Dirilis

27 April 2021

Penulis

Dimas Prasojo

Meskipun Indonesia telah merdeka dan menjadi satu kesatuan sejak tahun 1945, namun hingga saat ini, penerapan hukum waris di Indonesia masih terbagi-bagi menjadi beberapa jenis, yaitu hukum waris adat, hukum waris islam, dan hukum waris perdata. Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai hukum waris perdata, agar dapat Anda pahami ketentuan terkait waris yang berlaku. 


 

Apa Sih Hukum Waris Perdata Itu?

Hukum waris perdata merupakan hukum yang mengacu pada ketentuan dalam KUHPerdata. Dalam hukum waris perdata, terdapat syarat umum dan syarat mutlak agar terjadi peralihan harta waris, di mana syarat umum terdiri dari:
  • Ada objek orang yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata)
  • Ada ahli waris yang ditinggalkan (Pasal 836 KUHPerdata)
  • Adanya harta kekayaan atau barang yang ditinggalkan untuk diwariskan (Pasal 1100 KUHPerdata)

Sedangkan, syarat mutlak atas hal tersebut yaitu “harus ada orang yang meninggal dunia”, kecuali dapat terjadi dalam keadaan tidak hadir (Pasal 467 jo 470 KUHPerdata) bahwa pewaris belum meninggal. Selain itu, dalam hukum waris perdata juga dikenal 2 tipe pewarisan, yaitu: 
  • Sistem pewarisan berdasarkan UU/karena kematian/tanpa wasiat; dan/atau 
  • Sistem pewarisan menurut surat wasiat.


 

Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Hukum Waris

Dalam pewarisan, terdapat subjek-subjek yang merupakan pihak dalam urusan waris tersebut, yaitu sebagai berikut:
  1. Pewaris, yaitu orang yang meninggal dan meninggalkan harta benda/kekayaan untuk diwariskan.
  2. Ahli waris, yang terbagi menjadi: 
    1. Ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri atau mewaris secara langsung, di mana berdasarkan KUHPerdata penggolongan ahli waris ini yaitu sebagai berikut:
      1. Pertama, yaitu anak-anak beserta keturunannya dalam garis lurus kebawah. Sedangkan, untuk hak mewaris suami atau istri yang hidup terlama sama dengan hak waris seorang anak sah (Pasal 852 KUHPerdata)
      2. Kedua, orang tua dan saudara-saudara kandung pewaris
      3. Ketiga, dalam hal tidak ada golongan Pertama dan golongan Kedua, maka keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris, sehingga harta peninggalan harus dibagi menjadi dua, setengah bagian untuk kakek-nenek pihak ayah, dan setengah lagi untuk kakek-nenek dari pihak ibu (Pasal 853 dan Pasal 854 KUHPerdata)
      4. Keempat, bibi atau paman pewaris baik itu dari bapak maupun dari ibu, keturunan mereka sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek nenek dan keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris
    2. Ahli waris berdasarkan penggantian atau ahli waris tidak langsung, dengan penggolongan sebagai berikut:
      1. Penggantian dalam garis lurus ke bawah, dimana berdasarkan Pasal 848 KUHPerdata disebutkan bahwa hanya orang-orang yang telah mati saja yang dapat digantikan
      2. Penggantian dalam garis ke samping, tiap saudara kandung/tiri yang meninggal lebih dulu digantikan oleh sekalian anaknya
      3. Penggantian dalam garis samping, juga melibatkan penggantian anggota-anggota keluarga yang lebih jauh, misalnya paman/keponakan, jika meninggal lebih dulu digantikan oleh turunannya
    3. Pihak ketiga atau pihak lainnya yang bukan termasuk ahli waris dapat menjadi ahli waris dan mendapatkan harta peninggalan, dalam hal ini dimungkinan timbul karena didalam KUHPerdata terdapat ketentuan tentang pihak ketiga yang bukan ahli waris, tetapi dapat menikmati harta peninggalan pewaris berdasarkan suatu testament/wasiat
  3. Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat menikmati harta peninggalan atau waris apabila terdapat surat wasiat /testamen.


 

Apa Saja yang Diwariskan oleh Pewaris?


Yang menjadi objek waris ialah seluruh harta kekayaan yang dipindahkan dari pewaris kepada ahli waris yang dapat berupa:
  1. Aktiva, yaitu harta baik tagihan/piutang atau harta lain baik berwujud maupun tidak berwujud
  2. Pasiva, yaitu hutang pewaris yang perlu dilunasi. 

Dengan demikian, bukan hanya harta yang diwariskan kepada ahli waris, melainkan termasuk hutang yang dimiliki oleh pewaris.

 

Ahli Waris yang Tidak Patut Menerima Harta Warisan

Tidak semua ahli waris berhak mendapatkan harta warisan, terdapat orang-orang yang tidak patut mendapatkan harta waris, yaitu sebagai berikut:
  1. Ahli waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh pewaris.
  2. Ahli waris yang putusan pengadilannya dinyatakan bersalah memfitnah dan mengajukan tuduhan kepada pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu tindak kejahatan yang diancam hukuman penjara lima tahun atau lebih.
  3. Ahli waris yang dengan melakukan kekerasan telah benar-benar menghalangi atau mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiat.
  4. Ahli waris yang telah melakukan penggelapkan, memusnahkan, dan/atau memalsukan surat wasiat. 

Sudah cukup jelas bukan penjelasan mengenai hukum waris perdata, subjek, dan objek yang ada di dalamnya? Lalu bagaimana untuk hak mutlak, syarat waris, juga upaya hukum untuk menghadapi sengketa waris? Penjelasan lebih lanjut mengenai hukum waris perdata akan dibahas di Hukum Waris Perdata di Indonesia (Bagian 2).

Apabila Anda memiliki pertanyaan lain seputar Hukum dan Perizinan, silakan ajukan Pertanyaan Anda di kolom Tanya Ahli. Anda juga dapat mendaftar di daya.id sebagai pengguna untuk mendapatkan akses selengkapnyake konten tepercaya terkait gaya hidup dan kesehatan.

Sumber:

Diolah dari berbagai sumber

Penilaian :

5.0

3 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Windi Berlianti

Pakar Hukum dan Perizinan

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS