Dirilis

27 April 2021

Penulis

Dimas Prasojo

Melanjutkan pembahasan dari artikel Hukum Waris Perdata di Indonesia (Bagian 1), dimana pada artikel tersebut telah dibahas apa itu hukum perdata, subjek, dan objek yang ada di dalamnya. Dan di artikel lanjutan ini Anda akan mengetahui hal-hal penting lain dari hukum waris perdata seperti, hak mutlak, syarat waris, juga upaya hukum untuk menghadapi sengketa waris.


 

Bagian Mutlak Hukum Waris Perdata

Dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) ditetapkan orang-orang yang berhak mendapatkan harta warisan atau yang disebut sebagai hak mutlak (legitieme portie) yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihilangkan oleh mereka yang meninggalkan harta warisan.

Yang termasuk sebagai legietieme portie ini ialah para ahli waris dalam garis lencang ke bawah dan ke atas (pancer). Bagian legietieme portie ini diatur dalam ketentuan Pasal 914 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
  1. Jika yang sah hanya 1 ada anak, maka legitieme portie berjumlah separuh dari bagian yang sebenarnya, yang peroleh sebagai ahli waris menurut undang-undang;
  2. Jika yang sah 2 orang anak, maka jumlah legitieme portie untuk masing-masing 2/3 dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh sebagai ahli waris menurut undang-undang; atau
  3. Jika yang sah terdapat 3 orang anak atau lebih, maka jumlah legitieme portie itu menjadi ¾ dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh masing-masing ahli waris menurut undang-undang.


 

Syarat Waris dengan Wasiat atau Testamen

Meskipun waris dapat dilaksanakan berdasarkan wasiat dari pewaris, namun tetap terdapat syarat-syarat yang perlu dipenuhi agar waris dengan wasiat dapat dilaksanakan, syarat apa saja yang perlu dipenuhi?
  1. Tidak melanggar ketentuan Bagian Mutlak (legietieme portie);
  2. Memenuhi persyaratan bentuk wasiat berdasarkan KUHPerdata, yaitu:
    1. Wasiat Olografis, ditulis tangan dan ditandatangani oleh pewaris sendiri kemudian dititipkan kepada Notaris;
    2. Wasiat Umum yang dibuat dengan akta umum dan dibuat di hadapan Notaris; atau
    3. Wasiat Tertutup, yang pada saat penyerahannya, yang mewariskan harus menandatangani penetapan-penetapannya, baik jika pewaris sendiri yang menulisnya ataupun jika pewaris menyuruh orang lain untuk menuliskan, kertas yang memuat penetapan-penetapan tersebut, atau kertas yang dipakai untuk sampul, bila menggunakan sampul, harus tertutup dan disegel kepada Notaris, di hadapan 4 (empat) orang saksi, atau jika ia harus menerangkan bahwa dalam kertas tersebut mencantumkan isi wasiatnya, dan ternyata wasiat tersebut ditulis dan ditandatangani sendiri, atau orang lain yang menuliskan untuknya dan ditandatangani olehnya.
  3. Adanya Saksi;
  4. Adanya persetujuan dari suami/istri; dan
  5. Harus dititipkan kepada Notaris dan didaftarkan oleh Notaris, sehingga surat wasiat merupakan akta otentik.


 

Upaya Hukum Atas Sengketa Waris 

Dalam kenyataannya, seringkali terdapat pertentangan di antara ahli waris dalam hal pembagian harta waris. Untuk mengakomodir hal tersebut, salah seorang ahli waris dapat menempuh jalur-jalur hukum sebagaimana diuraikan dalam KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:

Dikutip dari Pasal 1066 KUHPerdata
“Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima harta peninggalan tersebut dalam keadaan tidak terbagi.

Pemisahan harta peninggalan itu dapat sewaktu-waktu dituntut, meskipun ada ketentuan yang bertentangan dengan itu.”


Selain itu, terdapat ketentuan lain dalam KUHPerdata untuk mendukung ahli waris dalam menuntut haknya sebagai ahli waris, yaitu:

Dikutip dari Pasal 834 KUHPerdata
“Tiap-tiap waris berhak mengajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala mereka, yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah menghentikan penguasaannya.

Ia boleh memajukan gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia adalah waris satu-satunya, atau hanya untuk sebagian jika ada berapa waris lainnya.”


Cara untuk mengajukan gugatan waris perdata juga memiliki proses yang sama dengan pengajuan gugatan/permohonan waris perdata pada umumnya, yaitu:
  1. Penggugat/Pemohon melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan/permohonan yang diajukan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan berkas Surat Gugatan/Permohonan, Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (dalam hal menggunakan advokat) dan dokumen/dokumen sebagai bukti untuk mengajukan gugatan atau permohonan;
  2. Ketua Pengadilan Negeri setempat harus memberikan persetujuan pada Gugatan/permohonan dan Surat Kuasa Asli;
  3. Pembayaran biaya gugatan/permohonan (SKUM);
  4. Menunggu surat panggilan sidang dari Pengadilan Negeri tempat gugatan/permohonan diajukan; dan
  5. Menghadiri dan mengikuti proses persidangan sesuai jadwal yang ditentukan.

Apabila dalam prosesnya, para pihak belum menerima hasil putusan pengadilan, maka dapat ditempuh proses peradilan pada tingkat banding hingga kasasi.
Demikian pembahasan mengenai hukum waris perdata di Indonesia. Jika Anda masih memiliki pertanyaan terkait waris, , Anda bisa berkonsultasi dengan mitra ahli hukum melalui fitur Tanya Ahli

Untuk informasi lain terkait tips usaha maupun produk keuangan lainnya. Anda bisa membacanya di Daya.id. Dengan mendaftar di Daya.id semua informasi keuangan bisa diakses dengan gratis dan sangat mudah. Jadi, yuk kunjungi Daya.id sekarang juga!

Sumber:

Diolah dari berbagai sumber

Penilaian :

5.0

2 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Windi Berlianti

Pakar Hukum dan Perizinan

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS