakukan penjualan dengan sistem reseller, selain untuk membantu memasarkan produk dengan jangkauan distribusi yang lebih luas, hal ini juga membantu orang-orang yang di PHK karena pandemi untuk mendapat pekerjaan. Wah, jadi sama-sama untung ya!
Dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian tersebut, Darmaputra mengakui saat ini bisnisnya sudah mulai membaik secara bertahap.
“Meski pandemi, memulai bisnis adalah langkah yang paling baik. Anggaplah pandemi ini sebagai peluang baru. Yang dibutuhkan adalah kemampuan adaptasi, selalu belajar dan kreatif mencari solusi untuk konsumen,” pungkasnya.
Paket Kerjasama DNI Skincare
Dr. dr I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK(K), FINSDV, FAADV adalah salah satu pebisnis yang sukses membangun bisnis waralaba. Anda tertarik mengikuti jejaknya? Konsultasikan dengan pakar franchise di Daya.id agar usaha yang Anda jalankan semakin matang dan sukses.
Sebagai informasi, DNI Skincare menawarkan sistem joint venture atau peluang kerja sama dengan sistem saham. “Jadi partner tidak perlu membayar franchise fee dan royalty bulanan. Paket kami ada yang Rp95 juta, Rp200 juta dan Rp375 juta. Paket ini di luar sewa tempat dan renovasi. Dalam paket sudah termasuk, lisensi penggunaan brand, training dokter dan manajemen, mesin-mesin kecantikan, serta produk dan bahan perawatan untuk pembukaan awal,” jelas Darmaputra.
Anda juga bisa melihat beberapa franchise lain di Peluang Usaha di daya.id. Segera daftar Daya.id untuk informasi lainnya.