Dirilis

15 Mei 2020

Penulis

Alviko Ibnugroho

Perekonomian menjadi salah satu sektor yang paling terdampak akibat wabah virus Corona (COVID-19). Khususnya bagi pekerja harian yang terancam kehilangan penghasilan karena imbauan untuk tetap berada di rumah demi mencegah penularan virus Corona jenis baru tersebut.

Bahkan tak sedikit perusahaan melakukan pemutusan kerja pada karyawannya karena kondisi ekonomi yang tidak stabil. 

Seseorang yang mengalami krisis keuangan dapat menderita stres, kebingungan, kehilangan kepercayaan diri, dan kehilangan kontrol. Padahal stres dapat memengaruhi menurunnya daya tahan tubuh. Sementara di tengah pandemi saat ini, imun yang baik justru sangat dibutuhkan.

Dalam menghadapi masalah keuangan keluarga di masa pandemi virus Corona, hal utama untuk menyikapi kondisi ini adalah dengan memiliki pondasi dasar dalam berpikir yaitu: 
  1. Keyakinan dalam ajaran agama kita (untuk mencari makna dari suatu kejadian)
  2. Perhitungan keuangan yang tepat dan terbuka diantara keluarga

Keyakinan Dalam Ajaran Agama Kita

Seperti kita ketahui bersama, dampak pandemi ini sangat berpengaruh kepada situasi keuangan kita. Ada teman, kerabat, klien, dan masyarakat mengeluh bahkan berteriak akan situasi keuangan mereka, yang semakin hari semakin terjepit. Hampir semua memiliki pertanyaan yang sama, “Bagaimana cara mengatasi krisis ini?” atau “Sampai kapan krisis ini akan terus berlangsung?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita tidak bisa menggunakan teori perencanaan keuangan atau ilmu ekonomi sekalipun. Kita harus menjawab tersebut dengan menggunakan sudut pandang keagamaan. Mengapa? Karena hanya dengan keyakinan hati kita bisa bertindak lebih rasional bukan emosional, untuk mencari makna dari suatu kejadian.

Mari kita merenung sejenak, mengapa kita diuji dengan situasi seperti ini? Apa yang terkandung dalam ujian ini? 

Banyak tokoh agama sudah membahas situasi yang terjadi dari sisi keagamaan. Saya (Alviko Ibnugroho) hanya mencoba melihat dari sudut pandang pribadi. Krisis ini adalah sebuah masa dimana kita harus benar-benar kembali melihat kepada “Fungsi Dasar Kehidupan” itu apa? Sebuah pemenuhan kebutuhan yang benar-benar mengacu pada piramida dasar kehidupan manusia, yaitu kebutuhan primer. Ingat kan Anda dahulu kita diajarkan 3 jenis kebutuhan manusia, primer, sekunder dan tertier. Atau mungkin ada juga yang mengatakan kebutuhan pangan, sandang, papan.

Di saat masa pandemi ini pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satunya adalah imbauan stay at home atau di rumah saja. Yang artinya kita bekerja, proses belajar anak, dan semua aktivitas sebisa mungkin dilakukan di rumah saja.

Program di rumah saja membuat kita hanya fokus pada kebutuhan primer. Apa saja kebutuhankah primer? Kebutuhan primer menyangkut kebutuhan pangan, pendidikan, transportasi, kebutuhan inti rumah tangga, dan terakhir adalah kewajiban membayar utang alias cicilan. 

Saat di tetapkan kebijakan “diam di rumah” apa saja pengeluaran terbesar Anda? Bukankah pengeluaran terbesar adalah kebutuhan primer? Dan coba Anda hitung berapa sebenarnya kebutuhan primer Anda? Apakah lebih besar dari penghasilan Anda sendiri, atau bahkan berdua dengan pasangan? 

Bila demikian artinya selama ini hidup Anda lebih banyak mengeluarkan biaya kebutuhan sekunder bahkan tersier, yang bukan kebutuhan utama Anda sekeluarga. Bukankah ini artinya pemborosan, karena membelanjakan uang untuk yang bukan kebutuhan utama Anda? Dan ini tentu menyimpang dari ajaran agama kita. 

Inilah makna sesungguhnya dari adanya krisis pandemi COVID-19. Kita ditegur oleh Tuhan YME untuk kembali kepada memenuhi kebutuhan dasar dan fokus pada keluarga.

Berbicara tentang kebutuhan primer, cukupkah penghasilan Anda dan pasangan untuk memenuhi kebutuhan primer tersebut? Jika kurang, maka lakukan evaluasi dan komunikasikan bersama pasangan, bahkan ajaklah anggota keluarga Anda untuk ikut mengevaluasi. Karena bisa saja akan ada kebijakan tentang pengaturan keuangan keluarga yang berdampak tidak menyenangkan bagi anggota keluarga. Misalnya pengurangan uang saku anak, atau menekan pengeluaran gaya hidup keluarga, dan lainnya. 

Sekarang saatnya kita bersatu menguatkan ikatan sebagai keluarga. Keluarga kita ibarat sedang belayar mengarungi badai, butuh kerjasama, satu tindakan dan komunikasi yang baik di dalam keluarga.

Perhitungkan keuangan keluarga yang tepat dan terbuka

Seperti yang dijelaskan di atas, komunikasi dan keterbukaan di keluarga, khususnya antara suami dan istri menjadi kunci utama dalam menyikapi kondisi pandemi ini. Banyak sekali masyarakat dan keluarga Indonesia kurang baik dalam komunikasi di keluarga, khususnya masalah keuangan. Sebagai contoh, suami yang cenderung memasrahkan istrinya akan urusan keuangan, sementara si istri merasa cukup aman aman saja selama suaminya tidak menanyakan perihal keuangan keluarga. 

Kunjungi juga: Cara Cerdas Membagi Uang Suami-Istri

Membicarakan keuangan rumah tangga itu susah-susah gampang karena banyak keluarga tidak melakukan pencatatan pengeluaran dengan disiplin. Kebanyakan hanya fokus pada berapa banyak uang yang masuk bukan fokus pada berapa banyak uang yang keluar.

Sekarang saatnya Anda mulai menghitung berapa sebenarnya kebutuhan primer, berapa kebutuhan sekunder, dan berapa kebutuhan tertier. Mungkin banyak dari Anda yang tidak mengetahui apa saja kebutuhan primer, sekunder, dan tersier tersebut.

1. Kebutuhan primer
Menurut ILO (International Labour Organization), kebutuhan primer merupakan kebutuhan fisik minim manusia, yang berkaitan dengan kecukupan kebutuhan pokok baik untuk masyarakat miskin maupun kaya. Dengan kata lain, kebutuhan primer adalah kebutuhan utama yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk dikatakan hidup layak sebagai manusia, serta untuk menjamin keberlangsungan hidupnya. Jika kebutuhan primer tersebut tidak dapat dipenuhi, maka kebutuhan yang lain pun tidak bisa dipenuhi.

Contoh kebutuhan primer:
Dahulu, kebutuhan primer hanya meliputi sandang, pangan, dan papan. Sandang adalah kebutuhan manusia berupa pakaian sebagai alat pelindung bagi tubuh. Pangan merupakan kebutuhan manusia berupa makanan. Dapat diartikan sebagai beras sebagai makanan pokoknya. Sementara itu, kebutuhan akan papan merujuk pada kebutuhan manusia akan tempat tinggal atau hunian yang layak sebagai tempatnya berlindung.

Seiring perkembangan zaman, kebutuhan primer manusia pun bertambah. Dulu hanya sekadar kebutuhan sandang, pangan, dan papan, sekarang bertambah menjadi kebutuhan kesehatan dan juga pendidikan. Dengan tercapainya kesehatan dan pendidikan yang memadai, manusia pun dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dengan adanya sarana transportasi, kecukupan gizi, air minum, serta rasa aman, merupakan kebutuhan manusia yang paling utama.

2. Kebutuhan sekunder
Tingkat selanjutnya dari kebutuhan manusia adalah kebutuhan sekunder. Kata sekunder berasal dari bahasa latin secundus, yang memiliki arti kedua. Setelah manusia mampu memenuhi kebutuhan primernya, maka akan muncul hasrat untuk memenuhi kebutuhan sekunder. Arti dari kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang mampu dipenuhi setelah kebutuhan primer Anda tercukupi. Dengan kata lain, kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan yang bersifat menjadi pelengkap dari kebutuhan primer. 

Saat sudah mampu mencukupi kebutuhan sekunder, maka dapat dikatakan kehidupan manusia tersebut berjalan lebih baik. Apabila kebutuhan sekunder tidak terpenuhi, maka tidak akan menjadi masalah  dan tidak akan mengganggu keberlangsungan hidup Anda.

Kebutuhan sekunder tiap individu tentu berbeda-beda, karena kebutuhan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
  • Faktor lingkungan tempat tinggal
  • Faktor tradisi
  • Faktor psikologi

Contoh kebutuhan sekunder:
Jika seseorang telah memiliki rumah, pasti akan mencoba membeli perabotan rumah tangga untuk melengkapi huniannya, seperti kursi, meja makan, lemari, dan lainnya. Contoh lain dari kebutuhan sekunder manusia seperti kebutuhan olahraga, kendaraan pribadi, hiburan, TV, mesin cuci, dan lain sebagainya. 

Kebutuhan sekunder tiap individu tentu berbeda-beda tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dapat kita simpulkan juga bahwa kebutuhan sekunder bukanlah tidak penting, karena sebagai manusia hidup bermasyarakat dan berbudaya, tentu memerlukan hal lain yang lebih sempurna dan lebih luas, baik itu dalam hal jumlah, kualitas, maupun jenisnya.

3. Kebutuhan tersier
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh manusia apabila kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder mampu dipenuhi. Hal ini dikarenakan kebutuhan tersier merupakan kebutuhan yang erat kaitannya dengan barang-barang mewah atau kebutuhan yang bersifat prestisius. Tujuan dari pemenuhan kebutuhan ini adalah untuk meningkatkan status sosial atau gengsi seseorang, bahkan juga dapat dikaitkan dengan hobi yang bersangkutan, maka tidak semua individu mampu memenuhi kebutuhan tersier. 

Kebutuhan jenis ini biasanya hanya dapat dipenuhi oleh orang-orang yang telah mapan secara ekonomi, atau golongan masyarakat menengah ke atas. Karena sifat kebutuhannya berupa hiburan dan kesenangan belaka, maka kebutuhan tersier tidak akan secara mutlak mempengaruhi keberlangsungan hidup manusia. Namun, saat seseorang mampu melengkapi kebutuhan tersiernya, maka orang tersebut akan dipandang sebagai individu yang berstastus sosial tinggi dan terpandang.

Contoh kebutuhan tersier:
Seperti penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa kebutuhan tersier dapat berupa: perhiasan mewah, mobil sport, villa, jet pribadi, dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, perlu diketahui bahwa kebutuhan yang dikelompokkan menurut tingkatan di atas bagi setiap individu dapat berbeda-beda. 

Sebagai contoh, si X menganggap bahwa memiliki mobil mewah adalah kebutuhan tersier bagi dirinya, namun bagi si Z, memiliki mobil mewah adalah sebuah keharusan karena faktor lingkungan dan pergaulan. Demikian pula, bagi si X, ia menganggap bahwa menempuh pendidikan S1 adalah kebutuhan primer, namun bagi sebagian orang, menempuh pendidikan S1 dapat menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan tersier.

Kebutuhan primer dan sekunder adalah kebutuhan dari manusia yang penggolongannya dilihat dari intensitas atau seberapa sering kebutuhan itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara kebutuhan tersier hanya sebagai pelengkap dari kebutuhan-kebutuhan tersebut dan pemenuhannya berdasarkan tingkat kekayaan seseorang. 

Namun demikian, tidak sedikit kita temui dalam masyarakat, ada individu yang selalu berusaha menampilkan sedemikian rupa kemewahan atau kemampuannya dalam mendapatkan kebutuhan tersier. Hal tersebut semata-mata untuk menaikkan status sosialnya dalam masyarakat. Tentu saja hal tersebut tidak perlu dilakukan, sebab memaksakan diri masuk ke dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan kemampuan diri kita, akan berakibat buruk bagi kondisi keuangan keluarga kita.

Mari kita kembali merenung sejenak, bagaimana situasi keuangan keluarga Anda selama ini? Apakah selama ini kita lebih mementingkan kebutuhan tersier dibanding kebutuhan primer? Atau bahkan yang lebih menyedihkan kita memaksakan kebutuhan sekunder dan tertier dengan berhutang sana sini padahal situasi keuangan Anda sesungguhnya untuk mencukupi kebutuhan primer saja kurang.

Inilah hikmah adanya krisis akibat pandemi saat ini. Saat yang tepat untuk kita semua melakukan evaluasi dan refleksi diri terhadap prilaku kita dalam mengatur keuangan, sebelum kita menentukan langkah-langkah selanjutnya akan solusi yang akan diambil di kemudian hari. Jadikan situasi krisis ini untuk mengubah diri kita dan keluarga menjadi lebih baik lagi, khususnya dalam pengaturan keuangan keluarga agar fondasi semakin kuat dalam menghadapi krisis ini. 

Jika Anda memiliki pendapat lain mengenai hal di atas, silakan tulis pendapat Anda di kolom komentar. Atau jika Anda mempunyai pertanyaan terkait kondisi usaha ataupun manajemen keuangan lainnya, silakan konsultasikan pada kolom Tanya Ahli

Sumber:

Alviko Ibnugroho

Penilaian :

4.9

10 Penilaian

Share :

Berikan Komentar

Aliah Abdullah

07 Desember 2020

Ada hikmah di setiap kejadiannya. Saatnya mengutamakan kebutuhan primer. thanks daya.id

Balas

. 0

TA Herly Marwanto

02 Desember 2020

Pegangan yg cukup untuk jaga kestabilan keuangan

Balas

. 0

Lucky Lombu

02 Desember 2020

Sebagai manusia, kita harus selalu ingat Tuhan Yang Maha Kuasa

Balas

. 0

Havie Abdul Gafur

02 Desember 2020

Thanks buat remindernya, semoga bisa diterapkan nih

Balas

. 0

Havie Abdul Gafur

02 Desember 2020

Thanks buat remindernya, semoga bisa diterapkan nih

Balas

. 0

Ada yang ingin ditanyakan?
Silakan Tanya Ahli

Dian Savitri

Perencana Keuangan Pribadi

1 dari 3 konten bebas || Daftar dan Masuk untuk mendapatkan akses penuh ke semua konten GRATIS