Dirilis

27 September 2019

Penulis

Tim Daya Tumbuh Usaha

Layanan Pinjaman Uang Berbasis Teknologi Informasi/Peer to Peer Lending (“P2P”) merupakan jenis usaha penyediaan layanan keuangan yang mempertemukan pemberi pinjaman dengan peminjam untuk mengadakan perjanjian pinjaman dalam mata uang Rupiah secara langsung melalui sistem elektronik menggunakan jaringan internet.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhir tahun 2018 jumlah peminjam fintech (Financial Technology) P2P lending mencapai 2,8 juta akun sementara pemberi dana mencapai 183 ribu akun. Adapun jumlah akumulasi transaksi pemberi pinjaman P2P Lending mencapai 5,6 juta akun yang terdiri atas wilayah Jawa 4 juta akun, luar Jawa 403 ribu akun dan luar negeri 1,18 juta akun.

Sementara transaksi peminjam mencapai 8,99 juta akun terdiri atas 7,7 juta akun di wilayah Jawa dan 1,29 juta akun di luar Jawa. Berdasarkan kualitas pinjaman, sebanyak 96,73% dana pinjaman P2P lending dalam kategori lancar (sampai dengan 30 hari), 2,07% tidak lancar (30-90 hari), dan 1,2% dalam kategori macet (lebih dari 90 hari).

Dari hal di atas, nampak bahwa bisnis P2P landing memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Apabila Anda hendak berbisnis P2P, berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan.

Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam usaha fintech P2P landing ini, yaitu:
  1. Provider (penyedia layanan) merupakan pihak yang menyediakan domain/website sehingga dapat mempertemukan Lender dan Borrower.
  2. Lender (pemberi pinjaman) merupakan pihak yang akan memberikan pinjaman uang kepada Lender melalui jasa Provider.
  3. Borrower merupakan pihak yang akan mendapatkan pinjaman menggunakan jasa Provider.

Menurut Pasal 3 POJK 77/2016, Provider di Indonesia dapat dibentuk dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, warga negara asing dan badan hukum asing. Kepemilikan saham dalam suatu Provider oleh warga negara asing dan/atau badan hukum, baik secara langsung atau tidak langsung, tidak akan melebihi 85% (delapan puluh lima persen). Untuk melindungi kepentingan konsumen, Provider diharuskan, antara lain, untuk membuka rekening escrow dan akun virtual di bank dan mendirikan pusat data di dalam negara. Demi menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, jumlah maksimum pinjaman yang dapat diberikan Penyedia kepada satu peminjam dibatasi hingga Rp2.000.000.000.

Menurut Pasal 5 ayat (1) PBI 19/2017 penyedia layanan yang akan atau telah melakukan kegiatan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) harus mendaftar ke Bank Indonesia. Berdasarkan penjelasan di atas, P2P dapat dikategorikan sebagai Provider yang wajib mendaftar ke Bank Indonesia, tetapi sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) huruf b PBI 19/2017 pendaftaran wajib dikecualikan untuk Penyelenggara Teknologi Keuangan yang berada di bawah pengawasan otoritas dan di Penjelasan Pasal 5 ayat (2) huruf b PBI 19/2017 menyatakan bahwa contoh Penyelenggara Teknologi Keuangan yang berada di bawah pengawasan otoritas lain adalah, penyelenggara P2P, oleh karena itu satu-satunya peraturan yang secara khusus mengatur transaksi P2P adalah POJK 77 / 2016.
Kemudian berikut merupakan tahapan dalam pendirian P2P Provider di Indonesia:
1. Melakukan pendaftaran kepada OJK dengan menyertakan:
  • Akta Pendirian Perusahaan
  • Identitas Pribadi dan Foto Paspor 4x6
  • Fotokopi NPWP Perusahaan
  • Surat keterangan domisili Provider dari lembaga yang berwenang
  • Bukti kesiapan operasi dalam bentuk dokumen sehubungan dengan Sistem Elektronik yang digunakan oleh Provider , dan data operasi
  • Bukti kepatuhan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) & (2) POJK 77;
  • Pernyataan tentang rencana penyelesaian

2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan jawaban pendaftaran tersebut setelah 10 hari.

3. Provider menjalani masa percobaan selama satu tahun dan wajib memberikan laporan setiap 3 bulan sekali, berkas yang harus dipersiapkan seperti berikut:
  • Jumlah pemberi pinjaman dan peminjam;  
  • Kualitas pinjaman yang diterima oleh peminjam bersama dengan penilaian kualitas pinjaman; dan  
  • Kegiatan-kegiatan dilakukan setelah pendaftaran dengan OJK.

4. Setelah melewati setahun masa percobaan, Provider akan mengajukan sertifikasi sebagai Provider.

5. OJK akan memberikan jawaban atas pengajuan sertifikasi maksimal 20 hari setelah data diterima oleh OJK.

Menurut penulis jenis usaha seperti P2P ini masih membutuhkan pengawasan yang ketat mengingat hal ini merupakan hal yang baru dan akan diminati oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Peraturan yang bersifat preventif sangat baik diterapkan di awal mula masuknya P2P Lending di Indonesia.

Sumber:

Dimas Prasojo

Penilaian :

5.0

2 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Windi Berlianti

Pakar Hukum dan Perizinan

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS